Kami Perempuan, Manusia yang Layak Untuk Merdeka

Kami tak menutup tubuh kami, ya kami pelacur. Kami mengenakan parfum, ya kami pelacur, kami mempercantik diri, ya kami pelacur. Kami bertingkah genit, ya kami pelacur. Kami pelacur, kami pelacur. Perempuan hanyalah pelacur.

Saya tidak mengambil contoh pada satu agama, karena saya yakin kita memiliki sudut pandang yang sama bahwa semua agama mengajarkan kebaikan. Oleh karena itu, saya merasa berdosa jika dalam artikel ini membahas agama yang sesungguhnya begitu mulia. Saya hanya akan membahas tentang prejudice yang menjadi stereotype di khalangan masyarakat kita.

Mari kita bahas kebebasan menjadi “lacur”. Benarkah perempuan itu pelacur? Menurut KBBI daring;

lacur/la·cur/ a 1 malang; celaka; sial; 2 buruk laku;

melacur/me·la·cur/ v berbuat lacur; menjual diri (sebagai tunasusila atau pelacur);

melacurkan/me·la·cur·kan/ v membuat jadi pelacur: ~ diri, menjual diri;

pelacur/pe·la·cur/ n perempuan yang melacur; wanita tunasusila; sundal;

pelacuran/pe·la·cur·an/ n perihal menjual diri sebagai pelacur; persundalan;~ ilmiah penyelewengan yang terdapat pada dunia ilmu pengetahuan; ~ keagamaan persetubuhan yang dilakukan dalam rangka upacara ritual yang keramat

Malang; celaka; sial; kata yang sepertinya tepat untuk kami. Kalian menganggap kami begitu atau kami yang menganggap kalian menilai kami seperti itu? Kita bahas sudut pandang sebenarnya di sini;

Berawal dari rasa sakit hati kami dengan adanya kekerasan seksual yang batasnya masih terkesan membingungkan, karena kekerasa seksual bisa disebut kekerasan jika tidak diizinkan, sedangkan izin berasal dari persetujuan pihak yang bersangkutan. Semakin rancu karena batasan itu diucapkan secara lisan, semakin rumit tanpa adanya saksi.

Berita YY sudah lama sekali hilang namun kasus serupa masih banyak terjadi, mulai dari yang melapor/terlapor maupun tidak. Menyedihkannya, menurut data stastistik, dalam 2 jam ada 3 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual, itu pun data yang terlapor (Lentera Sintas Indonesia.org dan Komnas Perempuan ). Lalu sering kali, menurut pihak-pihak tertentu (bahkan penegak hukum) kesalahan ada pada korban. Iya, alasannya karena kami tidak menutup tubuh kami, kami berpacaran, kami centil terhadap lelaki, kami punya buah dada yang baik, rambut yang indah, dan sebagainya. Terima kasih telah menyalahkan kami.

Merdekanya Indonesia mungkin belum memerdekakan seluruh lapisan masyarakatnya. Bukan berarti kita tidak merdeka, belum merdeka, atau tidak boleh merdeka menjadi perempuan apalagi sebagai manusia, justru merdeka menjadi diri sendiri adalah titik terkecil untuk memulai kemerdekaan suatu bangsa. Ya, kita mulai dari persperktif; memiliki perspektif dan menghargai perspektif orang lain.

Contohnya masalah pakaian; artis instagram AWK terkesan sembrono banget, beda sama Mba Dian Hujan yang mayoritas bilang adem, beda juga sama Syahmsuri yang asik jalan-jalan lucu ke Eropa, atau Mba Diana Saririka yang penuh warna, lalu kita membanding-bandingkan mereka, menjadi hater (yang sebenarnya kolektor topi), atau pun menjadi fans (kipas-kipas angin-angin). Kita sibuk sendiri berkomentar sedangkan mereka bahagia, menghasilkan uang, menghasilkan karya, dan menjadi tambatan hati kita semua, kan? Misalnya juga pekerjaan; DJ itu perempuan malam (yaiyalah pulangnya malam; mba-mba atau mas-mas jahe susu gerobakan juga keluar malam), gak benar (nggak lagi mengerjakan soal UN juga), murahan (lah.. situ menguangkan? Hayo, kok situ menguangkan, itu kan manusia bukan barang).

Kami tidak berniat menjual tubuh kami jika pakaian yang kami kenakan terkesan minimalis, kami hanya bersyukur atas rahmat dan karunia-Nya memberikan tubuh ini kepada kami. Kami juga ingin mengapresiasi para designer yang telah menggantungkan seluruh tenaga dan cita-citanya terhadap baju yang kami pakai. Kami terkesan centil (nyatanya kami hanya berusaha ramah) sehingga birahi orang lain mencuat. Faktanya setiap manusia yang normal (dalam konteks hormonnya tidak terganggu) adalah wajar jika pada suatu waktu merasakan rangsangan seksual. Sekali lagi kami tegaskan, kami tidak berniat sedikitpun untuk merangsang mereka, kami juga merasa aneh, malu dan rishi saat seseorang tiba-tiba terangsang. Jika terlanjur terangsang, sebagai manusia yang diberikan akal dan logika (yang membedakan kita dengan binatang) adalah menahan nafsu itu sendiri. Saya yakin masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang cerdas dan memahami peraturan serta norma-norma (perlu diingat; norma itu berbeda di setiap daerah, norma juga bisa disesuaikan dengan perkembangan pola hidup/sikap yang disepakati oleh seluruh pihak yang bersangkutan; konsep sosiologi) untuk tidak sembarangan melakukan pelecehan.

Apakah kami menyalahkan kalian? Kami tidak menyalahkan kalian, kalian pun merdeka dengan pemikiran kalian, sudah terlulis juga dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang, “KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM”. Namun kalau dengan pendapat kalian, kalian hanya menggunakan perspektif kalian tanpa paham apa yang sebenarkan kami perjuangkan, maka seperti yang diatur dalam Bab XVIII tentang Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang Pasal 335 KUHP yang rumusannya berbunyi:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak tiga ratus rupiah;

Ke-1: barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri atau orang lain.

Ke-2: barangsiapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.

(2) Dalam hal diterangkan ke-2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.

Jelaskan, kita sama-sama merdeka? Jadi seluruh rakyat Indonesia telah benar-benar merdeka. Merdeka!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

penulis bertanggung jawab atas tulisannya, pembaca bertanggung jawab atas sudut pandangngya, namaste ?