Matamu Membuat Aku Jatuh, Entah Jatuh Cinta Atau Jatuh Dalam Jurang?

Mata adalah cermin, cermin hati yang terus indah. Berharap mata itu adalah ketenangan jiwa, penolong hati yang terluka dan menebarkan tawa-tawa yang terus menjadi asap hidup pada mereka. Mata, di manakah kamu? Aku rindu ketenangan itu, cahayamu, kilauanmu bahkan mata yang tersenyum tulus, tanpa orang ketahui apa arti mata itu, kelembutan hatikah, atau pemberontakan hati yang pernah terluka lalu bersiteru pada wanita-wanita malang.

Advertisement

Matamu menyentuh jantung hatiku yang paling dalam, tulusnya matamu, lembutnya tatapanmu membuat aku tersentuh lalu jatuh cinta. Bisakah kita lebih dekat dari ini, walau hanya sebatas ucap, tanya, cerita dan tertawa. Aku yakin kita bisa, bisa lebih dari sekedar ini saja. Matamu memiliki banyak arti, entah menjatuhkan aku dalam cinta, atau menjatuhkan aku dalam jurang?

Aku inginkan ceritamu, langkahmu, hatimu bahkan hidupmu. Inginnya aku tersipu dalam kelembu kalbu yang mempesona. Jika engkau tertarik dekatilah aku lewat doa, dekatilah aku dan tanya Tuhan apakah aku wanita baik untukmu? Jangan hiraukan perkataan orang lain tentang diriku pada masa lalu, karena bagiku masa lalu adalah pengalaman yang berharga. Aku tak mungkin menjadi seperti ini tanpa adanya masa lalu, maka masa lalu adalah sahabaku.

Di manakah rumahmu? Dimana letaknya? Aku ingin mengenal keluargamu dan perkenalkanlah aku dengannya, aku ingin menyahutnya dengan Walaikum salam atau menyapanya dengan Assalammu'alaikum. Jiwa-jiwa menerawang ke atas awan, tak mempedulikan engkau siapa dan bagaimana aku tetap cinta. Sejauh apapun habitatmu, itu tetap tujuanku, bahkan sejauh hatimu melangkah aku tetap menemani, tak pernah kenal akan kelelahan, tak pernah kenal akan situasi yang bodoh dan membodohi. Aku tak ingin menyimak apapun tantangan memilikimu, aku tetap ingin engkau jadi milikku seutuhnya, jika Tuhan mengijinkan.

Advertisement

Keindahan mata dan senyummu membuat aku kalut dan lupa akan diriku sendiri, aku cinta kamu pada pandangan pertama itu, bahkan sebelum seorang teman memperkenalkan aku denganmu, aku sudah jatuh cinta. Hingga akhirnya waktu mempertemukan kita berdua, menyapa, menangis, bersiteru, bertentangan sikap, bahkan adu argument. Itu kita, kita yang melewatinya. Tenangnya hubungan kita, kalutnya kekhilafan kita, emosi, sandiwara bahkan kepura-puraan semua terbongkar, hingga hubungan kita renggang dan terpisahkan oeh waktu yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Tataplah mataku, sayang. Aku masih mencintaimu, melebihi dari yang engkau tahu. Seminggu tak bertemu aku rindu, sebulan tak menyapa, aku syahdu dan dua bulan tak ada komunikasi aku terpaku lalu membisu dalam kesendirian tanpa kamu. Lelaki sang maha pencipta dunia cinta, aku masih berdiri seakan kau tak melihat, aku masih menyapa, seakan kau tak perduli. Jangan kau jauhi aku, sayang. Aku tenang melihat mata indahmu, aku lupa akan diriku, saat merasakan senyum manis itu. Ingatkah, satu hal tentang ucapan terakhirmu saat itu :

Advertisement

“Kamu fokus saja dengan mimpi-mimpimu.”

“Iya, aku akan fokus dan mengejar mimpiku, kamu juga ya?”

“Iya,” singkatmu.

Aku masih mengingat kata motivasi itu. Itu adalah kata penyemangat agar aku selalu mengejar mimpiku, dan terus mencari arah jalan untuk menuju dimana kamu berada agar kita dapat bertemu kembali. Sekarang kita benar-benar dalam keadaan masing-masing, aku mengejar mimpiku dan kamu mengejar mimpimu.

Fokus, dan fokus, aku berlari selayaknya ada engkau di ujung sana, aku mengejar mimpiku selayaknya aku tak pernah terjatuh, tak pernah merasa sulit, bahkan tak pernah merasa memiliki pengalaman pahit, terus saja tertuju pada malam yang kelam namun sulit istirahat, dan siang yang penuh dengan kegiatan hingga tak kenal akan waktu. Belajar dan terus belajar sampai tak kenal akan kelelahan dunia ini dan hati.

Fikirku terus saja tertuju pada proses, puncak dan hasil, aku akan terus mengejarnya dan akan aku tunjukkan siapa diriku sesungguhnya, siapa diriku seutuhnya di matamu. Karena aku tahu, kamu adalah mimpiku yang tertunda, kamu adalah nyatanya hidupku, kamu jugalah penyemangat aku untuk menuju di mana kita akan bertemu kembali, dan di mana kita akan tersentuh seutuhnya dan di mana kita akan ternetralisasi pada puncak yang diinginkan disamakan lalu bertemu, dekat, dan terus tertuju pada kebahagiaan hakiki dunia dan akhirat.

Kau adalah motivasi terindahku, penguat jiwa-jiwa yang pernah tidur, tawa yang membuat aku semakin ceria, hingga membuat senyuman di hatiku pada saat kejenuhan akan cinta dan rapuhnya akan luka. Aku mengerti kali ini kita terpisah, bahkan sudah 3 bulan tak lagi komunikasi. Jangan menjadikan ini adalah alasan untuk berpisah, jangan menjadikan ini adalah runtuhnya cinta kita. Tenanglah, kekasihku, kita masih diuji, kita masih dinanti pada kesempatan yang akan datang lagi. Aku tak akan pergi selayaknya aku tak pernah mengenalmu, kamu di sini masih bersamaku, menemani hari-hariku walau hanya anganmu saja.

Terduduk engkau bersamanya, dengan kesempatan yang ingin kau tuaikan padanya. Aku mengetahui kesempurnaannya, namun aku cukup tahu hal itu. Hati rapuh berkeping-keping sulit sekali rasanya ini menanti dirimu kembali yang kini dekat dengannya. Aku tahu diriku apa adanya dan tak seelok dirinya, tak seindah wajahnya dan tak sepuncak materinya. Aku wanita biasa yang pantas kau anggap angin yang mudah berlalu. Cinta adalah kesempatan, cinta juga adalah luka atas perbuatan, bukan hanya sekedar ingin dan khayal. Ini adalah kenyataan di mana kita harus mudah menerima seberat apapun itu adanya, ini adalah dunia nyata bukan mimpi belaka.

Kejarlah ia selayaknya engkau tak pernah mengenal aku. Terus kejar sampai engkau menemukan titik kelelahan hati dan mendapatkannya, jangan hiraukan aku. Disini aku baik-baik saja. Karena cuekmu menyakitiku, marahmu membuatku rindu dan sikap keras kepalamu membuat aku semakin mencintaimu. Entah aku masih sanggup menunggu, atau berhenti sampai saat ini lalu berpaling.

Berpaling akan hati bukanlah semudah yang kau bayangkan, memiliki status mungkin mudah, namun hati? Hati yang menentukan semua, hati yang berbicara semua, hati yang terus mengeluarkan sakit, luka dan air mata, bukan tangan yang terus bertingkah, dan kaki yang terus melangkah.

Bukan, bukan itu saja. Bukan juga otak yang mudah berfikir lalu tersingkir, hidung yang mudah menghirup lalu berhembus. Ini adalah tentang harapan yang masih hidup, akan kepastian yang akan menuai. Bukan pula di mana aku harus mendesir pasir atau harus diam di tempat seakan mati dan sulit bicara seperti bangkai yang ingin hidup.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Menjadi seorang penulis adalah pilihan. Penulis buku : 1. Setitik lubang di langit biru 2. True love 3. Secangkir kopi di sudut senja

CLOSE