Maaf, Aku Harus Melepasmu Agar Kau Lebih Bahagia, Ragamu Denganku Tetapi Hatimu Tidak Demikian

Mungkin cukup sampai di  sini kisah kita, maaf jika aku terlalu mencintaimu

Saat itu, waktu serasa menghujam jantung, perlahan aku menjernihkan pikiranku. Katamu, kau dan dia hanya sekadar bertemu dan kau menganggapnya sebagai kakak perempuanmu. Tak ada niat mengunggahnya ke sosial media yang kau miliki, nyatanya tidak demikian. Perlahan luka yang kau beri merasuk dalam diri yang dingin.

Tubuh kurus berbalut jaket dan kepala yang tertutup kain menghalau rasa dingin kala malam itu. Aku menengadah ke langit, melengok ke bawah menatap hujan yang menyirami tanah dengan leluasa. 'Mengapa harus saat-saat seperti ini?' teriak batinku. Ku pasangkan earphone ke telingaku, mendengarkan lagu untuk menjernihkan kepala yang panas, hati yang tercabik. 

Aku menghela nafas perlahan, mendongakkan wajah agar air mata sialan itu tidak keluar dengan bebas. Persetan dengan orang yang menilaiku berpura-pura tegar aku hanya tidak ingin terlihat bodoh di gerbong kereta ini dengan menangisi orang yang telah mengiris hati terlalu dalam. Aku melihat keluar, jalanan ramai. Namun hati mendadak sunyi

drrtt.. Ddrrtt… Dddrrtt… 

Menandakan ada pesan masuk lewat sosial media Whatsapp. Jariku dengan leluasa membuka gawai itu dan melihat pesan siapa yang mengganggu ku di saat seperti ini? Aku diam, melihatnya tanpa minat, aku kira itu pesan darimu. Aku lihat status siapa saja yang muncul dan sampai ke pertengahan ada status darimu yang menampilkan fotomu dengannya. 

Aku membeku, lidahku kelu, jariku tak berkutik. Mataku memanas, aku mengigit bibir perlahan untuk menahan agar air mata sialan tak keluar. Aku mengetik pesan dengan bertanya baik-baik padamu kala itu Kau menjawab kita sedang lelah, rentan dengan gesekan. Selepas itu kau mendiamkanku, aku pun bertindak demikian. Keesokannya pun aku tanya kembali dengan pertanyaan yang sama. Kau jawab dengan jawaban yang sama. Mengapa harus mengunggah hal yang membuatku sakit? 

Begitu pikirku. Namun kau menjawab bahwa kau dengannya hanyalah sebatas kakak-adik, tidak lebih. Aku diam, aku lelah, aku sungguh sangat lelah disini. Aku bungkam dengan siapapun, tak ingin diganggu. Hingga aku menginginkan hubungan kita harus kita hentikan detik itu. Kau mengiyakan egoku. Baiklah katamu. Aku kembali bungkam. 'Mungkin sudah saatnya aku hidup tanpa adanya dia' begitu pikirku.

Saat itu aku tidak denganmu karena kau menyanggupi egoku tanpa berkata atau menyanggahnya seolah kau membela wanita itu. Baiklah, aku mengalah. Sayang, kelak jika kau bosan boleh kau berkata kepadaku bahwa kau bosan denganku. Tapi tidak dengan mengkhianatiku seperti itu. Luka yang kau beri pun tak ingin kau sembuhkan walaupun tak akan sempurna. Lantas siapa yang bertanggung jawab atas ini? Aku memilih menyibukkan diri selepas berpisah dengamu. Aku bekerja tanpa henti hanya untuk melupakanmu.

Ketahuilah, bahwa aku telah menemukan orang-orang baru yang tulus denganku. Menerima rapuhku. Yang harus kau ketahui, aku tidak pernah menginginkan kita berpisah. Bahkan jika kau meminta kembali aku akan menyanggupinya. Namun luka yang kau beri tak sebanding dengan kata maaf itu. Sayang, maaf aku harus melepasmu agar kau lebih bahagia. Ragamu denganku tetapi hatimu tidak demikian. Ku lepas kau dengan enggan. Mungkin cukup sampai di  sini kisah kita, maaf jika aku terlalu mencintaimu.

Dariku, yang mencintaimu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Selain menyukai nya, aku menyukai kata-kata yang tercipta saat aku tidak mampu mengutarakannya