Jika Aku Tak Semenarik Dulu, Lakukanlah Apa yang Kau Mau

Waktu akan berubah dengan sendirinya. Kita akan melewati banyak fase yang tidak pernah tahu bagaimana nanti kita melewati fase-fase itu. Akankah kita sekuat dulu? Ketika segala cinta masih utuh bergelora. Ketika kita masih bergejolak memberi yang terbaik untuk masing-masing kita. Ketika kita tidak pernah bosan mengatakan cinta yang selalu kita agungkan, kita rawat, kita utuhkan sampai waktu membuatnya tidak lagi utuh atau justru waktu akan membuat utuh segala yang manis tentang kita.

Advertisement

Sayang, besar harapanku, cinta yang kita tumbuhkan ini tidak akan pernah menemui bosan, menemui kejenuhan.

Kamu tahu, keinginanku untuk tua bersamamu sangatlah kuat. Kamu tahu aku ingin memiliki banyak anak darimu, dari laki-laki aneh yang selalu menguatkan aku di kala gugur semua kebahagiaanku. Kamu tahu itu, karena aku selalu mengatakannya di waktu-waktu yang teduh. Di waktu hujan yang tak deras, tapi menyuguhkan kita dua pelangi. Di waktu matahari hampir tenggelam, tapi tidak pernah menenggelamkan suara kita. Di waktu kita menjelang tidur—aku dengan keresahanku, kamu dengan ketakutanmu yang selalu kau ceritakan padaku. Tentang maut yang tak pernah membuatku berhasil menyelamimu lebih dalam. Seperti ada sekat, seperti ada jarak yang aku yakini semuanya ada di pelukku, di rahimku.

Sayang, berkali-kali aku katakan, jika aku masih dan selalu jadi bagian darimu, kau akan menemukan cara bagaimana melewati semua ketakutanmu. Berbagi! Berbagi denganku yang selalu berbagi denganmu, karena aku ingin melibatkanmu di banyak hal yang aku temui dalam hidupku.

Advertisement

Sunshine, jika aku tidak semenarik dulu, kau boleh menarik tanganmu dari pelukanku.

Meski aku selalu ingin kau menjadi bagian dari hidupku, sampai mungkin seribu tahun ke depan, sampai maut memisahkan. Jika aku tak semenarik dulu, kau boleh berlari meninggalkan aku dengan segala impian yang pernah kita lukis diam-diam di atas awan. Kau boleh berlari melesat secepat panah yang pernah kita lempar dalam jurang yang tak pernah lagi ingin kita temui. Jurang yang membawa sekian rasa nyeri yang pernah kita papah di masa lalu. Jurang yang akan kita tutup tanpa membukanya lagi demi tawa dan keriangan yang selalu kau janjikan.

Advertisement

Sayang, genggam aku sekuat tenagamu, jika tak ada lagi kehangatan dalam itu, kau boleh meracuniku dengan berbutir-butir Scopolamine agar membuatku linglung dan mudah membuatmu untuk memerintahkan aku pergi, atau melupakanmu seumur hidupku. Kau boleh lakukan apapun, jika tak lagi kau temui aku yang dulu membuatmu tergila-gila padaku. Kau boleh lakukan apa saja yang membuatmu merasa kau utuh sebagai dirimu sendiri.

Tapi sayang, jangan kau tanya, bagaimana caraku melupakanmu. Jangan harap kau temui aku akan bahagia dengan laki-laki lain, yang mungkin tak seaneh dirimu. Aku akan mengubur semua pertanyaanmu seusai kau bunuh aku dengan derai air mata yang mungkin tak akan tertampung dalam benak, dalam almanak berbulan-bulan yang selalu aku coret tanggalnya untuk menemui angka 30—yang katamu sebenarnya adalah 27. Ah sayang, perdebatan sekecil itu membuatku geli.

Aku selalu ingin menggenggammu. Memeluk keresahan yang mendera dirimu. Menemanimu membaca berlembar-lembar sajak yang kau bilang sampah. Meracikkanmu kopi, tanpa gula yang banyak, kesukaanmu. Kamu tahu, senyumku amat lebar ketika kau katakan, ”Aku tidak tahu tadi rasa kopiku seperti apa. Aku selalu suka kopi buatanmu.” Ah sayang, meracik dan melihatmu menenggak habis kopi buatanku adalah pekerjaan yang menyenangkan. Aku selalu suka. Aku selalu menunggu moment itu.

Tapi, jika nanti kau rasakan tidak ada lagi kenikmatan dalam kopi yang aku sajikan, kau boleh menumpahkan semuanya ke atas kepalaku. Akan aku rasai panas airnya, akan aku sesapi pahitnya, akan aku rasai sedikit demi sedikit manis dari gula yang tak banyak itu. Aku harap, meski sedikit, rasa manis itu akan merekat banyak di hatiku, di degupku yang kencang usai kau tumpahi kopi. Sayang, lakukanlah jika aku tak semenarik dulu. Lakukanlah..

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Aku lebih suka dipanggil Lai, Laida. Sebab itu adalah kesunyian yang mengajariku kekuatan.

CLOSE