#ManusiaBolehBerencana; Aku dan Mimpiku yang Telah Aku Lupakan

Ketika Tuhan tidak melupakan mimpi-mimpi yang telah aku lupakan. Pernahkah aku menyadarinya?

Hai! Apa kabar dirimu di 2019? Dan bagaimana perjalananmu di 2018 kemarin?

Advertisement

Suatu pagi di bulan September 2018, saat aku memandangi kota Da Nang dari balik kaca jendela yang besarnya menggantikan sebidang dinding kamar hotelku, sekelibat aku teringat satu keinginanku di masa lalu yang mungkin, telah membawaku ke kota ini. Satu keinginan yang sebenarnya, sudah aku lupakan, dengan sengaja. Setelah aku sadari bahwa ini bukan suatu berkat, apalagi bakat.

Kadang, aku sengaja membuka catatan perjalananku sejak SMA, dan mencoba memahami betapa inginnya aku menghasilkan satu buah tulisan yang mampu menempati posisi teratas sebagai tulisan terbaik, ah terlalu muluk, maksudku, posisi teratas di hati banyak orang, atau setidaknya segelintir orang.

Walaupun, hanya satu buah. Beberapa tulisan itu, berujung pada ucapan terima kasih atas partisipasinya, sebagian tulisan yang lain malah tidak tersampaikan karena takut dibalas dengan penolakan yang lain.

Advertisement

Aku lupa kapan terakhir kali aku menulis. Hingga pada tahun 2017 saat aku menjadi mahasiswa akhir, aku mulai terpanggil lagi untuk menulis. Tapi, kali itu bukan lagi tentang aku yang ingin memuaskan diri dengan pencapaianku. 'Ingin menang' bukan lagi mimpiku. Kali itu, aku ingin menulis sesuatu yang mungkin, bisa menjadi makna atau manfaat bagi orang lain.

Aku rasa, ini yang membuatku bisa menulis lebih jujur. Karena perubahan orientasi itu. Hmmm tunggu dulu. Yang terakhir aku tulis bisa dibilang bukan alasan yang paling jujur sih. Tetapi, tulisan yang kubuat di 2017 adalah karena “tugas” yang harus kutulis untuk menggugurkan suatu kewajiban. Yaitu sebuah laporan wajib berupa esai perjalanan karena aku telah menyelesaikan program pertukaran pelajar dan yang kedua, penelitian untuk skripsi karena aku mau lulus!

Advertisement

Satu per satu kabar baik di 2018 menyambut. Kali ini, satu esaiku tak hanya menjadi favorit di hati segelintir orang, seperti cita-citaku saat SMA yang sederhana. Tapi malah terpilih menjadi esai terbaik se-Asia Pasifik yang ditentukan oleh suatu organisasi internasional, yaitu International Pharmaceutical Students’ Federation. Dan puji syukur, di tahun ini pula aku bisa menulis tulisan ilmiah internasional dari skripsiku, dan mempublikasikannya di  kota Da Nang.

Jangan sampai kamu salah paham kalo aku mau pamer! Bukan itu poin utamanya, itu hanya poin sampingan. Tentu, aku bercanda kawan. Aku hanya ingin bilang “Tuhan se-Maha Pemurah itu jika sudah berkehendak untuk mengabulkan keinginanmu!” Coba deh cerita, sudah berapa keinginanmu yang sudah Tuhan kabulkan tanpa kamu perlu berpayah-payah?

Akan tiba saatnya, di suatu titik, di mana Tuhan mengabulkan keinginan-keinginan lama yang mungkin saja, keinginan itu malah sudah dilupakan oleh empunya. Coba pikir, mungkin titik kita berdiri sekarang, atau hal-hal yang kita dapatkan sekarang adalah keinginan-keinginan lama yang tertunda. Bahkan, jauh-jauh jauh lebih baik dari keinginan kita yang mungkin sebenarnya sesederhana itu.

Di kota inilah, tentu saja, masih dibalik kaca jendela yang besarnya menggantikan sebidang dinding kamar hotelku, aku berterima kasih kepada diriku yang saat itu tidak menyerah dalam perjalanan dan kembali mencoba bermimpi. Dan tentu! Berterima kasih pada Tuhan yang tidak melupakan mimpiku yang telah aku lupakan.

Tuhan Maha Baik. Dan aku berharap tidak ada lagi ‘aku’ atau 'kamu' yang menyerah dalam perjalanan. Aku dan kamu yang tidak pernah mencoba berhenti berencana, karena memang iya, #ManusiaBolehBerencana.

Iya. Kamu.. yang sedang membaca tulisanku ini.

Even sometimes, the dream itself actually has been forgotten, but believe or not, God’s still holding the dreams as His Promises: Grant. Delay. Or Replace it with the best.

 

Salam hangat,

Dari aku dan rencana-rencananya di 2019

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang Mahasiswa Apoteker UI. Content Writer Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia. Guru Bahasa Indonesia bagi Pengungsi (Refugees) di Sunrise Refugee Learning Center oleh Sandya Institute.

CLOSE