Menulis Demi Kebaikan, Menulis Untuk Dibaca

Bahkan Diary Juga Untuk Dibaca, kan?

Tinggal sedikit lagi menuju Pemilihan serentak 2019. Tapi kamu ingatkan, gimana selama perang kampanye dua kubu ini saling menjatuhkan? Bisa lewat bentuk apa saja; video, rekaman suara, dan lain-lain, khususnya tulisan. Aku yakin kamu enggak pernah hitung berapa tulisan hoax yang sudah kamu serap sebelum akhirnya kamu sadar, apalagi yang sampai sekarang kamu belum sadar. 

Advertisement

Menulis adalah kegiatan bak pisau bermata dua. Kalau kamu enggak hati-hati dalam melakukannya, ia bisa dengan senang hati menghancurkan apa pun. Bisa kamu sendiri, dan yang lebih parah: pembaca. Kecuali memang kamu mengagendakan kehancuran tersebut.

Menurutku, penulis harus punya tanggungjawab moral dan prinsip kuat. Memang penulis bukan jurnalis yang harus pegang erat berbagai kode etik. Namun, karena produk yang dihasilkan berada dalam bentuk yang sama: tulisan, maka aku rasa perlu ada ke-mawas-an diri sebelum produk tersebut disebarkan. 

Adalah tanggungjawab moral penulis untuk menulis sesuai kebenaran. Walau tiap orang punya kebenaran beda, tapi kalau tiap penulis menjadikan hal ini sebagai prinsip, enggak akan mereka mau dengan sukarela dan sadar disuruh menyebarkan kabar bohong. Menyebarkan analisis yang menggiring demi keuntungan pribadi dan golongan. Tidak mungkin. "Kecelakaan" pasti ada, tapi kenyataannya sekarang, kebanyakan penyebar hoax itu orang yang memang sengaja menceburkan diri dalam "kecelakaan" itu. Kalaulah prinsip dan tanggungjawab moral ini dipegang erat, digigit pakai gigi graham, aku rasa tulisan-tulisan menyesatkan bisa diminimalisir.

Advertisement

Tulisan, yang lurus-lurus saja, dengan perbedaan pengalaman dan berbagai faktor eksternal-internal lain, bisa berbeda interpretasinya antara yang ingin disampaikan penulis dengan yang ditangkap pembaca, kok. Apalagi yang sengaja dibengkokkan, dipatahkan. 

Menulis juga salah satu pekerjaan dengan pengaruh paling besar. Pemerintah dunia mana, sih, yang enggak takut sama tulisan? Di film-film perang, kamu pasti sering lihat aktor merobek-robek kertas setelah membaca tulisan, kan? Instansi media seperti Tempo, di zaman Soeharto dibredel karena apa, sih, kalau bukan tulisan? Tulisan memang hanya sekumpulan huruf tidak bersuara, tapi hanya dengan dibaca, bahkan jantung manusia bisa berhenti karenanya. 

Advertisement

Karena itulah, jika penulis tidak benar-benar memperhatikan hal ini, dengan mudah melacurkan diri menjual kemampuannya demi keuntungan yang hanya akan dinikmati paling banter sampai jasad ini mati, tentu akan sangat berbahaya. Kalau kamu percaya hari setelah kematian, harusnya kamu percaya juga dengan dosa berkepanjangan. Tulisan, apalagi di era digital, akan terus dapat dibaca dan mereproduksi orang-orang yang memaknainya. Berbanggalah pada tulisan yang mampu membawa ke arah perubahan baik. Kebaikan yang kamu dapatkan pun otomatis juga akan berkepanjangan.

Di luar semua itu, tulisan tentu harus dibaca agar dapat diperas manfaatnya. Apa gunanya kamu punya ide besar tapi cuma kamu dan teman-temanmu saja yang tahu. Tulisan harus disebarkan ke semua orang agar mereka membaca, agar tujuan penulis bisa terwujud. 

Di awal kuliah, aku punya arogansi ini. "Menulis ya karena mau menulis saja. Mau ada yang baca atau tidak, ya terserah." Tapi seiring berjalannya waktu, aku kira pemikiran kayak gini enggak benar, dan terlalu sombong. Kalau setiap penulis menginginkan manfaat, maka tidak bisa tidak, dengan sukarela ataupun terpaksa, penulis harus mengantarkan tulisannya ke para pembaca. Kalau kamu punya kemampuan, menulis di media ternama mungkin sudah cukup. Tapi kalau kemampuanmu pas-pasan dan namamu kalah tenar dibanding penulis mayor, menyebarkan link di setiap media sosialmu bahkan mengirimnya melalui chat personal ke orang-orang adalah cara efektif.

Jangan takut dianggap sombong saat menyebarkan ide-idemu, menyebarkan tulisanmu. Kamu cuma perlu berdamai dengan ketakutan-ketakutan itu. Percaya diri bisa dilatih tapi perasaan seperti ini, harus dihilangkan. Lagipula, tidak melakukan sesuatu karena takut dianggap sombong orang lain, sama saja  menyombongkan diri ke orang lain bahwa kamu bukan orang yang sombong. 

Sangkaan orang tidak bisa diatur, tapi sangka diri sendiri bisa diredam. Tak perlu memikirkan apa yang orang pikirkan, pikirkan apa yang mengganggu pikiran dari pikiranmu sendiri itu. Mulailah menulis dengan jujur, sesuai kebenaran, dan tidak melacurkan diri demi keuntungan sesaat. Lalu sebarkan ke semua orang. Bukan karena ingin dikenal, bukan karena sombong, hanya karena kamu harus menyampaikan gagasanmu ke mata dunia. 

Selamat berkarya!

 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE