Ketika Nyaman Itu Pergi

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."

Advertisement

Kalimat di atas menjadi reminder (sesuatu yang sudah ketahui, lupa, kemudian diingatkan kembali) bahwa yang kita sukai, cintai, kasihi belum tentu menjadi yang terbaik. Pun sebaliknya, apa yang kita benci, tak kita sukai bisa jadi itu menjadi yang terbaik buat kita.

Kecintaan yang berlebihan terhadap seseorang (makhluk) memang, sering kali membuat kita di luar kontrol logika. Semua tentang orang yang kita cintai itu menjadi super "duper" baik semua. Bahkan sering kita temui, pasangan yang menjalin hubungan (cinta) yang justru tidak layak-layak amat untuk dipertahankan.

Dari sekian banyak alasannya, kata-kata "nyaman" yang paling dominan menjadi alasan kisah cinta itu berbuntut panjang. Terlihat lucu kadang, orang yang terjebak pada kata nyaman ini, akan beretorika, berdalil dan berdalih bahwa hubungan yang Ia jalani itu adalah hubungan terbaik yang pernah Ia jalani dalam hidupnya.

Advertisement

Makanya sering kita mendengar, seseorang yang lagi dimabuk cinta mengklaim dirinya nyaman dengan pasangannya. Meski, kata-kata "tapi" dan "namun" selalu ada di antara kerapatan hubungan yang mereka klaim cinta terbaik itu. Misalnya: kami bahagia, tapi sering berantam. Kami saling cinta, tapi dia sering curiga. Kami ingin menikah, tapi dia selalu menuduhku punya selingkuhan.

Meski di sela oleh kata "tapi" dan "namun" itu, menariknya orang yang sudah kadung cinta ini terus beretorika bahwa yang mereka jalani itu adalah kesempurnaan cinta.

Advertisement

Cinta yang seperti itulah yang sebenarnya disebut buta. Bukan "ruh" dari cintanya yang buta, tapi perilaku orang yang dimabuk cinta ini yang buta. Sehingga tak asing kita temui orang-orang yang menjalin hubungan cinta seperti itu, berprilaku layaknya (hubungan) sudah terikat suami istri.

Padahal, seperti diingatkan dalam kalimat pembuka di atas. Yang kita cintai itu, bisa jadi buruk bagi kita. Makanya, sering bahkan sudah tidak asing lagi kita mendengar di televisi, radio, koran atau bahkan di lingkungan sekitar kita, orang yang berdiam diri, frustasi, hingga bunuh diri karena kekasihnya pergi meninggalkannya. Karena apa itu semua? Karena perilakunya dalam menjalin hubungan (cinta) yang sudah buta.

Pun sebaliknya, sering kita mendengar pasangan halal yang justru terikat bukan karena diawali oleh cinta yang buta itu tadi. Singkat, kadang uniknya berawal dari teman, mitra bisnis, bahkan kadang saingan bisnis. Justru, hubungan yang seperti ini yang berlangsung lama. Yang tidak direncanakan, tidak diikat dengan retorika, dalil dan dalih. Mengalir begitu saja tanpa syarat, kadang!

Apa yang terjadi sebenarnya? Balik lagi pada kalimat pembuka di atas. Bahwa "Rencana Tuhanlah yang terbaik. Ingat saja, bahwa hal yang diawali dengan yang baik, akan berakhir baik. Sebaliknya, hal yang diawali dengan yang buruk, akan berujung buruk,".

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Sebelumnya pernah menjadi kontributor di Bisnis Indonesia untuk Jambi. Reporter dan editor di Jambi Star dan Jambi Independent (Jawa Post Group), Editor in chief di Harian Pagi Seru Jambi. Saat ini aktif sebagi penanggungjawab di media daring Jambione.com dan associate editor di International Journal of Language Teaching and Education (IJoLTe)

CLOSE