Ironi Desa di Tanah Surga

Sebuah desa dengan ironinya

Indonesia, anugerah yang tersemat pada daratan seluas 5.194.143 km2 yang didiami 265.000.000 penduduk, tersebar di 34 Provinsi, 514 Kabupaten dan Kota, 7.201 Kecamatan, dan 83.436 Desa. Negeri ini hampir memiliki segalanya, dengan lautan seluas 93.000 km2 dan negara dengan jumlah pulau terbanyak di dunia. Tidak hanya itu, negeri ini juga memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah. Mulai dari flora dan fauna, kekayaan sumber daya energi dan mineral, hingga kekayaan perkebunan dan kehutanannya. Berdasarkan fakta-fakta tersebut mengisyaratkan bahwa tidak diragukan lagi Indonesia merupakan sebuah negara dengan kekayaan yang luar biasa.

Advertisement


Namun apakah dengan segala kekayaan tersebut rakyat sudah sejahtera?


Upaya-upaya pembangunan dan pensejahteraan yang dilakukan pemerintah terus bergulir, namun apakah daerah-daerah dengan desa terpencil telah tersentuh tangan pemerintah? Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2018, jumlah penduduk miskin di pedesaan sebanyak 15,81 juta jiwa. Melihat data tersebut, tampaknya sumber daya yang dimiliki belum bisa dikelola secara optimal untuk kepentingan rakyat yang sebesar-besarnya. Sebagian orang kota mempersepsikan desa sebagai wilayah yang nyaman, asri dan indah, namun tidak sedikit desa menyimpan potret kehidupan yang jauh dari garis sejahtera.

Melihat situasi tersebut dapat kita ketahui dalam kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla mengusung sembilan agenda prioritas yang disebut dengan Nawa Cita. Adapun butir ketiga dari Nawa Cita adalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan. Namun dalam pelaksanaannya butir tersebut mendapat sorotan ketika data yang dirilis Badan Pusat Statistik pada Desember 2018, menyebutkan bahwa  masih ada 14.461 desa tertinggal di Indonesia.

Advertisement

Langkah penting untuk membangun kesejahteraan sebuah desa yaitu pembangunan infrastruktur. Salah satu infrastruktur yang memegang peranan penting adalah akses jalan atau jembatan. Dengan adanya akses yang terhubung antar wilayah maka segala kegiatan masyarakat dapat berjalan lancar dengan biaya yang relatif lebih terjangkau. Pada kenyataannya masih ada rakyat yang menderita karena minimnya akses di desa mereka.

Derita tersebut dirasakan oleh masyarakat di banyak desa seperti yang dilansir dalam kompasiana.com, Desa Transbandep Embacang, Kecamatan Mesuji Raya, Sumatera Selatan, yang kesulitan ketika memasuki wilayahnya sendiri dikarenakan jalan utama untuk masuk ke desa tersebut bukanlah jalan aspal yang layak untuk dilalui. Selain itu untuk menjual hasil panen dengan menyeberangi sungai antara wilayah Sumbersari, Kabupaten Bekasi dengan Rengasdengklok Selatan, Kabupaten Karawang, masyarakat masih harus mengeluarkan ongkos menyebrang dengan menggunakan perahu dikarenakan tidak adanya jembatan penghubung kedua wilayah tersebut.

Advertisement

Akibat dari infrasturktur yang belum sejahtera, juga berimbas pada aktivitas pendidikan di desa terpencil sarat akan ironi. Mulai dari kekurangan tenaga pendidik, fasilitas sekolah yang kurang memadai, hingga akses ke sekolah dengan medan yang berbahaya. Seperti yang dilansir oleh murianews.com, salah satu Sekolah Dasar di Dukuh Wuni, Desa Kajar, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang yakni SDN 2 Kajar yang hanya memiliki 42 peserta didik. Bila dilihat dari faktor penyebabnya ialah akses ke sekolah yang jauh dari pusat desa (sekitar 2 kilometer) ditambah lagi akses jalan yang kondisinya sulit dilalui. Selain itu jumlah tenaga pendidik di sekolah tersebut hanya berjumlah 9 orang, dimana 6 diantaranya merupakan tenaga honorer dengan gaji hanya Rp 125 ribu perbulan.

Permasalahan kesejahteraan masih saja tertuju pada masyarakat desa. Selain karena faktor infrastruktur yang kurang memadai, hal tersebut dipicu karena pengolahan sumber daya  yang dimiliki desa belum optimal. Seperti kegiatan pertanian yang masih sangat tradisional sehingga butuh waktu yang lama untuk menghasilkan panen yang melimpah dan berkualitas tinggi. Nilai jual hasil panen pun masih terbilang rendah, belum lagi harus dipotong dengan berbagai ongkos. Selain itu, hal lain yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat desa adalah tingkat ketergantungan masyarakat pada satu mata pencaharian. Kesadaran masyarakat untuk menciptakan usaha baru masih belum tergugah. Tidak sedikit masyarakat yang hanya menganggur ketika menunggu masa panen tiba.

Untuk mengentas permasalahan ini, sinergi antara pemerintah dengan masyarakat desa menjadi sangat penting. Pelaksanaan Nawa Cita dapat dilakukan melalui berbagai pembangunan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, saluran irigasi, serta fasilitas-fasilitas pendidikan, sehingga dengan adanya sarana tersebut dapat tercipta efektifitas serta efisiensi aktivitas masyarakat. Disamping itu pemberian dana kepada desa harus dialokasikan secara maksimal untuk kemajuan desa. Upaya lain yang dapat dilakukan pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat yaitu melalui berbagai sosialisasi, seperti sosialisasi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) serta sosialisasi akan pentingnya pendidikan sejak usia dini, sehingga dapat mewujudkan desa yang mandiri, sejahtera, dan berpendidikan  dengan memanfaatkan beragam kekayaan sumber daya yang dimiliki desa tersebut.


Melirik realitas tersebut, sepatutnya kita harus membuka lebar-lebar mata kita, untuk ikut serta berperan dalam memajukan kesejahteraan masyarakat dalam bidang apapun.


Sebagai warga negara yang baik, seyogyanya kita tidak hanya sekedar menagih janji pemerintah atau hanya menunggu aksi dari pemerintah. Apabila kita bersama-sama bergandengan tangan membangun negeri ini, maka apa yang menjadi cita-cita bangsa ini yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alenia keempat yakni memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, akan dengan mudah tercapai. Hal tersebut juga berlaku bagi pemerintah yang wajib memposisikan dirinya sebagai garda untuk mengentas permasalahan-permasalahan negeri ini. Revitalisasi dan rejuvenasi infrastruktur harus segera dilakukan demi tercapainya kehidupan bangsa yang harmonis dan sejahtera.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Nama saya Fregat Audreyansyah. Saya lahir di Kota Malang 31 Januari, 19 tahun silam. Saya berdomisili di Kota Malang, Jawa Timur. Kini saya sedang melaksanakan studi S1 Ilmu Politik di FISIP, Universitas Brawijaya.

CLOSE