Ketika Kamu Bermimpi Beli Mobil dan Rumah, Ada Orang-Orang di Luar Sana yang Bermimpi Hanya Ingin Sehat Kembali

Jika kamu sudah bisa mewujudkan mimpi itu, atau mungkin kamu sedang berproses ke arah sana, bersyukurlah.

Memiliki rumah dan mobil sendiri adalah impian banyak orang. Siapa yang tidak ingin memiliki kehidupan yang lebih baik dengan adanya 2 hal tersebut. Kedua hal tersebut bahkan menjadi salah satu hal yang dirasa banyak orang harus dimiliki walaupun harus dengan cara berhutang sekalipun. Begitu pentingnya rumah dan mobil di zaman milenial ini.

Advertisement

Rumah yang diinginkan banyak orang kadang adalah rumah yang sederhana. Yang penting cukup untuk tempat tinggal dan bisa membuat orang lain beranggapan bahwa kehidupan kita sudah mapan. Yang penting jika ditanya orang lain bisa menjawab alamat rumah kita sendiri. Pun dengan mobil. Asal bisa mengangkut banyak orang di dalamnya dan bisa membuat orang lain beranggapan bahwa kehidupan kita sudah mapan.

Jika kamu sudah bisa mewujudkan mimpi itu, atau mungkin kamu sedang berproses ke arah sana, bersyukurlah. Kamu masih diberi kesehatan dan kekuatan finansial yang menjadi perantara kamu bisa memiliki rumah dan mobil. Bersyukurlah jika kamu bahkan sedang kesulitan finansial sekarang dan harus menunda mimpimu itu. Semua kesulitan pasti berlalu. Kamu masih sehat dan memiliki uang untuk memenuhi kebutuhanmu sehari-hari.

Mengapa ketika kita bisa bermimpi memiliki mobil dan rumah harus kita syukuri?

Advertisement

Bahkan ketika belum memilikinya sekalipun. Mengapa?

Percayalah, banyak orang-orang di luar sana yang bahkan sekedar bermimpi memiliki rumah dan mobil sendiri tidak terbayangkan. Mimpi mereka hanyalah 1, sehat. Bukan mobil, rumah, atau uang yang banyak. Siapakah mereka?

Advertisement

Mereka adalah para fakir miskin dan anak yatim piatu yang mungkin hidup serba kekurangan. Hidup serba terbatas. Jangankan bermimpi untuk beli mobil dan rumah, untuk makan besok saja kadang mereka belum tahu ada uang atau tidak. Bahkan, jangankan untuk makan besok. Makan nanti siang dan malam saja mereka belum tentu punya uang untuk beli makanan.

Jika ketika kita terlusuri lebih dalam lagi, banyak fakir miskin yang berada di pelosok desa yang menderita penyakit ganas seperti tumor, kanker, dan lain-lain. Mereka tinggal di rumah yang sederhana, bahkan bisa dibilang tidak layak karena masih beralas tanah dan berdinding anyaman kayu. Dan, mereka menderita penyakit ganas. Jangan lupa, jarak rumah mereka dengan rumah sakit yang menjadi rujukan sangat jauh dan kebanyakan mereka terkendala biaya dan transportasi untuk menuju rumah sakit.

Kalaupun mereka memiliki kartu asuransi kesehatan seperti BPJS, mereka masih harus menanggung biaya yang tidak sedikit. Biaya tempat tinggal sementara, biaya makan, akomodasi, tansportasi, dan lain-lain yang pasti sangat memberatkan menurut kantong mereka. Mungkin bagi kita yang kehidupannya normal-normal saja, tidak akan pernah merasakan betapa susahnya kehidupan mereka disana.

Contohnya adalah seorang nenek bernama Jamilah. Nenek Jamilah ini tinggal di sebuah desa di perbukitan di Kulonprogo, Yogyakarta. Beliau menderita kanker sumsum belakang. Rumah beliau dari anyaman kayu. Alas rumahnya tanah. Rumahnya di tengah hutan. Jarak dengan rumah sakit yang bisa menangani beliau sekitar 50 km. Beruntung masih memiliki keluarga yang bisa merawatnya hingga usia tua.

Bisa kita bayangkan kehidupan beliau? Kena kanker, finansial terbatas, rumah (maaf) kurang layak huni, jauh dari perkotaan, rumah di tengah hutan, dan berbagai keterbatasan yang tidak pernah kita bayangkan. Kini, Nenek Jamilah sudah meninggal dunia. Yang menjadi pertanyaan, pernahkah kita bertemu dengan orang-orang seperti Nenek Jamilah ini? Atau mungkin pernahkah kita berniat untuk menemui orang-orang seperti Nenek Jamilah ini? Pernahkah kita berpikir bahwa siapa tahu, orang-orang seperti Nenek Jamilah inilah, yang kita bantu, yang akan menolong kita di akhirat nanti? 

Sudahkah kita peka dengan mereka?

Sudahkan kita memberikan bantuan kepada mereka?

Uang, tenaga, waktu, pikiran, perhatian kita? Sudahkah kita berikan kepada mereka?

Maka, tidak salah jika hakikat kekayaan yang sebenarnya ada 3. Jika pada suatu hari kita memilki badan yang sehat, tempat tinggal untuk kita tinggali (kos, rumah kontrakan, rumah sendiri, apartemen, dan lain-lain), dan makanan untuk hari itu, maka itulah hakikat kekayaan yang sebenarnya. Jika kita diberikan kelebihan, maka itu adalah ujian. Apakah kelebihan itu akan membuat kita bersyukur atau malah membuat kita lupa dengan Sang Pemberi Rezeki.

Adanya orang-orang dengan kemampuan finansial terbatas tentu ada maksudnya. Tuhan tidak mungkin memberikan kelebihan harta, kesehatan, dan lain-lain, kepada kita, tanpa ada maksud tertentu. Kita diberi kelebihan untuk membantu saudara-saudara kita yang kekurangan. Kita lah yang harusnya peka, bukan menunggu mereka yang kekurangan menderita sampai meminta-minta.

Sesungguhnya, kita lah yang harus menjemput mereka untuk memberikan titipan Tuhan, buka mereka yang menjemput titipan Tuhan yang ada pada diri kira. Ketika kita punya uang, sumbangkan untuk membantu ekonomi mereka. Ketika kita punya kesehatan, sumbangkan untuk membantu kehidupan mereka. Ketika kita punya pikiran, bantu mereka untuk mengembangkan pola pikir mereka. Ketika kita punya makanan, berikan agar mereka tidak kelaparan..

Bayangkan jika mereka adalah orang tuamu. Atau mungkin pamanmu, bibimu, kakekmu, nenekmu. Tega kah kita melihat mereka hidup kesusahan? Mimpi mereka tidak muluk-muluk, sehat. Di saat menginginkan sehat, kita yang sehat ini sering melupakan nikmat sehat ini. Sudah bersyukur masih sehat hari ini?

Setiap pagi kita bangun dan bisa menghirup udara dengan normal, itulah yang mereka impikan.

Setiap pagi kita bisa sarapan dengan nikmat tanpa pantangan, itulah yang mereka idamkan.

Setiap kita bisa berjalan dengan normal, itulah yang mereka inginkan terjadi pada mereka.

Kadang, kita yang sehat ini tak pernah menganggap bahwa sehat adalah rezeki. Ketika kita mengatakan, “Kalau ada rezeki pasti saya bantu”, pikiran kita selalu berorientasi pada uang. Ketika ada uang, kita akan bantu. Ketika kita menganggap rezeki adalah selalu uang, maka mungkin kita kurang bersyukur.

Maka, temuilah orang-orang yang ingin sehat itu. Temukan rumah mereka. Temukan dimana mereka tinggal. Ketika kita melihat dan bertemu mereka, mungkin kita baru menyadari betapa kayanya kita. Tangan normal, kaki normal, mata normal, dan seluruh badan normal. Dan kita tak pernah menganggapnya itu rezeki.

Kau sebut itu keluhan, mereka sebut itu impian.

Jangan sampai Tuhan mengambil rumah dan mobil kita hanya untuk sekedar mengingatkan kita bahwa kesehatan kita adalah salah satu dari sekian banyak dari rezeki-rezeki-Nya yang tak penah kita syukuri. 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE