Pada Suatu Subuh, Ketika Rindu dan Pilu Mengunjungiku

Katamu kau akan datang meminang, tapi kok malah datang mengantar undangan?

"Selamat malam," sayup terdengar suara sapaan dari luar.

Advertisement

Aku kemudian membuka mata. Ah, sial! Kau lagi, kau lagi. Mengapa sepagi ini kau datang bertamu? Masih terlalu pagi bagiku untuk menjamu rindu. Sudahlah, pulang saja sana, meringkuhlah di dalam dekapannya, ia yang katamu lebih dewasa itu. Lagi pula, teras yang biasa kita gunakan untuk bercanda dan bercengkrama sembari menyeruput kopi sudah lenyap bukan? Tidak ada lagi tempat untukmu, selayaknya tiada lagi tempat untukku di hatimu.

Demi apa subuh-subuh begini rindu mengetuk pintu kamarku? Padahal, undangan pernikahanmu yang datang tadi siang belum kusentuh sama sekali. Jangankan untuk membukanya, malahan aku berniat untuk langsung membuangnya. Lantas mengapa kau lancang mengutus setumpuk kenangan kita ke rumahku sesubuh ini? Kau tengoklah sekarang mereka petantang-petenteng tepat di depan pintu kamarku.

Sekarang, sebelum aku marah dan gusar, kuminta padamu baik-baik untuk keluar dari kepalaku segera. Berhentilah bermain petak umpet di sana. Berhentilah bersembunyi di balik kelopak mataku, agar setiap kali memejamkan mata, aku tidak melihatmu lagi. Jika kau masih bersikeras begitu, maka aku akan bersikeras pula untuk tidak keluar dari kamar ini.

Advertisement

Selain kamu dan surat undanganmu yang tergeletak di meja kamarku itu, ada satu hal lain yang ikut memprovokasi kegalauanku saat ini, yaitu sebait lirik lagu yang aku yakin kamu pasti akan tersenyum angkuh ketika mendengar aku menyanyikannya; "…mana janji manismu?"

Kunyalakan sebatang tembakau alih-alih mengusir nyamuk dan rasa galau. Tak dapat kuhitung lagi entah sudah tembakau yang keberapa yang kusulut kali ini, pun entah sudah cangkir kopi yang keberapa. Setahuku, setiap kali asap tembakau yang kuhembuskan ke udara, saat itu pula kepulan asapnya membingkai wajahmu, senyummu, bahkan ia menjelma jemarimu sampai-sampai jemariku tergesa-gesa meraba udara hampa. Seingatku, setiap kali aroma kopi melintas di depan indra penciumanku, ketika itu pula aroma tubuhmu melayang memenuhi seisi kamarku.

Advertisement

Apa yang harus kulakukan sekarang? Jelas, aku harus melanjutkan kehidupan. Dan yang lebih jelas lagi, aku akan menjalani itu semua tanpa kau, lagi. Huft… tapi tolong beritahu aku cara untuk dapat tertidur segera!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pungguk yang meindukan Bulan...

CLOSE