Surat Terbuka untukmu yang Pernah Mencintaiku. Ternyata Rasanya Memang Sedalam dan Semanis Itu

surat untuk yang pernah mencintaiku

Surat ini aku persembahkan untuk kamu yang dulu mencintaiku.

Advertisement

Hai kamu,

4 tahun yang lalu kita berjumpa di sebuah acara. Berawal dari rasa penasaran aku bertanya siapa dia. Hingga di akhir acara sebuah drama mendekatkan kita. Kamu yang memulai percakapan kita saat, berawal dari status BBM kala itu.

Satu tahun berlalu kita dalam status kakak adik. Hingga suatu hari aku pertanyakan keseriusanmu. Kamu pun akhirnya mau menyatakan perasaanmu dan menawarkan bersama dengan status yang berbeda.

Advertisement

Aku tidak langsung menjawab kala itu. Aku pikir baik-baik dulu tawaranmu, karena aku tahu ada nama wanita lain di tengah-tengah kita kala itu. Hingga pada tanggal 30 aku beranikan diri untuk menerimamu. Mengikrarkan komitmen dibatasi jarak hingga 500 km.

Menyandang status berbeda tanpa berjumpa memang berbeda. Hingga saat ini aku masih ingat kala kita akan jumpa dengan status itu untuk pertama kalinya. Canggung, berdebar-debar di dada ini. Kamu hanya balas pesanku bahwa kamu sudah di depan. Aku tengokkan kepala ke arah pintu dan kutemukan senyummu di situ. Sungguh perasaan luar biasa.

Advertisement

Setelah itu hari-hari menjalani hubungan jarak jauh kita lalui bersama. Pesan-pesan beterbangan. Telepon setiap malam. Tabungan dikumpulkan hanya untuk menyembuhkan rindu. 1 tahun sebagai sepasang kekasih saat itu kita lalui berdua. Dengan modal seadanya kita bahagia.

Tahun kedua kita lalui dengan tantangan lebih berat. Pertanyaan orangtua tentang pendidikanmu. Restu yang masih dipertanyakan. Bersama-sama kita hadapi perlahan. Pertemuan dengan keluargaku di saat hari kelulusanku dari kampus. Insiden pagi-pagi kita berdua kala itu. Kamu yang canggung hanya bisa mengirim pesan padaku untuk menemanimu yang tidak berani keluar dari kamar. Setelah itu giliranku. Aku yang jauh-jauh datang dengan canggung ke rumahmu memperkenalkan diri seadanya.


Dengan keadaan kumal sehabis semalaman di kereta dan tak berjumpa dengan air mandi. Dengan komunikasi yang baik kita lalui itu hingga restu keduanya kita dapatkan. Kejelasan pendidikan mu telah diperjuangkan.


Tahun ke 3 kita mungkin tantangan terberat bersama. Keadaan karir kita berbeda. Tuntutan orangtua mulai berdatangan. Orangtuaku menanyakan keseriusanmu kapan kamu akan datang dengan orangtuamu ke rumahku. Sedangkan orangtuamu memiliki pemikiran yang berbeda jauh dari itu.

Pertengkaran demi pertengkaran makin menguat. Sifat-sifat yang sebelumnya tidak ada bermunculan. Hingga mulai saling mempertanyakan apakah prinsip kita sama. Apakah mimpi kita sama. Apakah cinta kita masih sama. Berawal dari sikap kekanakanku hingga berakhirlah semuanya.

Hingga di hari ulang tahunku kamu pun memutuskan untuk menyerah memperjuangkan hubungan ini. Awalnya kamu bilang butuh waktu untuk fokus dengan karirmu. Di hari kemudian kamu bilang kamu tidak lagi bisa denganku. Di hari lainnya kamu bilang kamu akan kembali padaku. Setelah itu berubah, bahwa kamu bisa saja tidak kembali.

Hai kamu…

Satu yang paling aku ingat saat ini. Kala kamu sakit dan aku di samping tempat tidurmu. Tidur dengan memegang tanganmu yang dipasangi infus. Mengusap muntahan dan keringatmu. Menyuapi kamu makan dan minum. Aku bahagia. Karena saat itu selesai dan kamu lebih baik. Kamu genggam tanganku serta kamu cium punggung tanganku dan berkata "Terima kasih sayang".

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Editor

une femme libre

CLOSE