Memilih Moralitas atau Hanya Sekedar Legalitas

Pendidikan yang tinggi harusnya juga dibarengi dengan semakin tinggi pula moralitas.

Pendidikan adalah aspek paling esensial dalam membentuk karakter seseorang. Pendidikan sendiri didefinisikan memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Dari definisi pendidikan bisa dipahami kalau pendidikan tidak hanya berorientasi pada kecerdasan intelektual. Tetapi mencakup juga kecerdasan emosional dan spiritual.

Advertisement

Dari pendidikan inilah nantinya diharapkan akan muncul orang-orang yang berintegritas dan progresif. Sehingga untuk bisa memunculkan orang-orang seperti itu. Maka dibutuhkan proses pendidikan yang tidak sebentar. Ada tahapan-tahapan yang harus dilewati dalam proses pendidikan ini. Mulai dari PAUD sampai Perguruan Tinggi.

Pendidikan yang tinggi harusnya juga dibarengi dengan semakin tinggi pula moralitas. Tetapi dewasa ini, orang-orang yang berpendidikan tinggi malah harus tersangkut kasus-kasus korupsi. Ini seakan menjadi alarm bagi pendidikan di Indonesia yang selama ini terlalu fokus kepada nilai siswa-siswinya.

Hal ini didukung dengan setiap tahunnya ada saja kasus kebocoran soal Ujian Nasional. Ini menandakan bahwa nilai lebih penting daripada kejujuran. Lingkungan keluarga dan masyarakat secara tidak langsung juga membentuk karakter tidak jujur ini. Orang tua akan sangat bangga kalau anaknya mendapat nilai 100. Orang tua tidak tahu anaknya mendapat nilai itu dengan hasil mencontek atau tidak. 

Advertisement

Hasil akhir pendidikan tidak hanya sebatas mendapat gelar atau ijazah. Pendidikan itu sangat luas. Kalau paradigma selama ini hanya berioentasi kepada ijazah maka proses pendidikan tidak akan terlalu diperhitungkan. Legalitas itu memang penting tapi tidak menjadi sesuatu yang substansial. Orang-orang sukses tidak mesti berpendidikan tinggi. Bisa jadi ia tidak tamat SD. Tetapi proses pendidikan tidak akan mengkhianati hasil. Kalau prosesnya baik maka out put-nya juga akan baik.

Tetapi akhir-akhir ini, ada beberapa orang yang tidak mau mengikuti proses pendidikan ini. Orang-orang ini mengambil jalan pintas dengan membuat ijazah palsu. Segelintir orang ini telah mencederai nilai-nilai luhur pendidikan yang sangat menjunjung tinggi moralitas.

Advertisement

Mereka telah membohongi diri sendiri. Tidak pernah mengenyam pendidikan formal tetapi karena adanya kepentingan yang mensyaratkan dia harus mempunyai ijazah. Mau tidak mau, ia harus membuat ijazah palsu walaupun harus membayar cukup mahal hanya untuk beberapa lembar kertas penuh kepalsuan.

Jual beli ijazah palsu memang marak di Indonesia. Hal ini harus segara diusut tuntas oleh pihak berwajib. Karena biasanya orang-orang memalsukan ijazah dilatar belakangi dari ketika ia akan maju dalam kontestasi politik dan menjadi calon legislatif atau yang lainnya. Seakan-akan menambah pamor dan semakin membuat bangga apabila di belakang nama berderet gelar akademis.

Padahal tidak tahu apakah gelar yang berderet itu sama dengan kualitas orangnya. Bisa dibayangkan, proses pendidikan saja ia palsukan apalagi sampai ia terpilih menjadi anggota atau mempunyai jabatan penting. Bisa menjadi apa nantinya. Di Indonesia, kejujuran sangat mahal harganya. Semuanya bisa dipalsukan.

Ketidak jujuran dengan memalsukan ijazah akan terus menjadi bibit baru korupsi. Inilah sebabnya mengapa Indonesia sangat sulit memberantas yang namanya korupsi. Karena banyak sekali pemalsuan dokumen penting apalagi ini menyangkut pendidikan. Beberapa tahun ini digembor-gemborkan pendidikan karakter. Dan sampai detik ini, out put dari pendidikan karakter belum terasa. Kebohongan publik semakin merajalela dan tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah saja dalam mengatasi masalah jual beli ijazah palsu.

Pendidikan menjadi parameter maju tidaknya suatu negara. Dari pendidikan bisa diukur peradaban sebuah negara. Apakah termasuk negara yang mempunyai peran sentral atau masih berkutat dengan masalah internal sendiri. Sekarang tinggal memilih antara legalitas atau moralitas.

Kedua hal ini harus berjalan beriringan supaya ada harmonisasi dalam dinamika kehidupan. Antara eksternal dan internal tidak bisa dipisahkan. Wajib belajar 9 tahun tetap harus ada legalitas apalagi memasuki Revolusi Industri 4.0

 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Aku lahir di Kediri. Aku anak terakhir dari lima bersaudara. hobiku dari dulu membaca dan menulis. Aku sangat suka membaca buku-buku non fiksi. dan aku suka menulis esai, artikel dan opini.

CLOSE