Ketika Aku Terjebak dalam Persimpangan Penuh Keambiguan

Berbicara soal cinta, mungkin setiap orang mendeskripsikannya dengan cara yang berbeda. Terlalu banyak yang menjelaskan kata ini dengan kalimat yang tidak semua sama. Cinta adalah saat di mana hati mulai mencecap rasa. Setidaknya itu menurutku.

Advertisement

Banyak orang dengan gamblang mengutarakan cinta. Tapi sulit sekali memberikan makna. Berbeda sekali denganku. Sulit bagiku untuk mengucap satu kata itu dengan lantang. Bukan tidak bisa, tapi apalah arti dari sebuah kata kalau hanya diucapkan dengan nada sumbang tak berima. Omong kosong. Hanya kata yang terucap lalu bisa saja disamarkan dengan datangnya angin, lalu dibawanya hingga lenyap. Tidak ada yang tersisa dan terendap.

Itukah yang diinginkan? Bukankah sejatinya cinta datang dari rasa yang perlahan mulai mendetakan hati? Aku tidak akan membicarakan cinta sedini ini. Setidaknya sebelum aku bisa mengucap cinta kepada dia yang mendetakan hati.

Aku harus belajar terlebih dahulu. Belajar untuk mengenali detak ini karena apa. Mencoba mengerti memahami setiap rasa yang tergambar dan memaklumi apa yang sudah tersirat. Barulah aku berani dengan tegas menyebutnya sebagai cinta. Sebelum sampai di situ, mungkin saja ini hanya sebagian dari rasa kagumku terhadapmu. Yang bisa saja menguap atau bahkan mengabur hilang tak berbekas.

Advertisement

Teruntuk kamu, sebuah nama yang seringkali muncul dalam doaku. Maafkan jika saja aku dengan lancang diam-diam mengagumimu. Berbisik kepada Sang pemberi cinta, ini sebenarnya perasaan yang seperti apa. Aku tidak berani bilang ini cinta. Bukan ingin menjadi pengecut yang hanya bisa bersembunyi dari kata “teman”. Tapi aku sendiripun sebenarnya gamang.

Jangan khawatir aku tidak akan mengganggu atau mengusik mu. Saat ini, aku hanya perlu belajar atasnya. Meyakinkan diri sendiri dari persimpangan keambiguan. Selagi aku belajar untuk itu. Aku berusaha untuk memantaskan diriku. Sebelum akhirnya setiap rasa bermuara jua. Memperbaiki diri agar kelak jika sudah waktunya tiba, aku tidak lagi bersanding dengan kata pesimis yang menjadi keraguan. Yaa, aku sedang dalam upaya pemantasan dan perbaikan diri.

Advertisement

Bukan ingin terlihat sempurna di hadapanmu nanti, karna memang tidak ada yang sempurna di dunia ini. Aku pun menyukai mu bukan karna kesempurnaanmu, justru karna apa adanya dirimu yang membuat ku ingin tau banyak hal tentang mu. Tapi setiap upaya perbaikan ini, agar kamu atau nama yang digariskan untukku nanti akan mengerti. Setidaknya kamu atau yang lainnya dapat menilai dari upaya yang sedang aku lakukan. Bukan sekedar menelisik masa laluku.

Setiap orang memiliki masa lalu, entah itu baik atau buruk sekalipun. Bukan ingin mengenyahkan cerita di masa lalu. Tapi bukankah hidup kita berjalan ke depan? Masa lalu kunci dari upaya perbaikan di kemudian.

Sebaik atau seburuk apapun itu, masa lalu tetap ada di balik punggungku. Dan aku melangkah untuk ke depan bukan berbalik ke belakang. Harapku untuk siapapun yang ada dan akan menemani langkahku nanti. Entah itu kamu atau yang lain, semoga akan berbaik hati menerima apapun yang sudah terekam dibelakangku. Mungkin saja aku pernah menjadi pribadi yang buruk. Tapi percayalah saat ini aku sedang dalam upaya perbaikan. Berdamai dengan diri sendiri atas apa yang sudah terjadi agar dendam dan sakit tak terlanjur mengakar.

Terkadang sering kali bertanya dalam diri, menebak-nebak dan mencoba mencari celah yang bisa saja tersirat, saat kita sedang bersama. Adakah bagimu perasaan berbeda ketika percakapan antara kita mulai bermula? Kalau saja boleh menawar soal rasa. Mungkin aku akan coba untuk tidak memiliki ini, dan memilih untuk berdetak atas nama yang lain. Tapi kepada siapa harus bernegosiasi? Perkara rasa itu soal hati yang menguasai, kadang akal pun sering kali terasa tumpul karenanya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE