Kedisiplinan Merupakan Salah Satu Permasalahan yang Cukup Banyak Terjadi Pada Generasi Milenial

Padahal belajar disiplin bisa memberi manfaat dalam kehidupan.

Secara etimologi disiplin berasal dari bahasa Latin “disibel” yang berarti Pengikut. Seiring dengan perkembangan zaman, kata tersebut mengalami perubahan menjadi “discipline” yang artinya kepatuhan atau yang menyangkut tata tertib.

Advertisement

Ketika berbicara tentang kedisiplinan, kita tentu tidak bisa terlepas dari pembicaraan mengenai ketaatan dan kepatuhan. Sejak awal kehidupan, manusia sebenarnya dituntut untuk punya kepatuhan atas aturan-aturan yang sudah digariskan, misalnya oleh orang tua, guru, penegak hukum, dan sebagainya.

Sayangnya, generasi milenial saat ini cenderung dinilai sebagai generasi pemberontak yang tidak suka patuh dengan aturan. Widya, misalnya, mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Jakarta yang juga warga Bintaro Jaya menyatakan, “Anak muda sekarang kan cenderung ingin dianggap seru, asyik, lalu dinamis, jadi kalau dikungkung dengan banyak aturan, wah, males banget…!” 

Karena kebiasaan memberontak tersebut, generasi milenial seringkali dicap sebagai generasi malas, mau serba praktis dan manja. “Ah, ribet banget!” begitu biasanya keluhan mereka. Namun, sebenarnya cap “malas” pada generasi milenial tidak bisa dianggap benar juga, karena setiap generasi pada dasarnya ingin punya ciri khas, dan kekhasan generasi milenial adalah berpikir secara kritis. Yang di maksud kritis di sini adalah tak ragu untuk berdebat dan mengutarakan pertanyaan atas banyak hal, yang kadang menimbulkan kesan “rewel”. 

Advertisement

Bagi mahasiswa masa kini, agaknya hidup secara disiplin itu dianggap susah, sebagai contoh yang paling sering terjadi adalah kehdiran tepat waktu. Cukup banyak mahasiswa milenial yang telanjur membudayakan budaya ngaret. Masuk kelas yang seharusnya jam 8 pagi, tetapi datangnya jam 8:30. “Ya sih, saya sering juga terlambat,” jelas Widya sambil terkekeh. Padahal dengan keterlambatan tersebut, kita dapat merugikan orang lain dan diri sendiri, karena ketika kita terlambat, kita akan ketinggalan informasi dan ilmu, selain itu mengganggu konsentrasi teman-teman dan dosen yang sedang mengajar.

Setelah itu, generasi sekarang punya kecendrungan tidak bisa membagi waktu antara bermain dan belajar. Generasi milenial cenderung menghabiskan waktunya untuk bermain daripada belajar atau mengerjakan tugas. Hal ini terjadi karena generasi ini berpikir, tidak ada gunanya belajar dan mengerjakan tugas karena masa depanku bukan tergantung pada tugas-tugas dan nilai. Akan tetapi, hal itu juga salah. Kita bisa menjadi lebih mudah untuk mencapai kesuksesan apabila kita belajar dengan baik saat di perkuliahan sehingga ilmu-ilmu tersebut dapat berguna saat bekerja nanti.

Advertisement

Untuk kedisiplinan di tempat umum, banyak sekali kaum milenial yang tidak suka mengantre. Memang benar waktu adalah uang, tetapi generasi milenial sering kali menganggap kita harus cepat, karena mereka banyak urusan lain yang seolah-olah lebih penting daripada kepentingan orang lain (egoistik, intinya). Padahal dengan mengantre dengan tertib, berarti menghargai waktu kita dan waktu orang lain.

Apabila posisinya di balik, saat kita sedang mengantre dan ternyata ada yang menyerobot, hal tersebut akan membuat kita sangat jengkel tentunya. “Ya sih, bener juga ya…?” cetus Widya. Belum lagi masalah keteraturan lalu lintas. Di banyak pemberitaan, setiap hari banyak saja kejadian pelanggaran lalu lintas, dari yang tingkat rendah hingga yang menimbulkan korban jiwa. Padahal dengan bersikap disiplin dan mematuhi peraturan lalu lintas, kita akan terhindar dari kecelakaan dan masalah. Apabila tidak mau mematuhi peraturan lalu lintas, tingkat kecelakaan akan meningkat. 

Praktisi komunikasi senior yang berasal dari generasi non-milenial, Kiki Soewarso menyatakan bahwa generasi milenial merupakan generasi yang mudah terkecoh dengan hadirnya teknologi yang semakin canggih ini. Contohnya seperti gadget, teknologi modern ini sangat gencar menyerbu anak-anak milenial.

Sehingga kehidupan anak milenial memiliki lebih banyak tantangan dibandingkan generasi sebelumnya. Dengan adanya teknologi modern yang serba mudah dan instan ini, banyak menyebabkan generasi milenial yang akhirnya terlena, melalaikan tugasnya dan memilih untuk bersantai-santai. 

Dalam menyikapi perkembangan teknologi ini, generasi milenial dianjurkan untuk menjadi disiplin dan berkomitmen untuk mengutamakan hal yang menjadi tujuan utama, diutamakan terlebih dahulu daripada mengutamakan hal lain yang kurang penting.

Dosen senior yang juga Head of Centre for ASEAN PR Studies dan warga BSD, Yuliana Riana Prasetyawati, MM, sependapat dengan hal tersebut. Bagi Yuliana, anak milenial sejak dari kecil sudah lebih kritis karena kaum milenial mudah sekali mengakses informasi sehingga kaum milenial menjadi lebih kritis. Sedangkan saat generasi sebelumnya, pengaksesan informasi tidak semudah sekarang. Zaman ini, untuk mendapatkan informasi tidak perlu membaca media cetak lagi, mereka tinggal mengaksesnya lewat internet. “Generasi milenial dengan generasi saya berbeda; pada generasi saya dulu, kami apabila diberi perintah, kita akan cenderung menurut dan tidak banyak berdebat.

Akan tetapi, generasi milenial lebih berani untuk berpendapat, mereka selalu bertanya kenapa mereka harus melakukan hal tersebut. Apabila hal itu bermanfaat, mereka akan melakukannya, tetapi jika tidak dianggap bermanfaat, mereka akan menolak melakukannya dengan keras”, kata Yuliana. Itu sebabnya, kini sering terjadi konflik antara generasi milenial dengan non-milenial. 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE