Jangan Panggil Aku Sebagai Figuran

Malam masih saja sama, dihiasi indahnya gugusan bintang dan diiringi nyanyian merdu sekelompok jangkrik yang tak pernah lelah menghibur malamku menjadi begitu Indah. Segelas kopi hitam pekat masih begitu setia menemani perjalanan malam tanpa balutan inspirasi ini.

Sejenak terbayang sosok wanita polos yang begitu akrab dipikiranku, sosok yang begitu indah senyumannya saat melangkah diatas butiran pasir putih nan halus, sosok yang selalu menjadi persinggahanku disaat luang, dan dialah sosok yang bisa dibilang menjadi actor utama dalam tangkapan indra ini. Berjibaku dengan waktu mengajariku banyak hal, bahwa kita diberikan dua pilihan penting dalam penjalanan hidup ini, antara memilih dan menjadi, namun kehadiran keinginan memunculkan begitu banyak keserakahan untuk memilih dan kemudian menjadi tapi tanpa disadari kita dihadapkan pada 1 pilihan penting yang harus kita ambil untuk melangkah jauh meninggalkan kusamnya masa lalu.

Mungkin bagi sebagian lebih senang dengan kata memilih, karena dengannya mereka dapat mendapatkan apa yang mereka sukai, tapi terkadang kenyataan tak semanis bunga tidur yang selalu menjadi bagian terindah dalam malam, sehingga pada akhirnya kita harus dihadapkan pada progress, dan menjadiadalah alternative terakhir untuk dapat bertahan dalam letihnya langkah demi langkah yang kita buat. Bahkan terkadang pahitnya menjadi harus disingkirkan demi menghormati kebahagiaan yang telah mereka pilih untuk mengarungi tahap demi tahap perjalanan hidup ini.

Terdiam dalam sebuah kotak masa lalu dalam waktu yang cukup lama semakin menjadikanku lebih mengerti arti perasaan dan mengerti akan arti waktu, yang menghadirkan setiap inci kebahagiaan dan penyesalan terbesar dalam diri manusia, dalam dalam hal ini kita hanya mampu menjadi “figuran” pada setiap episode yang sedang mereka mainkan. Menatap penuh perhatian dan kasih saying seperti tak bermakna dan tak dianggap kehadirannya, kita pada akhirnya akan menyadari bahwa posisi kita tak lebih dari orang asing bagi mereka, menghakimi diri sendiri dalam deretan penyesalan terhadap waktu seakan menjadi sumpah serapahku karena dalam waktu yang cukup lama tersebut kombinasi indera begitu tak bermakna. Setiap dari pada kita tak pernah mengehendaki posisi serupa dengan menjadi orang yang hanya mampu melihat pada bentangan jarak, melihat dan seakan berdoa saja tak cukup menjawab segala keresahan hati. Mencoba bersikap tegar namun penyesalan menghancurkan setiap inci ketegaran yang susah payah pernah dibangun.

Hanya Melupakan, apakah itu mudah?

Dalam kasus yang melibatkan perasaan dan berada pada posisi figuran begitu menyakitkan, melihat dari jauh setiap senyuman hangatnya namun senyuman tersebut bukan terarah kepada kita, mencoba mengambil langkah bijak dengan meninggalkannya sendiri dan kemudian melihat dirinya mempersembahkan setiap kepolosan sifatnya kepada orang lain begitu mengiris hati. Melupakannya sering terlintas namun pikiran seakan tak mampu untuk berproses lebih jauh. Hingga pada akhirnya kita merasa hal tersebut adalah kesalahan terbesar dalam hidup kita.

Seakan lamanya waktu menjadi figuran nampak begitu sia-sia, banyak dari mereka yang memotivasi namun banyak pula diantara mereka yang menganggap saya tidak begitu Gentel dan payah tentang urusan hati. Mungkin aku harus belajar mengikhlaskan, mendoakanmu dari jauh serta mengabadikanmu pada indahnya paragraph. Karena saya tak berdaya melewati kenyataan ini.

Bagiku Jatuh Cinta adalah ada sakit hati yang paling sengaja, dan aku menyadari betapa sakitnya rasa tersebut menyayat setiap dinding hati tak bertuan ini, dan saya akan mengakhiri semuanya dengan melupakan kekusaman masa lalu yang telah aku pilih.

Yang aku tau dan aku yakini, Aku mencintainya tanpa diketahui. Aku mencintainya dalam diam. Aku mencintainya dalam satu sudut pandang. Aku mencintainya di satu sisi. Ya, aku percaya. Jika takdirku adalah dirimu, kau akan memilihku. Nanti.

Namun ingat jangan sebuat aku figuran

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seseorang yang masih mencoba menjadi pribadi yang idealis dan berusaha menemukan progresif atas kebodohan pribadi.