Kisah Pilu Intan Olivia Banjarnahor, Balita Tak Berdosa Korban Bom Samarinda

Pagi itu, Minggu, 13 November 2016 jemaat Gereja Oikumene, Samarinda, baru saja menutup kidung mereka tepat pukul 10.00 WITA. Belum lagi ibadah pagi itu diselesaikan, terdengar ledakan dari luar gereja. Doa belum selesai dibacakan, para jemaat yang ketakutan berhamburan keluar.

Di luar gereja tergeletak empat bocah kecil dengan luka bakar di sekujur tubuhnya: Intan Olivia Banjarnahor (2,5 tahun); Anita Kristobel Sitohang (2); Alvaro Kornelius Kristan Sinaga (4); dan Triniti Hutahaya (3). Kaki-kaki mungil mereka rupanya meninggalkan pintu gereja lebih dulu dari orang tuanya.

Anggiat Manupak Banjarnahor segela berlari ke teras gereja. Dilihatnya sang putri kecil yang terbakar sekujur tubuhnya. Intan yang masih sadarkan diri menangis di pangkuan ayahnya. Dibukanya baju Intan yang terbakar. Betapa mirisnya Anggiat melihat kulit putrinya terkelupas bersama kain bajunya.

Intan Banjarnahor menderita 78% luka bakar di seluruh tubuhnya dan infeksi di saluran pernapasannya. Sang ayah terus mendampingi putrinya yang mendapat perawatan intensif. Senin, 14 November pukul 3 dini hari kondisi Intan kritis. Paru-paru Intan dinyatakan rusak akibat menghirup terlalu banyak asap.

Gadis kecil itu tidak akan sempat mengecap manisnya masa remaja, menjadi dewasa dan membanggakan orang tuanya. Banyak hal yang seharusnya bisa ia lakukan untuk bangsa dan negaranya.

Diana Susan Sinaga, ibunda Intan bahkan tidak sempat melihat raut muka terakhir putri kecilnya. Pilu rasanya membayangkan Intan tidak akan pernah mengenal adik yang baru dikandungnya lima bulan. Putri sulungnya lebih dulu meninggalkan kehidupannya.

Tuhan lebih sayang Intan. Siswi Sekolah Minggu yang belum genap tiga tahun itu meninggal dunia. Ia menjadi korban atas tindakan pihak tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan agama. Jika nyawa tak berdosa menjadi korban, apakah pantas agama dijadikan perisainya?

Sudah saatnya kita hentikan segala tindak kekerasan atas nama agama. Agama merupakan struktur horizontal yang tidak mengenal kasta. Agama satu tidak lebih tinggi dari agama lain. Setiap umat beragama berpendapat kepercayaan yang mereka anut adalah yang paling benar. Alangkah lebih baik ketika kita bisa menghargai sesama umat beragama. Membela agama sendiri tidak harus dengan menghancurkan agama lain.

Tuhan adalah pemilik segala kehidupan di alam semesta. Kita sebagai manusia yang sama-sama diberi kehidupan oleh-Nya tidak berhak merenggut nyawa manusia lain. Cukup ada satu Intan, jangan lagi ada Intan-Intan yang lain.

Damai bersamamu, Intan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat fiksi fantasi yang nggak suka basa-basi.