Kaulah Fatamorgana, Oase di Tengah Gurun yang Hilang Tanpa Jejak

Aku sudah berdamai dengan hidupku

Aku sudah berdamai dengan hidupku. Aku juga sudah berdamai dengan diriku. Aku sudah bisa berdiri tegak, terus berjalan meski rintangan kerap menghadang. Aku pun sudah bisa tersenyum menatap dunia. Aku menemukan semangatku kembali ketika menyambut mentari di pagi hari.

Kutenggelamkan diri dalam duniaku yang penuh mimpi-mimpi yang kini tengah kuperjuangkan. Merancang masa depan yang penuh teka-teki dan harapan. Hingga aku sudah mulai beranjak dari masa lalu

Aku sudah lupa dengan pahitnya, dengan jatuh bangunnya. Aku tak ingin mengingatnya ataupun merasakannya lagi. Hati ini sudah bebas terbang kemanapun yang ia mau, sendirian tanpa harus menunggu, tanpa harus beriringan, dan tanpa takut jatuh. Namun, setegar apapun aku hanya wanita biasa yang butuh penopang, yang butuh sandaran. Ditambah lagi kalimat mereka yang semakin lama semakin membebani pikiran, mengingat aku bukan anak remaja ataupun ABG lagi.

Ketika aku mulai lelah dengan segala masalah yang datang, ingin sekali rasanya menumpahkan semua keluh kesah, mengungkapkan semua isi pikiran untuk mengurangi sesak di dada.

Ku utarakan semua harapku kepada Sang Pemilik Hati. Semoga hati ini lekas dipertemukan dengan rumahnya

Hari silih berganti. Masalah hidup datang kian mendera hingga sampai pada puncaknya. Aku kewalahan dan hampir gila dibuatnya. Mungkin Tuhan iba melihatku yang nyaris roboh waktu itu.

Lalu, aku dipaksa menemuimu dan mengenalmu. Yang berujung hatiku jatuh, di kamu. Sosokmu riang penuh canda sukses mencairkan suasana. Gelak tawa menghiasi awal pertemuan kita. Ada secercah harapan di sana, berdiri di depan pintu hati. Mengajak menggapai asa. Hatiku berdesir lirih.

Di tengah gurun yang panas setelah diterjang badai pasir, tampak sebuah oase dari kejauhan. Semakin dekat semakin jelas, dapat kurasa dingin dan sejuk

Aku pikir ini adalah isyarat dari Tuhan. Aku pikir kamu adalah jawaban dari do’aku. Aku pikir inilah akhir penantianku selama ini. Celah yang kau buka cukup lebar untuk menarik hatiku. Sekeras apapun aku berkata tidak, hati ini selalu mengiyakan. Sebisa mungkin aku menjaga hati, namun tak sanggup lagi membendung rasa yang mulai terpikat. Semuanya mulai berwarna meski masih samar.

Aku hampir lega menemukannya yang kukira bisa menjadi tempatku pulang

Sampai aku menemukan kenyataan bahwa bukan hanya aku wanita yang kau beri celah, bukan hanya aku wanita yang kau dekati, dan bukan hanya aku wanita yang kau beri harapan. Mungkin aku yang terlalu terbawa perasaan. Tapi tidak, kau memang pemain ulung. Pemain hati yang pandai bersajak manis. Siapa saja kau dekati demi mendapatkan yang terbaik. Kau memang memiliki segalanya tapi bukan berarti kau bisa bermain hati sesenang hatimu. Aku bukan baju yang bisa kau coba lalu kau bandingkan dengan beberapa pilihan sebelum kaujatuhkan seleramu.

Setitik cahaya yang kusangka nyalanya akan menerang, justru padam mendadak. Setitik kilau air di tengah panasnya gurun, justru lenyap seketika

Ternyata aku salah, ternyata hatiku keliru. Kamu hanyalah, fatamorgana. Yang sama seperti lainnya, yang sama seperti masa laluku, yang hanya menanam harapan tanpa kepastian, yang hanya menebar janji tanpa bukti, yang hanya mengenal, mencuri hati, lalu pergi.

Tanpa permisi, tanpa jejak.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

*just believe in Allah* Traveling - Photography - Wanderlust