Memeluk Seorang Ayah Tak Mesti dengan Materi, Memberikannya Tawa Saja Itu Lebih dari Segalanya

Aku rasa aku punya cara yang tepat untuk memeluk Bapak dengan cara berbeda

Berbicara soal Ayah, Papa, Bokap atau sebutan lainnya. Ah, kugantikan saja dengan sebutan Bapak, ya agar lebih akrabku dengar karena aku biasanya menyebut dengan panggilan itu. 

Langsung saja. Batinku lebih menyiksa ketika melihat beberapa tayangan fiktif ditelevisi yang mempertontonkan seorang Bapak disiksa anaknya, belum lagi melihat realita ketika seorang laki-laki tua renta atau cacat fisik harus minta-minta di jalanan. Bahkan parahnya dibentak atau ditarik paksa petugas karena dianggap sampah masyarakat. Fenomena-fenomena seperti ini mudah sekali mangaduk perasaanku. Ada rasa sedih, kecewa bahkan marah ketika seorang pria harus diperlakukan tak perkasa untuk menganalogikan sosok pria yang seharusnya.

Ini bukan bentuk pilih kasih, menganggap bahwa apakah aku tidak sedih melihat sosok Ibu ketika dihadapkan hal semacam ini. Sedih juga, bahkan sedih sekali. Hanya saja bagiku pria yang kodratnya harus gagah berani sebagai kepala keluarga tidak wajar diperlakukan begini dan hal inilah yang menjadi ketertarikanku untuk membicarakan sosok pria (Bapak).

Begini, bagiku sosok Ibu itu lebih ekspresif. Ia menunjukkan ketika ia sayang, ia menunjukkan ketika ia marah, ia menunjukkan ketika ia ketawa, bahkan ia menunjukkan dirinya kacau dan tidak mampu berbuat apa-apa lagi kecuali menangis. Ibu itu terlalu mudah ditebak dan tidak ada yang memang ia tutup-tutupi.

Sebagai seorang perempuan aku pun setuju, bahwa sosok perempuan itu memang tidak bisa menyembunyikan apa yang mereka rasa. Jadi, wajar saja ketika melihat Ibu-ibu itu senang menggosip, karena kebutuhan psikologis dalam dirinya juga harus disuarakan.

Berbeda dengan sosok pria (Bapak) bagiku Bapak adalah makhluk misterius yang sulit ditebak. Beberapa pertanyaan sempat muncul: 


  1. Apakah Bapak pernah merasakan sedihnya di nomor duakan dari Ibu? 

  2. Apakah Bapak pernah menangis seperti Ibu ketika merindukan anaknya? 

  3. Apakah Bapak pernah tersedu-sedu di tengah malam karena merasa gagal membentuk keluarga yang berkecukupan? 

Aku rasa Bapak pernah merasakan ini, tapi sialnya tidak terjangkau dimata anak-anaknya. Bapak itu terlalu kuat untuk menyembunyikan kerapuhannya. Tapi aku senang. Itu tandanya Bapak tidak gagal menutupi dirinya, itu tandanya Bapak sudah selevel dengan aktor terkenal yang jago akting. Dan itu tandanya Bapak masih berada di zona yang seharusnya. 

Nah, sebagai anak, aku pun selalu berusaha menunjukkan sosok kelaki-lakian Bapak agar tetap konsisten. Bapak itu harus tetap ku perlakukan sebagai anak laki-laki dan tidak patut untukku manja-manja.

"Ah tidak kok, Bapak senang jika aku memeluk dan mencium, dan Bapak pun melakukan hal serupa denganku. Seperti halnya aku masih gadis kecil miliknya", kata sebagian anak perempuan yang dekat dengan Bapaknya.

Hal-hal seperti ini tak jarang ketika ditanya ia pasti lebih dekat dengan Bapak dari pada Ibu dan secara  tidak langsung ia memposisikan Bapak nomor satu dibanding Ibu. Sebenarnya tidak ada yang harus di nomor satu atau duakan. Bapak dan Ibu itu nomor satu dibidangnya masing-masing. Tidak boleh dicampur aduk begitu saja, karena  hal seperti ini pasti melukai salah satu diantara mereka.

Tapi ketika kalian menganggap Bapak tak apa untuk dimanja, ya terserah itu hakmu. Namun sebagai seorang gadis seberantakan aku yang tidak bisa "bermenye-menye" atau menggelinjang manja dipelukan Bapak,  Aku rasa aku punya cara yang tepat untuk memposisikan diri sebagai anak yang juga mampu memeluk Bapak dengan cara berbeda. Dan Bapak tetap seperkasa yang ku harapkan.

Biasanya aku melakukan dengan sedikit candaan ketika ku lihat Bapak dengan ekspresi wajah terbebani, pakaiannya tak beraturan atau bahkan kulitnya kering.

"Lihat Pak, sangking keringnya kulitmu aku mampu membuat tulisan dari kuku tanganku,"

Lalu kutepuk pundaknya

"Jangan terlalu dipikiri Pak. Handbody itu murah kok, kalau juga tidak mampu kita pakai autan sachet saja biar tidak kering itu kulit. Harganya cuma seribu, masih mampukan?"

Nah itu contoh kecilnya, celetukan seperti ini tak lupa diiringi dengan tawa kecil pula. Meledek tapi sebenarnya peduli. Kupastikan seorang Bapak pun paham tujuan anaknya, dan beruntungnya aku pun tak jarang mendapatkan Bapak tertawa karena merasa diperolok-olok.

Tapi ketika kalian mencoba dan gagal? Ku rasa kalian harus bisa sekreatif mungkin menghidupkan suasana atau lebih cerdas memilih "joke" yang lucu dan mampu dicerna Bapakmu. Coba saja ya dicoba. Bapak itu tak segarang wajahnya. Ia juga bisa diajak bercanda kok.

Meski ada sebagian yang menganggap ini bentuk kurang ajar seorang anak. Tapi bagiku kurang ajar itu ketika aku bicara dengan nada kasar atau menghardik Bapak untuk memaksa ini itu yang sebenarnya anaknya tahu Bapaknya tidak mampu. Ini hanya cara kecil karna aku masih belum mampu membahagiakannya dengan materi. Sebagai seorang gadis yang masih mengenyam pendidikan dan diminta untuk tetap fokus dengan rutinitas ini, ya ku rasa cuma itu yang bisa kulakukan.

Aku pun melakukan ini bukan tanpa alasan, aku hanya tak ingin mendapatkan Bapak bercerita dihadapanku dengan cengeng. Aku hanya ingin Bapak tetap gagah dimataku. Aku hanya ingin memberikan Bapak hiburan. Karena jika kami hanya bisa menangis satu sama lain, apa bedanya Bapak sama Ibu, itu kriteria ibu, Pak, Bapak tidak boleh ikut andil. Bapak hanya boleh menangis karena bahagia, sudah itu saja. Cukup.

Masalah itu jika tidak bisa disembuhkan oleh materi (uang) aku rasa tertawa saja cukup untuk mengurangi beban kita. Ya, meskipun tidak terselesaikan sepenuhnya. Tapi setidaknya kita mampu menghibur kesakitan kita.

Ya itulah caraku, dan ini semua terjadi karena isi kepalaku sudah terdoktrin oleh sosok laki-laki itu harus kuat, tidak manja dan tidak boleh cengeng.

Bagaimana denganmu?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini