Mengupas Hukum Pidana di Indonesia Berkaitan dengan Nilai Pancasila

Hukum Pidana di Indonesia

Hukum adalah suatu peraturan atau ketentuan yang dibuat, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, dimana isinya mengatur kehidupan bermasyarakat dan terdapat sanksi atau hukuman bagi pihak yang melanggarnya. Keberadaan hukum bertujuan untuk melindungi setiap individu dari penyalahgunaan kekuasaan serta untuk menegakkan keadilan.

Mengingat kembali, pada tahun 2009 terjadi kasus pencurian singkong oleh seorang nenek karena kelaparan. Seorang hakim menangis saat menjatuhkan vonis kepada nenek. Nenek mengatakan bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit dan cucunya kelaparan. Sehingga nenek mencuri singkong. Namun, penuntut tidak menerima alasan nenek sehingga hakim menjatuhkan vonis.

Pada tahun 2017 silam, nenek Asyani divonis 1 tahun penjara dengan masa percobaan 1 tahun 3 bulan dan denda Rp 500 juta subsider dari hari hukuman percobaan. Nenek berusia 63 tahun tersebut didakwa mencuri dua batang pohon jati milik perhutani untuk dibuat tempat tidur. Nenek membantah dengan alasan batang pohon jati tersebut diambil dari lahannya sendiri oleh almarhum suaminya 5 tahun silam (Dan/Elin).

Adapun kasus serupa yang menimpa pada nenek berusia 92 tahun bernama Saulina Boru Sitorus divonis hukuman 44 hari penjara setelah terbukti menebang pohon durian milik kerabanya, Jepaya Sitorus.

Bukan hanya itu, seorang pelajar sekolah menengah Kejuruan Negeri 3 Palu, Sulawesi Tengah menjadi tersangka karena mencuri sandal jepit seharga Rp 30 ribu. Seorang pelajar tersebut didakwa Jaksa Naseh melakukan tindak pidana sebagaimana pasal 362 KUHP Pidana tentang pencurian dan dituntut 5 tahun penjara. Persidangan kasus ini berlangsung tertutup dikarenakan pelajar tersebut masih di bawah umur.

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 alinea pertama menyatakan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Selain itu juga telah dijelaskan dalam Pancasila sila ketiga, empat dan lima.

Rasa kemanusian yang adil dan beradab. Kemanusiaan yang adil pada diri sendiri, terhadap sesama, dan terhadap Tuhan. Mengandung prinsip perikemanusiaan dan internasionalisme yang terjelma dalam hubungan baik antar manusia, antar bangsa, tanpa terjebak dalam ego kesukuan sempit. Sementara yang dimaksud dengan beradab adalah martabat manusia dijunjung stinggi-tingginya (Notonegoro,1995).

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Cita-cita besar dalam asas permusyawaratan mengandung arti demokrasi politik dan demokrasi sosial/ekonomi sekaligus. Demokrasi musyawarah dibangun berlandaskan akal-kearifan tinimbang kuasa, yakni bersandar pada prosedur musyawarah sebagai cita-cita kebenaran politik dan kesertaan dialog antara mayoritas dengan minoritas (Latief,2011).

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dipahami sebagai kondisi di mana setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya, atau setiap hak orang ditempatkan pada sebuah kondisi yang memang sesuai dengan porsinya. Tantangan keadilan yang sesungguhnya adalah ketika tertuju pada orang lain, dalam arti masalah keadilan akan selalu muncul dalam hidup ketika manusia berada dengan yang lain.

Menindaklanjuti permasalahan dan kasus yang terjadi di Indonesia sebagaimana kaitannya dengan nilai-nilai Pancasila. Prinsip perikemanusiaan yang terjadi pada kasus nenek yang sudah lanjut usia harus menannggung beban hidup yang besar atas tuntutan pidana yang menimpa. Hal tersebut juga terjadi pada seorang pelajar sekolah menengah yang masih dibawh umur.

Hukum memang harus ditegakkan, namun bagaimana jika keadaan memang mengharuskan untuk melakukan pertahanan hidup seperti pada nenek Asyani. Kurangnya pemerataan sumber daya manusia di Indonesia belum sepenuhnya memadai. Sehingga ada beberapa masyarakat yang menyandang hidup serba kekurangan.

“Keadilan harus dihadirkan, aktif, terus diupayakan tegak, bukan malah pasif menunggu kedatangan Ratu Adil. Sebab Ratu Adil hanyalah mitos.” -W.S Rendra

Dengan itu, dibentuknya undang undang dasar Negara republik Indonesia dan Pancasila harusnya tidak ada keresahan masyarakat, dan sudah seharusnya seluruh masyarakat merasakan kesejahteraan dan kemakmuran secara menyeluruh.

“Runcing Kebawah Tumpul Ke Atas” harusnya tidak terjadi mengingat akan adanya Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang telah ada sejak jaman Presiden Soekarno-Hatta.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis