Kepulangan yang Hakiki

Apa yang terlintas dibenak kita saat mendengar berita kematian?

Advertisement

Adakah duka menyelimuti? Ataukah duka hanya teruntuk sanak saudara yang dekat dengan orang yang kini bergelar almarhum?

Adakah rasa takut dalam diri? Atau justru rasa acuh tak tertandingi?

Teringat sebuah kisah, tentang bagaimana seseorang yang begitu takut dikenal oleh orang lain, begitu takut kebaikannya diketahui, tidak menginginkan kepopuleran sama sekali. Hanya karena apa? Hanya karena ia tidak ingin ketika ia dipanggil mengahadap-Nya, orang-orang akan bersedih lantas menangisi kepulangannya. MasyaAllah…

Advertisement


Bahkan ujian terbesar adalah saat berusaha merelakan apa yang kita anggap milik kita, dalam kata yang disebut "ikhlas". Padahal sejatinya tidak ada yang kita miliki. Semua hanya milik-Nya. Hanya Dia-lah sebaik-baik tempat kembali.

Irji’ ilallaah…


Advertisement

Kembali tentang sebuah kepulangan.

Saat kembali ke rumah atau ke kampung halaman, apa yang kita rasakan?

Tentu merasa girang dan sangat bahagia.

Bagaimana dengan kepulangan kepada-Nya dan menghadap kepada-Nya?

Tiadakah kita merindu pada tempat asal kita?

Tiadakah kita merindu bertemu kekasih Allah, sebaik-baik makhluk yang Ia ciptakan?

Tiadakah ingin berjumpa dengan para sahabat beliau?

Tiadakah ingin menghampiri telaga kautsar yang diceritakan dalam beberapa kisah mengenai beliau?

Semua itu hanya tentang kepulangan hakiki. Yang tiada lain mengingatkan bahwa tidak ada ke-sejati-an didunia ini. Tiada ke-kekal-an didunia ini. Yang ada hanya tentang semua hal yang terbungkus semu semata. Terlihat sejati nyatanya tidak. Terlihat sempurna nyatanya tidak. Terlihat jelas nyatanya tidak. Terlihat memiliki nyatanya tak ada yang kita miliki.

Lantas adakah yang perlu dibanggakan dari semua itu?

Saat kita menyadari bahwa kita hanyalah makhluk yang diciptakan dari tanah dan kembali ke tanah? Penciptaan dari mani yang ukurannya sungguh sangat kecil, lalu tercipta segumpal darah dan segumpal daging? Yang terkadang dengan angkuhnya mengatakan -aku-serba –aku-. Berbangga diatas jubah kepalsuan. Hanya sepatah kata penyombongan yang sama sekali tak layak diungkap oleh manusia lemah penuh nista.


Bahkan daun yang gugur pun sudah ditetapkan takdirnya.

Kita hanya menunggu waktu, kapan masa pengguguran itu berlaku. Apakah saat ber-aku- ataukah saat beradu dalam tasbih yang bergemuruh mengadu memohon dalam derai penghakiman diri.


Mati itu pasti. Dan semua orang tentu menginginkan kepulangan yang indah, tentunya dalam keadaan husnul khatimah. Aamiin allahumma aamiin.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

4 Comments

  1. Lisa Elisabeth berkata:

    hai kamu, kunjungi www(dot)dewa168(dot)com untuk mendapatkan hadiah sampai jutaan rupiah, kapan lagi~ harus kemana lagi .. gabung di sini.. 🙂

CLOSE