Kelak di Suatu Pagi, Ketika Mentari Kembali Menepati Janji Kau Menerimaku Sebagai Teman Hidupmu

Bukankah hidup itu terlalu sering menyuguhkan banyak peristiwa tak terduga

Dear kamu,

Advertisement

Apa kau pernah merasakan debar yang serupa? Dag dig dug tidak berirama. Lalu, apa kau juga pernah bermimpi tentang sebuah bahagia di depan para saksi mata? Semua hati menebar doa-doa baik untuk kita di sana. Lalu, apa kau tidak mengharapkan hal yang serupa? Kita berdua duduk manja menertawakan kekonyolan perihal hati yang dulu pernah patah karena cinta. Kini lihatlah, hati yang patah itu berbahagia karena cinta baru yang Tuhan kirim tepat setelah ia mampu sepenuh penerimaan.

Apa kau tak ingin merasakan debar yang seperti itu?

Ketika melihat teman seusia tidak lagi menggendong kesendirian melainkan anak-anak yang bertambah jumlah. Apa kau tidak sedikitpun merasa iri? Setangguh dan sesabar apakah hati yang kau punya itu? Bisakah kau mengajarkan hal yang serupa padaku?

Advertisement

Ajarkan aku mengendalikan hatiku.

Bukankah hidup itu terlalu sering menyuguhkan banyak peristiwa tak terduga. Semisalnya. Kemarin ku lihat mereka berjanji setia sampai tua. Lalu esoknya, berganti pegangan jiwa. Kemarin pula kulihat sepasang remaja bahkan telah menghabiskan banyak waktu hanya untuk kekasihnya. Dan kau tahu, lucunya ialah perempuan yang menjadi kekasihnya itu sudah terlalu sering disuapi dengan janji-janjinya.

Advertisement

Bukankah hidup itu sungguh luar biasa dan tak bisa diduga? Esoknya siapa yang menduga, jika akhirnya dia pertemukan dengan kekasih sejatinya yang tidak lagi menyuguhi janji-janji melainkan kesetiaan sampai akhirat nanti.

Bukankah Penciptamu tepat waktu? Lalu kenapa terburu-buru saat berdoa ataupun menghamba?

Aku? Tak terkecuali. Terkadang ketika segumpal darah itu tidak mampu aku kendalikan, ia membuatku penuh dengan prasangka-prasangka. Mempertanyakan semua jawaban atas doa-doa, menerka setiap petunjuk dariNya. Menghibur diri dengan rindu yang tak bertuan. Ah! Tidak apa! Aku telah terbiasa dengan air mata. Bahkan aku lupa kapan terakhir air mata kering tak bersisa.

Iya, aku, bahkan kau pasti belum menemukan jawaban atas doa-doa. Tanpa terkecuali seseorang yang berdoa dengan penuh damba. Banyak pertanyaan bermunculan seketika. Apa mungkin doa-doaku tidak tangguh? Apa mungkin hatiku tidak penuh? Apa aku tidak terlalu bersungguh-sungguh?

Banyak hal berkelumit dalam kepala.

Yah, mungkin karena itulah kenapa doa-doa kita tidak pernah mampu melewati badaiNya. Dan, mungkin aku hanya tidak setia menggenggam doa-doaku padaNya. Oleh karena itulah tanggal bahagiaku belum juga nyata.

Dear kamu.

Akulah hampa yang mematut diri dalam jamuan doa-doa. Berharap Tuhan hadirkan secercah cahaya bagi hati yang menanti dalam setia. Aku menerka-menerka perihal sebuah rasa. Menafsirkan setiap kata dalam ruang hampa. Kekata yang hadir bersama sepotong asa. Bisakah kau mengajarkan aku arti sebuah penerimaan? Ajarkan aku mengaku pada ketiadaan bahwa berpura-pura merelakan adalah usaha hampa yang tak pernah ada.

Pertemuan. Perpisahan. Pertemuan. Perpisahan. 

Mengingatkanku perihal harapan yang belum terpenuhi. Jalan ceritaku mungkin masih berputar-putar diantara pertemuan dan perpisahan. Entah kapan akan berakhir pada sebuah kepulangan. Namun siapa yang bisa menerka? Tidak ada. Itulah yang membuat Pencipta semesta begitu terlihat perkasa. Sebab ia penuh dengan rahasia-rahasia.

Apakah aku penasaran? Tentu saja. Tanpa terkecuali.

Tetapi kenapa aku harus menghabiskan setiap hari yang terlewati dengan praduga-praduga. Bukankah perihalnya adalah ketentuan yang nyata. Kau mungkin tidak akan pernah mengerti makhluk yang Tuhan ciptakan dengan penuh pertimbangan. Perempuan. Kemauan serta harapan yang selalu satu paket dalam diri perempuan. Ketika ia masih gadis lucu, ia hanya menyukai mainan. Setelah usia beranjak dewasa, ia mulai menyukai sebuah kepastian.

Yah, aku pun terkadang juga tak paham mengapa perempuan begitu sulit dalam hal mengungkapkan. Padahal akan lebih mudah menyelesaikan perihal perasaan jika kita sedikit saja blak-blakan. Ah, sayangnya aku pun sama. Hanya mampu berkata-kata dalam dada tanpa pernah mencoba bersuara.

Baiklah ini hanyalah kata-kata yang tersumbat dalam kepala, sengaja ku bungkus dalam kemasan yang mudah dicerna. Aku bukan siapa-siapa tanpa bantuanNya, Dia yang Maha Luar Biasa memampukan jemariku menari dalam lembaran kata-kata.

Semoga saja kau paham apa yang hendak aku jabarkan. Kau boleh beranggapan bahwa ini hanyalah semacam keluhan. Bagiku ini merupakan doa-doa yang aku tak mampu lisankan.  Kau tahu perihal hati itu. Ia adalah segumpal darah yang gampang berubah-ubah, terkadang kau mabuk karenanya, terkadang kau hampir tak mampu mengendalikannya. Gampang sekali Tuhan mempermainkanmu dengan hanya segumpal darah. Dan terkadang yang hampir tak bisa kau hadapi ialah datangnya hari di mana kau dapati sebuah masalah sebab segumpal darah yang berulah.

Aku pernah. Sering kali malah.

Pertama mengenal sebuah warna baru dalam dada misalnya. Aliran darah menjadi tak biasa. Jantung berdebar tak berirama. Apalagi jika penyebabnya adalah seseorang asing yang tidak pernah kamu sangka. Cinta!

Dear kamu. Kamu yang entah aku tahu siapa atau belum aku ketahui siapa. Padamu, rindu selalu nyata. Padamu, hati selalu merasa bara. Padamu, kegelapan menghadirkan cahaya. Padamu, Takdirku menjadi sempurna. Membangun cinta selamanya hingga surgaNya. Dear kamu. Mungkin saja di suatu pagi, ketika mentari kembali menepati janji. Kau mau menerimaku sebagai teman. Teman melewati hidup yang tersisa.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

stay true, stay faithful, stay loyal

CLOSE