Menjadi Female Solo Backpacker, Siapa Takut?

Tepat setelah menamatkan perjalanan tunggal selama 38 hari dari bulan Juli sampai Agustus 2016 lalu, puluhan pertanyaan dan kesangsian sontak 'menyerang' saya,

Advertisement

"Kamu beneran jalan sendiri?"

"Ga takut apa yaa?"

"Emang ga punya temen buat diajak?"

Advertisement

"Disana sama siapa? Makan apa? Tidur dimana?"

"Hehehe saya harus jawab darimana dulu nih, Mbak, Mas".

Advertisement

Tidak sedikit juga yang memberi 'apresiasi' semacam ini,

"ORANG GILA! ISENG LO KEBANGETAN YAK!"

"Bangke lu, Mik. Gue pikir lo ilang dimana!"

"38 hari jalan sendiri? Sinting!"

yang kesemuanya dijawab dengan "Hahaha".

atau respon konyol seperti ini,

"Kalo lo sendiri, yang motoin siapa dong?"

"Gampang itu, Mbak, soalnya saya selalu bawa fotografer pribadi tak kasat mata."

***

"Kok bisa sih, Mik?" adalah pertanyaan paling umum dari semua yang ada.

Well, ini semua gara-gara Edensor. Sejak berkenalan dengan novel yang satu itu, saya selalu membayangkan diri saya berada di entah berantah, di tempat dimana tidak ada seorang pun mengenal saya, di tempat dimana saya tidak paham satu kata pun dari bahasanya, di tempat dimana saya 'memulai' semuanya dari nol. Edensor benar-benar menjadi racun di usia remaja saya!

Memasuki masa kuliah, keinginan untuk bepergian sendiri itu semakin menggebu-gebu. Apalagi saya kemudian bermukim di Yogyakarta yang notabene berada di tengah-tengah wilayah Indonesia, sehingga akses untuk bepergian semakin terbuka lebar. Coba kalau saya memilih untuk berkuliah di Sumatra? Sulit. Kemana-mana jauh, mahal, dan tidak efisien.

Juli 2016, agenda gila itu saya wujudkan. Ada dua provinsi yang saya pilih untuk dieksplorasi, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Berbulan-bulan sebelumnya saya ngos-ngosan menabung untuk dana ekspedisi, merinci tempat mana saja yang akan saya kunjungi, menghubungi host yang sekiranya bisa menampung saya, pontang-panting mencari pinjaman kamera (karena saat itu saya masih belum punya mirrorless seperti sekarang), bermalam-malam menekuri ratusan cerita perjalanan dari satu blog ke blog lain, serta sederet perjuangan lainnya. Semesta mendukung, H-4 keberangkatan, persiapan saya rampung 95 persen!

Kemudian hari-hari penuh suka duka itu dimulai. Menjejakkan kaki di Kota Bima sampai Sape, tidur bertemankan kecoak di salah satu penginapan di Dompu, mencoba susu kerbau di Sumbawa Besar, terharu atas kebaikan keluarga baru di Pulau Moyo, sampai di titik paling selatan Sumbawa Barat, menghirup udara Desa Mantar, mendapati kulit kian gosong sehabis dari Gili Kramat, Bedil, dan Kenawa, mengabaikan gelato dan seafood di Gili Trawangan demi menghemat uang, ditolong oleh keluarga baik hati di Mataram, berkunjung ke deretan pantai-pantai molek di Lombok Selatan, kelaparan di Nusa Penida, serta merasakan malam di Kota Denpasar walaupun hanya sebentar, bersama seorang kakak yang dermawan. Tuhan, hari-hari ajaib itu benar-benar pernah saya jalani rupanya!

***

Takut? Tentu ada. Perasaan akan diganggu, dirampok, ditipu, kehabisan uang, kelaparan, kesepian pasti akan menjadi momok pra keberangkatan. Jangankan sebelum berangkat, ketika sudah di perjalanan saja saya masih sering gamang. Tapi apa saya menyerah? Tidak. Perasaan takut itu bukan untuk disimpan terus menerus. Ketika sudah berani memulai, maka saya juga harus menyelesaikannya dengan secantik mungkin.

Apa saya pernah jatuh sakit? Pernah. Ketika hari pertama di Gili Trawangan. Faktornya jelas karena kelelahan. Malam itu, di kamar kosan lembab dengan harga terendah yang bisa saya dapatkan saat peak season, saya menangis dalam diam. Entah kenapa ketika itu saya rasanya ingin pulang saja. Saya lelah! Saya ingin makan enak dan tidur di kasur yang empuk! Saya pusing dengan keramaian para bule di luar sana! Iya, sedepresi itu. Ditambah suhu tubuh yang makin tinggi, saya tidur dengan perasaan kacau. Tapi coba tebak, besok paginya, saya sudah mengayuh sepeda dengan semangat mengelilingi pulau mungil itu seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya! HAHAHA.

Kalau ditanya, apa yang paling mengerikan selama perjalanan itu, hmm salah satunya mungkin tragedi smartphone saya yang mendadak error. Tiba-tiba saja tidak bisa dinyalakan, bahkan ketika saya belum sampai di tujuan pertama. Bingung dan panik bercampur menjadi satu. Semua data, kontak, dan info-info penting yang sudah saya kumpulkan berada disana. Tapi semesta tentu tidak mau tahu. Bagaimanapun perjalanan harus tetap berlanjut, dengan atau tanpa smartphone sekalipun. The show must go on~

P.s: Kalian tahu, bahkan sampai akhir perjalanan pun, benda itu tetap tidak bisa nyala, walau sudah dibawa ke gerai-gerai handphone paling gede di Mataram. Ketika sampai di Yogyakarta, saya mencoba peruntungan di salah satu tempat servis di dekat kampus, eh nyala!

***

Semua yang terjadi di perjalanan mengajarkan saya bahwa memang manusia yang berencana, tapi tetap ada Yang Maha Melihat di atas sana, Dia yang Maha Mempunyai Kendali. Misalnya ketika smartphone tiba-tiba rusak, saya seakan tidak bisa berkutik. Dunia seperti gelap! Padahal pra keberangkatan, saya selalu berpikiran begini, "Ah pokoknya saya bakal check in Path di setiap lokasi yang saya kunjungi, update Instagram setiap hariā€¦", langsung dikandaskan oleh-Nya lewat smartphone yang rusak. Luar biasa!

Lewat perjalanan itu pula saya menyadari bahwa pertolongan Allah memang nyata. Siapa sangka ibu pemilik warung makan di pojokan Terminal Mandalika itu akhirnya menolong saya. Beliau dengan baik hati mengizinkan saya untuk menginap di rumahnya berhari-hari, memberi makan, dan bersikap seolah saya adalah anak kandungnya. Atau tentang dua laki-laki yang saya temui di Pelabuhan Buyuk, Nusa Penida, yang rela hati mengantar saya dari Sanur ke kos-kosan teman di daerah Kuta. Padahal kami hanya sesama penumpang speedboat yang baru berkenalan dua jam yang lalu!

***

Lalu apa saja tips-tips untuk menangkal momok perjalanan tunggal tersebut?


  1. Persiapkan semuanya dengan matang selagi masih di rumah, baik itu pakaian, kebutuhan mandi, peralatan-peralatan 'kewanitaan' dan lain sebagainya. Sehingga ketika kalian butuh, semuanya tinggal diambil saja dari backpack atau koper.

  2. Rinci dana yang akan dibutuhkan sampai nominal terkecil, bahkan untuk hal remeh seperti uang parkir.

  3. Jangan membawa terlalu banyak uang tunai. Ingat juga untuk selalu menyiapkan recehan.

  4. Cari sebanyak-banyaknya calon host, sehingga ketika ada yang tidak bisa dihubungi, kalian masih punya host cadangan.

  5. Jangan berpakaian terlalu mencolok, apalagi memakai terlalu banyak perhiasan. Percayalah, itu awal dari sebuah tindak kriminal.

  6. Jangan segan untuk berteman dengan penduduk lokal, tapi tetap jaga kewaspadaan.

  7. Yakinlah dengan kemampuanmu sendiri! Buatlah perjalanan se-mengesankan mungkin selama kamu bisa.

  8. Menjaga tata krama, kapan dan dimana pun. Ini penting. Sudah banyak kejadian wisatawan yang di'ganggu' karena bersikap tidak sopan.

  9. Jangan boros mata! Penyakit sebagian besar kaum wanita adalah ketika melihat barang unik, mereka langsung kalap dan membelinya tanpa pertimbangan budget. "Eh ini lucu yaa. Wah yang itu juga. Beli yuuuk, kapan lagi coba." Sehabis itu budget langsung ludes tanpa bekas. Cengo ya cengo daaah!

  10. Tangguh dan berani! Menjadi cengeng tidak akan membantu apa-apa.

***

Bepergian sendiri, apalagi untuk cewek, itu sah-sah saja. Memangnya kenapa kalau jalan tanpa teman? Apa itu berarti kita akan selalu dalam bahaya? Kalau pun bersama rombongan, apa ada jaminan perjalanan akan selalu aman sampai kembali ke rumah? Tidak kan?

Kita mempunyai kekuatan yang sama kok dengan kaum laki-laki, bahkan lebih,

Naik bis sendiri? Ayok!

Nginap di hotel sendiri? Oke!

Motoran keliling tempat wisata sendiri? Siap!

Nebeng truk? Budhal!

Tidak ada yang perlu ditakutkan, selama kita mempunyai niat yang baik serta bertindak dengan sopan. Jangan terus-terusan fokus dengan pikiran buruk. Ketakutan-ketakutan itu sebenarnya hanya sugesti yang berputar-putar di kepala. Percayalah, Allah selalu bersama kita. Kita hanya perlu modal nekat, percaya, berani dan tangguh, lalu rasakan adrenalin itu mengepung tanpa ampun!

Cheers,

Aniska

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penggemar berat Keenan-Kugy dengan segala keajaibannya. Mahasiswa HI berjiwa sastra yang masih mewujudkan mimpi keliling Indonesia.

CLOSE