Karena Cinta Begitu Murni dan Tulus, Kurelakan Hati Ini Melepasmu yang Tak Lagi Ingin Bersama

Selamat malam kekasihku,

Advertisement

Meski sedang lelah dihajar oleh beragam rutinitas, pada malam yang gelap dan sunyi ini, kusempatkan waktuku sejenak menuliskan bait demi bait kata ini. Sesungguhnya, ada sejumput rasa berat hati ketika membubuhkan perasaanku pada lewat huruf demi huruf. Bahkan untuk memulai prakata tulisan ini dengan memanggilmu kekasihku saja, aku menjadi semakin ragu.

Dahulu, aku dan kamu sama-sama tulus berbagi hati. Segenap waktu tak pernah ragu dibagi meski kesibukan menyapa diri.

Dewi cinta nampaknya sedang senang menyelimuti aku dan kamu saat itu. Kita kerap menghabiskan waktu bersama untuk bercerita banyak hal. Kita bahkan turut berjanji menyisakan sedikit waktu agar dapat terhubung dengan telepon sebelum waktu tidur. Seiring waktu, sesibuk apapun itu, kamu selalu menjadikanku prioritas nomor satu. Lantaran itu, aku bangga memiliki kamu yang bisa diandalkan sewaktu aku perlu.

Kamu pula yang kujadikan sandaran kala perasaanku gundah gulana. Mungkin kamu tak bisa membantu menyelesaikan probleman secara sempurna. Namun setiap kata bijaksana nan sederhana yang terlontar darimu, sungguh mampu menenangkan jiwaku yang sesekali merapuh. Aku pun kembali diam dalam kenyamanan.

Advertisement

Kini, hanya aku yang mencintai sendiri. Sedangkan kamu, orang bertanya pun aku tak sanggup menjawab lagi.

Lain dahulu, lain pula kini. Aku tak tahu lagi bagaimana menjelaskan yang sedang terjadi hari ini. Kehangatan dan kasih sayang darimu tak bisa terjamah lagi. Kamu semakin larut dalam rutinitasmu sehari-hari. Barangkali, ini adalah tanggung jawab yang perlu kamu pikuli hingga waktu tiada tersisa lagi. Aku memaklumi semua ini. Tapi, bukankah saling menghubungi sudah menjadi janji hingga nanti?

Kerapkali aku mengelus dada berkali-kali. Semua itu terjadi selagi setiap orang menanyai keberadaanmu. Ironis, aku sendiri tak tahu di mana kamu tengah menyendiri dan menikmati waktu. Aku merana di sini dan selalu bertanya-tanya, apakah aku telah melakukan hal bodoh hingga mengakibatkan dampak sebesar ini?

Advertisement

Bukankah cinta tidak bisa sendiri-sendiri dan sepihak? Bila memang begini, berjalan sendiri adalah hak yang mutlak.

Akhirnya, aku mengerti. Cinta dapat diamini bila perasaan itu datangnya tak dari satu sisi. Cinta itu bisa diyakini jika aku dan kamu tak berjalan sendiri-sendiri. Cinta bukanlah neraca yang oleng karena berat di sebelah kiri. Untuk apa kamu tulus mencintai jika ia tak turut ikhlas mencintai? Jika memang cinta tak harus memiliki, biarlah diri ini sendiri dan mencintai dari sudut jauh ini. Sungguh, aku tak ingin menjadikan hubungan ini nisbi.

Jika kamu memang tak mengingini lagi cinta suci ini, baiklah aku pergi. Toh, cinta harus berasal dari ketulusan hati yang kita akui. Dengan rela hati, aku ingin diriku bahagia dengan diri sendiri dan kamu pun bahagia entah dengan siapapun lagi. Inilah hal yang aku ikhlasi. Tak luput, doa untuk kebahagiaanmu akan selalu aku semogakan meski kita tak berjalan di sama sisi. Amin.

Dari aku,

Wanita yang telah menjadi masa lalumu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement
Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mesin karaoke berjalan yang gemar film hantu

CLOSE