Kepadamu, Tuan yang Telah Memahat Harapan

Setelah semua yang kita lewati, bisakah kita menyederhanakan yang mulai terasa rumit ini? Tak perlu membicarakan yang memberatkan kepala. Tak perlu menjanjikan selamanya karena ada sementara yang tak bisa kita pungkiri hadirnya. Cukuplah merayu-Nya untuk merestui kita bersama.

Jika kau memiliki mimpi yang sama denganku, marilah kita mulai menyemogakan segala ketidakmungkinan ini. Kita saling membersamai hingga kita bisa tahu pantai mana saja yang memiliki pasir putih yang halus bak tepung ataupun pasir yang hitam legam. Kita juga akan menamai anak-anak kita dengan aksara alam. Hingga kelak mereka akan tumbuh membaui aroma khas kulit yang terpapar panasnya matahari. Hingga nantinya mereka akan terbiasa bermain dengan riak air laut dan bercumbu dengan pasir serta biota laut lainnya. Lalu mereka pun akan terbiasa menjadi objek dari lensa kamera yang tak akan bosan mengabadikan potret-potret kebersamaan.

Dan setiap akhir tahun, kita akan mengajak mereka menapaki jalan-jalan baru. Mengintip dunia baru yang jauh dari hiruk pikuk klakson kendaraan. Menghirup udara tanpa polusi. Meninggalkan piranti-piranti dunia modern yang mulai menjauhkan kedekatan. Bercengkerama bersama dengan beralaskan tanah dan beratapkan langit. Kau pun akan mengajari mereka bagaimana membidik galaksi bima sakti yang terlampau indah itu. Kita akan menyanyi, tertawa hingga tertidur bersama sampai duet bilur embun dan matahari pagi akan membangunkan kita.

Kita akan membersamai mereka hingga mereka menemukan masa depannya. Hingga nanti mereka akan meninggalkan rumah kita lalu datang dengan cucu-cucu yang membuat kita seakan mengulang memori masa lampau. Dan kita akan membuka satu per satu album foto, menceritakan pada cucu-cucu kita bahwa dulunya kita pernah membawa orangtuanya menjelajah beberapa belahan bumi yang belum semuanya. Percayalah, wajah-wajah kecil itu akan antusias mendengarkan kisah kita hingga bibir-bibir mungil itu akan melantunkan pertanyaan-pertanyaan tak terduga.

Akhirnya kita akan duduk berdua di setiap senja dengan usia kita yang mulai menyenja. Memandangi setiap potret diri yang telah kita abadikan. Sambil sesekali kita berkelakar tentang kejadian-kejadian yang pernah kita alami. Seperti tentang aku yang sakit perut lalu berlari mencari toilet saat aku menemanimu memotret. Atau tentang kebanggaanmu setiap kali berhasil menangkap kilau langit senja dengan lensa kesayanganmu. Kita akan mengenang semua itu dengan senyum mengembang yang sedikit menyamarkan keriput di wajah kita.

Tuan, jika kau membaca tulisan ini dan darahmu seakan berdesir, maka pejamkan matamu sejenak. Bayangkan saja jika apa yang aku tulis ini menjadi nyata. Apakah seperti yang kau harapkan? Ataukah bukan hal yang kau inginkan? Lalu tariklah nafas panjang dan biarkan hatimu menjawab. Untuk memilih menjalani sisa usiamu bersamaku ataukah melepaskanku sambil membantuku mengubur segala harap yang sudah tercipta ini.

Tuan, aku masih menunggumu memilih. Entah sampai kapan. Mungkin hingga jengah. Hingga aku bisa dengan sendirinya enyah. Dan kau akan menyadari bahwa selama ini kau hidup dalam pongah.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Nutritionist Registered yang berkecimpung di dunia pendidikan. Jatuh cinta dengan Nusa Tenggara Timur. Tak dinyana tak disangka, penempatan kerja di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Menyukai pantai, langit birunya, dan senja yang selalu eksotis di tanah timor. Menjadi bagian dari Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Kupang dan 1000 Guru Kupang.