Hey Kamu yang Terlanjur Pergi, Mungkinkah Akan Kembali Suatu Saat Nanti?

kamu yang terlanjur pergi

Sebelum hari ini, aku tidak pernah percaya yang namanya depresi karena patah hati. Beberapa muda-mudi yang mengumbar perasaan galau ditinggal pujaan hati di sosial media, so what? Memang orang-orang peduli?

Pagi ini, aku memahami perasaan seperti apa itu. Sederhana saja, hanya ingin menyampaikan betapa dia harus menghancurkan semua pondasi mimpi-mimpi yang pernah dibangun bersama. Aku benar-benar berada di semua kondisi dan perasaan itu, sekarang. Aku menjadi bagian dari orang-orang alay itu. Dan aku lebih bodoh lagi, aku tetap menulis walau dia tidak akan mungkin membaca semua ini. Setidaknya, aku berharap sakit ini berkurang dengan menuliskannya.

Segala bentuk penyesalan datang bertubi-tubi semenjak dia pergi. Mulai dari hal sederhana hingga paling kompleks sekalipun. Mulai dari tolakan untuk menemaninya service laptop, hingga ajakan untuk main ke rumah. Membuat setiap tarikan nafas terasa begitu sakit untuk dikeluarkan. Sesak yang terasa di tengah malam yang membuat tidak bisa tidur. Aku berubah menjadi sosok yang membenci malam, membenci segala bentuk kesunyian.


Kenapa aku tidak pernah peduli? Bagaimana bisa aku tidak memikirkan sedikitpun tentang perasaannya? Aku marah pada diri sendiri, semua ini adalah buah dari ketidakarifanku.


Pagi hari, ada sedikit semangat untuk melanjutkan hari walau rasa luka masih masih ada setiap helaan nafas. Aku benar-benar kacau. Entahlah, dia di sana merasakan hal yang sama. Atau mungkin sebaliknya? Aku tidak pernah tau walaupun aku ingin. Semua kesalahan berporos padaku. Dia pergi, dia menyerah, dia kecewa karena segala ketidakpedulian.

Tapi bagaimana caramu menilai ketidakpedulianku? Aku tidak tahu. Apakah dari pesan-pesanmu yang sering terlambat ku balas karena tidak ada signal di tempatku bekerja? Atau mungkin karena aku yang tidak pernah mengajakmu 'jalan' seperti orang lain sambil bergenggam tangan? Atau karena aku yang belum jua datang ke rumahmu? Jika ia, dia melakukan hal yang tepat. Aku tidak melakukan semua itu.

Dia hanya tidak pernah tahu, segala hal yang sudah kusiapkan untuk kami berdua menyongsong masa depan. Aku pasti akan menggenggam tangannya, jika waktunya telah tiba. Tapi sekarang, dia sudah tidak mengingkannya sama sekali. Dia mendadak berubah menjadi orang lain yang tidak kukenali.

Jika keberadaanku hanya akan membuatmu susah, percayalah aku sedang belajar menjauhimu. Aku akan butuh waktu yang lama karena ini semua tidaklah mudah. Semua mimpi-mimpi yang kususun sebelum tidur, janji-janji kehidupan yang kupegang di pagi hari serta usahaku banting tulang untuk mewujudkannya hilang, sirna seketika.

Kudengar, kau sudah mendapatkan janji kehidupan yang baru. Benar bukan? Semudah itukah bagimu untuk 8 tahun yang kita lalui? Ah, aku benar-benar tidak percaya kau berubah secepat itu karena ketidakarifanku. Tapi tidak mengapa, setidaknya kau tidak lagi menangis.

Mungkin seseorang yang baru menggenggam tanganmu dengan erat, membuat tertawa, membalas bak kilat semua pesan-pesanmu, dan memiliki visi kehidupan yang relatif sama denganmu. Kau pasti sedang dimabuk asmara di ujung timur sana, dan di sini aku masih menguntai benang-benang kenangan yang sudah kusut. Sekali lagi, tidak mengapa. Semoga kau bahagia dengan pilihanmu, dan ketahuilah kau sudah memiliki satu tempat di sini yang mungkin tidak tergantikan.

Sekarang tinggalah diriku, dengan nafas kerinduan yang menikam setiap detiknya, dengan langkah kaki yang tiba-tiba terhenti. Kau pernah bilang


"Sibukkan dirimu, maka ini adalah hal yang mudah".


Itu yang kau lakukan untuk melupakanku? Aku sudah mencobanya, bekerja gila tidak kenal lelah. Menerima setiap tawaran pekerjaan yang bukan seharusnya, tapi aku tetap tidak bisa. Sibuk kita berbeda. Sibukmu untuk melupakanku, dan sibukku adalah untuk persiapan membahagiakanmu. Bagaimana mungkin aku bisa?

Tapi jawabannya hanya satu, aku percaya Tuhan. Ketika Tuhan memisahkan kita, artinya ada rencana indah lain untuk kita berdua walaupun dengan orang yang berbeda.

Hari ini, aku kembali melangkah.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Merenung dalam diam

Editor

une femme libre