#ManusiaBolehBerencana; Ada Takdir yang Lebih Berkuasa dari Mimpi dan Resolusi

Semuanya bukan hanya tentang kekuatan otak,otot dan mental, tetapi takdir juga nasib.

Saat ini kita telah berada di akhir bulan juga akhir tahun 2018 ini, telah banyak hal yang kita lalui di tahun 2018, banyak kesedihan dan kebahagiaan yang juga menghampiri, banyak resolusi yang telah tergapai atau masih dalam mimpi, begitu banyak alasan untuk kita bersyukur pada sang Ilahi Rabbi.

Berbicara tenang resolusi, hampir semua orang mempunyai resolusi di setiap tahunnya, termasuk saya. Tahun 2018 adalah tahun di mana saya lulus SMK, tahun di mana kehidupan saya benar-benar akan dimulai. Ada banyak mimpi yang telah saya gantungkan, ada banyak cita-cita yang telah saya perhitungkan, namun Allah selalu mempunyai alasan di setiap jalan, manusia boleh berencana, tapi takdir tetap Allah yang menentukan.

Awalnya, saya ingin melanjutkan Pendidikan di Universitas Gadjah Mada, begitu tingginya mimpi saya. Namun, orang tua tidak mengijinkan dengan alasan kekhawatiran. Lalu, saya memutuskan untuk memilih Universitas Diponegoro sebagai tempat belajar saya selanjutnya, dengan modal nilai raport SMK saya yang tidak terlalu bagus, iya karena saya hanya mentok di peringkat 3 besar di kelas, apalagi nilai raport SMK yang memang tidak di prioritaskan untuk selalu mengalami kenaikkan, berbeda dengan SMA yang nilai nya sudah guru usahakan untuk selalu naik, baik dengan tugas tambahan atau sebagainya, dengan tujuan memudahkan siswa-siswi nya masuk ke Perguruan Tinggi Negeri yang mereka inginkan, karena SMK lebih di prioritaskan untuk terjun ke dunia kerja langsung.

Saya mengambil SNMPTN untuk masuk ke Perguruan Tinggi tersebut, segala persiapan dan persyaratan telah saya kumpulkan, sisanya biar Allah yang menentukan. Setiap hari saya selalu berdoa agar saya di terima di Universitas impian saya itu, anehnya saya terlalu santai untuk mengikuti SBMPTN, mungkin karena saya terlalu optimis dan mengandalkan SNMPTN, inilah salah satu kebodohan yang saya sesali.

Dua hari sebelum pengumuman SNMPTN, saya dipanggil oleh wali kelas dan dirujuk untuk melamar pekerjaan di sebuah perusahaan yang dia kenal. Saat itu saya merasa sangat gelisah, kesempatan ini tidak akan datang dua kali, mencari pekerjaan itu sulit, dan sekarang saya di pastikan akan langsung diterima meskipun belum memiliki ijazah dan belum resmi lulus karena saat itu baru satu minggu setelah UN. Saya mengambil tawaran itu tanpa memikirkan impian awal saya, dengan syarat saya akan melamar kerja setelah dipastikan tidak diterima di Undip.

Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba, mendekati pukul 17:00 perasaan saya semakin tidak karuan. Apapun hasilnya saya akan tetap berusaha menerimanya dengan besar hati, walaupun harapan saya untuk diterima itu sangat besar. Dan ternyata saya tidak lulus, itu merupakan salah satu patah hati terbesar dalam hidup saya.

Kemudian saya berusaha mengikuti SBMPTN, mencari informasi juga menyiapkan persyaratannya. Namun lagi-lagi Allah mempunyai jalan lain, Panlok dan Sub Panlok SBMPTN di kota tempat saya tinggal sudah penuh, yang tersisa hanya di luar kota. Saya berusaha meluluhkan orang tua saya agar mengijinkan saya mengikuti SBMPTN di luar kota, namun mereka tetap tidak setuju.

Keadaan saya saat itu benar-benar hancur, mimpi terbesar saya harus berhenti disini. Sekeras apapun kita berjuang jika tanpa restu orang tua semua itu bukanlah apa-apa. Mengurung diri di kamar dan merenungkan segala peluang mimpi yang masih saya miliki, tak ingin menyerah dengan keadaan dan terpuruk begitu lama. Lalu saya teringat akan tawaran wali kelas itu, besoknya saya langsung melamar kesana dan 2 hari kemudian langsung bekerja bahkan sebelum wisuda SMK dilakukan.

Sampai saat ini saya bekerja di perusahaan itu, kemudian memutuskan untuk meneruskan pendidikan di Universitas Terbuka setelah beberapa bulan kemudian, dengan tujuan agar saya bisa menggapai mimpi dengan cara bekerja sambil kuliah. Tidak pernah terbayangkan jika pada akhirnya kenyataan ini yang harus saya hadapi, mungkin ini adalah jalan terbaik dari Allah.

Dan sekarang saya sadar, mimpi bukanlah tentang kekuatan otak,otot dan mental, tetapi takdir juga nasib. Kesuksesan tidak cukup jika hanya bermodalkan keinginan, perjuangan yang dilakukan pun harus sepadan.

Itulah cerita tentang mimpi saya di tahun 2018 yang tidak sesuai rencana, sekali lagi manusia memang boleh berencana, namun takdir selalu Allah yang menentukan. Jika satu mimpimu gagal, jangan terpuruk hanya dengan itu, bangkit dan cari peluang untuk menggapai mimpi yang lain, boleh jadi Allah menggantikan rencana yang menurutmu baik dengan sesuatu yang jauh lebih baik lagi, positif thinking terhadap setiap hal yang menimpa kita. Saya, Widi Adawiah bersyukur atas segala yang Allah beri dalam Kehidupan saya sampai hari ini:)

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Menulis dengan hati, semoga mewakili, meskipun tidak semua pengalaman pribadi.