Kutitip Surat Rindu Untuk Ayah

Semalam suntuk aku berdiam diri. Menghadap kerlap-kerlip cahaya sang bintang. Gemuruh hembusan angin terdengar silih terlampaui dalam dinding-dinding yang bercengkerama ditengah kesunyian malam. Menatap cahaya yang bergelintang, malam dengan kedinginan dari luar tempat saya bersandar kelelahan.

Advertisement

Tarian sunyi yang membisu, melelapkanku dalam kebimbangan tengah malam dan menciptakan keraguan yang beralibi. Suara desiran nan gemuruh dari laut seberang, menyuarakan gemercik arus dari ufuk jauh mata hingga ke ufuk dekat dengan penglihatan. Seperti desisan yang mengundah pada kepuasan yang bertabiriIllahi. Melalui tarian pena akan kuciptakan kekekalan agar elok nan dirasa.

Pengorbanan, sekali ku mengingat kata itu selalu terbayangkan seorang pejuang bersepatu kumuh. Kaki melangkah bergegas untuk pergi dari surga kecil dipelantara kampung. Alangkah beratnya jiwa yang hendak pergi, dan seakan-akan hati menjerit dengan kerasnya. Ahhh, aku tak tega meninggalkan surga kecil yang sejak lama ku huni bersama mereka, dimana aku mulai merasakan hembusan nafas untuk yang pertama kalinya.

Surga kecil yang ada dipelantara kampung itu, sungguh sangat aku rindukan dari dulu. Merindukan lantai rumah yang selalu kami pinjak dalam melangkah, merindukan suasana ramai dikala keheningan malam melanda. Merindukan bantalan empuk yang selalu menjadi tempat terlelap ketika kami semua merasakan lelahnya beraktivitas.

Advertisement

Untukmu ayah, Apakah kau masih ingat dengan suara langkah kaki sepatu yang kumuh itu? Apakah kau masih ingat dengan tanganmu yang selalu ku cium disetiap pagi hendak berangkat sekolah? Apa kau masih ingat jua dengan riuhnya burung yang terbang di atap surga kecil ketika mentari terbit? Semoga apa yang aku tulis dalam lembaran surat yang telah kutitipkan itu, akan menjadi penghibur dikala engkau merindukan aku dikejauhan sana.

Beliau selalu memakai sepatu kumuh setiap pagi ketika hendak berangkat mencari nafkah untuk bidadari dan peri kecil dihidupnya. Pejuang bersepatu kumuh adalah ayahku, yang tanpa henti dan lelahnya selalu menunjukkan wajah manisnya di depan bidadari dan peri kecilnya. Ayah bukanlah orang pekerja kantoran yang memakai jaz rapi dan ber-dasi, beliau bukan sosok yang kaya akan uang.

Advertisement

Ayah adalah sosok pekerja keras yang dimana setiap pagi, beliau selalu bekerja di bawah terik matahari yang sangat menyengat. Beliau selalu membawa alat kerjanya seperti: gergaji, pasha, palu, dan lain sebagainya ke tempat kerjanya. Bidadari yang dimaksud merupakan sosok ibuku yang selalu mendampingi hari-hari ayahku, sedangkan peri kecil adalah aku dan adikku yang hanya bisa mendo’akan untuk kesehatan dan panjang umurnya.

Dalam angan selalu terbesit bayangan bahwa suatu saat nanti, aku harus bisa membanggakan dan membuat bahagia kedua orangtuaku. Terlebih lagi, semoga tuhan selalu memberiku kesempatan mendekap kedua orangtuaku dengan menciptakan gelak tawa diantara mereka berdua.

Setiap fajar terbit di atas sana, ayah bergegas untuk berangkat kerja dengan memakai sepatu kesayangannya selama lima tahun lebih serta menggunakan kendaraan sepeda motor yang terkadang, kendaraan buntut itu mogok di tengah jalan ketika hujan turun. Ayahku masih terus melanjutkan perjalanan walaupun sepeda buntutnya tersebut mogok di tengah jalan.

Beliau berangkat kerja dari pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB, begitu lelahnya ayahku yang memikul beban dengan sendirian. Hatiku tak kuasa melihat pengorbanan yang begitu besar yang dilakukan oleh beliau, tetapi ayahku tidak merasa sendirian ketika bekerja, karena “ Masih ada sepatu kumuh kesayangannya yang selalu bersama disaat waktu lelahnya”, ujar sang ayah.

Saat ini, aku menempuh studi di Universitas Trunojoyo Madura yang letaknya ada di Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan-Madura. Jarak dari rumah kecilku di desa ke Kota Bangkalan sekitar dua jam perjalanan. Ayah, Ibu dan Adikku tinggal di Gresik, sehingga untuk sementara ini aku tidak bersama mereka. Dalam lubuk hati ingin mengatakan bahwa aku sangat merindukan beliau, tetapi hal tersebut hanya bisa aku ungkapkan lewat telepon setiap paginya, dan hanya bisa aku ungkapkan lewat sms atau pesan yang ku kirimkan kepada beliau lewat handpone kecilku.

Terkadang pula, kutitipkan selembar surat untuk ayah yang ada di rumah lewat teman akrabku yang bernama Evi Indah Lestari. Aku tidak minta apa-apa, hanya satu keinginanku yang selalu ku panjatkan dalam setiap sujud malamku yaitu aku ingin kedua orangtuaku sehat, panjang umur dan bahagia di hari tuanya meski kini jarak yang menjadi penghalang akan kerinduan yang dinanti. Rindu yang melekat pada sukma, akan membuat hati lebih terikat.

Suatu hari, aku duduk diam dalam keadaan santai di sebuah tempat yang dimana tempat itu menjadi tempat untukku menyendiri dari suasana bising dan penuh keramaian. Bagaikan awan pekat yang menutupi mendung, disitu aku berdiam diri tanpa suara yang merundau dan seketika teringat akan perkataan ayahku ketika beliau mulai bercakap-cakap lewat telepon pada suatu malam yang sangat gelap gulita dan hanya ada angin yang berhembus dengan suara-suara yang penuh bisikan alam. Ayahku bekata “ Nak, bagaimana kabarnya? Maaf Ayah tidak bisa berkunjung ke madura untuk menemuimu nak, ayah sedang sakit dan ibumu juga tidak bisa kesana karena merawat ayah”.

Ketika ayahku berucap dengan perkataan yang seperti itu, hatiku tersentuh dan tidak bisa memikirkan apa-apa lagi, aku hanya bisa menangis dalam diamku dan berkata “ Tidak apa-apa yah, aku sangat menyayangi ayah dan ibu, semoga ayah cepat sembuh agar bisa bertemu denganku dalam keadaan sehat seperti semula”. Dari percakapanku dengan ayah, sebenarnya aku tak kuasa menahan air mata yang terus keluar dari mataku.

Ada senang, tawa, tangis dan duka. Inilah hidup yang tak bisa ku gambarkan tapi hanya bisa ku jalankan, dan aku bisa memulai impianku ketika aku berusaha untuk menjadi seorang penulis. Karya pertamaku yaitu puisi untuk seorang ayah, dalam puisi tersebut menceritakan akan lelahnya menahan rindu pada sosok ayah dan ingin sesekali mencium keningnya dikala bertemu. Hidupku hanya sekali, aku tak akan menyia-nyiakan apa yang sudah diberi sang Maha Kuasa kepadaku.

Aku harus bisa menjadi pribadi yang selalu bersyukur atas apa yang telah ku terima hingga saat ini karena ku yakin bahwa sang Maha Kuasa telah memberiku suatu hal yang terbaik bagiku, dan aku juga harus yakin atas semua impian-impian yang telah ku bangun. Aku sangat menyayangi kedua orangtua dan selalu merindukan sosok ayah dimanapun ayahku berada. Perjuangan seorang ayah akan selalu dikenang dalam kehidupan anak-anaknya. Selembar surat rindu yang kutitipkan lewat teman akrabku, akan menjadi sedikit pengobat rindu pada ayah tersayang.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

nama : Dzurotul Muniroh alamat : Dsn. Klotok Ds Klotok Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur nama kampus : Universitas Trunojoyo Madura alamat kampus : Jl. Raya Telang PO BOX 2 KAMAL Bangkalan-Madura Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia nama facebook : Dzurotul Muniroh alamat email : dzurotulmuniroh8@gmail.com nama Instagram : Dzurotulmuniroh

CLOSE