Untukmu yang Putus Harapan dan Patah Semangat, Percayalah Kerja Keras Tak Akan Berkhianat

Kerja Keras Tak Akan Berkhianat

Gulita tak selamanya menyelimuti langit, embun pagi masih bersahaja. Waktu sudah cepat menjelang Desember, walau akhirnya kembali lagi ke Januari. Tapi malam ini pupus, memikirkan dan merenungi diriku ini.

Advertisement


"Ah sial, aku kembali tertinggal, apa yang salah dengan diriku ini?"


Berkali-kali aku menyalahkan diriku atas ketidak becusan memanajemen hal-hal dalam hidupku ini. Orangtuaku khawatir, saudaraku mulai khawatir, tetangga-tetanggaku mulai mempertanyakan, teman lamaku? Ya tak menentu, kini mereka punya urusan masing-masing. Sama dengan halnya hari ini. Aku dikelilingi dengan orang yg mempunyai urusan masing-masing. Orang-orang punya kepentingannya sendiri. Makin hari makin menjadi-jadi. Yang mana orang lain belum tentu peduli dengan dirimu. Apakah kamu kecapekan, apakah kamu strees, apakah kamu mengalami sakit psikis. Mereka belum tentu peduli.

Bukan tidak penting tapi sebuah apresiasi akan mengantarkan kepada seseorang untuk bergerak dan terus bersemangat. Tapi ya mengapa harus menjadi pengemis apresiasi? mengapa harus dihargai dulu baru akan bersemangat? Ya hanya saja semua terjadi begitu saja, begitu tak terduganya kehidupan ini. Tanpa disadari kita beranjak berusia.

Advertisement

Ada apa di bulan Mei? Bulan ini menjadi titik balik diriku yg buta, gelap dan tak tahu arah. Berkali-kali aku ingin menyerah, pudar dan berharap orang-orang tak mengenalku saja. Tapi cahaya itu.. setitik dan sunyi selalu memberiku harapan, semangat dan makna.

Kadang aku berpikir untuk apa aku ini diciptakan? Apa tujuan hidupku? Setiap aku putus asa pertanyaan itu selalu muncul di benakku. Aku bingung, kadang kalau aku sendirian menghadapinya aku tenggelam. Sejak saat itulah diriku tak seperti diriku, aku berubah, aku tak bisa mengontrol diriku, aku lepas, dan tak terkendali. Tapi semua itu masih aku batasi, entah mengapa ada tembok besar dalam diriku agar aku tak benar-benar lepas kendali. Di kala inilah aku sering teringat dengan kedua orang tuaku.

Advertisement


Lagian sebuah jalan memang tak ada yg mudah untuk dilalui. Untuk bisa berjalan ke masjid saja harus rela berkorban menghancurkan rasa malas, menguatkan otot kaki, dan niat agar dilapangkan hidupnya.


Hidup adalah ladang perjuangan, di manapun dan kapanpun itu kita tak boleh lepas dari berjuang. Ketika kita capek beristirahatlah, pulihkan tenagamu, atur ulang strategi hidupmu. Dan mohonlah kepada-Nya. Dan jangan pernah menyerah.

Tepat di awal bulan Ramadan, umat Islam diwajibkan untuk menjalankan puasa selama sebulan penuh. Dan dari berbagai penelitian yg pernah dilakukan tentu puasa sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dari berbagai bidang ilmu juga telah membuktikannya.

Hanya saja orang masih kurang tepat memaknai puasa, ada yg berkata puasa diartikan untuk menghayati penderitaan orang miskin? Lalu pertanyaannya orang miskin menghayati apa? Puasa bukan sekadar urusan menahan makan minum tapi lebih dari itu menurutku.

Satu hal yg kurasakan bahwa ketika sebuah ungkapan/kata-kata yg dibagi ke media sosial akan berbeda arti, baik makna dan rasanya. Semoga pesan yang kumaksud tidak tereduksi.

Pada akhirnya kita tak benar-benar tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Hanya saja kita harus bisa menargetkan sesuatunya. Kita harus merdeka, jangan sampai diri kita terbelenggu, utamanya tugas-tugas kuliah yg semakin hari semakin bertambah, terlebih jika kita mengikuti sebuah organisasi mahasiswa.

Jadi, sebagai manusia yg lahir di era ini tentu kita tidak serta merta menentang arus yg ada. Memang ijazah tidaklah terlalu penting daripada skill kita. Tapi dengan kita menamatkan studi hal itu akan menambah kepercayaan diri kita ditengah era ini. Toh pendidikan bukan hanya sekedar mencari ilmu, tapi lebih dari itu yakni membuat ortu kita bangga karena anaknya bisa sekolah hingga bangku kuliah mungkin.

Lagi-lagi hanya saja, ya hanya saja kita tidak benar-benar di didik untuk menjadi manusia maju. Di sekolah malah terbentuk karakter buruh/pekerja, semua itu tidak salah tapi ya sayang saja. Hingga menurut pendapat beberapa pihak karena kelamaan dijajah Belanda sifat-sifat mental inlander yakni mental minder, lemah dan tidak percaya diri terpatri kuat dalam benak manusia Indonesia, padahal kita punya segudang potensi untuk menjadi bangsa yang berdikari dan macan dunia.

Satu kemungkinan, sekolah menurutku ialah sebuah gerbang untuk membuka pintu lainnya. Jadi kalau menganggap sekolah hanya sebagai tempat untuk mencari gelar saja atau mempermudah mencari pekerjaan saja tapi bila kita aktif maka pintu-pintu lainnya pun akan terbuka.

Dengam bersekolah kita mengenal berbagai macam karakter orang, ilmu hidup dan juga berbagai hal yang sebelumnya tidak benar-benar diketahui. Menjadi tahu saja menurutku sudah sangat bersyukur. Jadi kita tidak benar-benar buta dalam menghadapi kenyataan hidup yang semakim pelik ini. Dimanapun kehidupan adalah sebuah tantangan untuk kita terus berjuang sebelum kita benar-benar tiada.

Dan hanya saja jika hanya aku menyadari hal ini sedini mungkin, mungkin aku tak begitu terjebak mengenai titik balik pencarian jati diri kehidupan ini. Toh ini hanya titipan, dan kita diamanahi untuk mengkhalifahi bumi Allah ini, bumi cintanya dan cintaku. Satu kata yang menurutku cukup menggambarkan kehidupan ini yakni berjuanglah, kobarkan semangat juang dan jangan menyerah.

Jika kita mati sedang dalam keadaan berjuang itu lebih mulia daripada mati dalam keadaan malas. Jadi apa yang telah di siapkan untuk menyambut hari di mana aku mati? Amal? Harta? Karya? Sedekah? Kebaikan? Atau apa yang membuat dimana hari akhir masa hidupmu menjadi teladan bagi semua orang? Dan ini tujuan hidupku yakni bersiap untuk mati dan memohon ampunan darinya.

Dari sekian hasil perenunganku, penghayatanku dan olah pikirku mengenai polemik yang berkecamuk hingga akhirnya aku mengalami masa dimana aku sangat tidak bersemangat yaitu karena aku tak tahu apa tujuan hidupku. Dan ada tujuan yang lebih hakiki daripada hanya sekadar duniawi tapi tetap jangan lupakan bagian di duniamu, karena di dunia inilah tempat kita. Dulu aku mempunyai tujuan ingin menjadi ini dan itu namun setelah mencapainya lalu apalagi? Hingga tenggelam tanpa ujung, pupus gara-gara memikirkan hal itu saja.


Kita ini merupakan umat terbaik, umat terakhir, generasi terbaik yang menurutku Allah siapkan. Semua bentuk kemungkaran dan kebaikan sudah ada contoh riil bagaimana sebab dan akibatnya. Jika kesempatan seperti ini kita tak manfaatkan, bagaimana kedepannya.


Mungkin keadaan takkan seperti ini, hari ini benar-benar nyaman, mungkin esok kita tidak akan setenang dan sesantai ini, menikmati manisnya ramadhan sehangat ini bersama keluarga baru, semangat dan harapan yg terus baru di perbarui. Aku tak bisa membayangkan bagaimana keadaan saudara muslim kita di wilayah timur yg di sedang hangat diberitakan terjadi konflik.

Apa kabar kita hari ini? Sudahkah bersyukur? Generasi Al-Maidah 54?.


Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap tidak tega terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. (Al-Maidah ayat 54).


Bandung, 6 Mei 2019

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung, sedang belajar mengasah tulisannya. Semua adalah Guru, Semua adalah Murid, hayu kita sama-sama belajar.

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE