[CERPEN] Pelabuhan Terakhir, Tempatku Menyambutmu dengan Cinta

Aku akan menyambutmu dengan penuh cinta di pelabuhan ini, seperti pesanmu waktu itu

Suatu siang yang panas, pukul dua belas, aku melajukan sepeda motorku ke arah pujasera, limaratus meter dari kantor tempat ku bekerja. Ada seseorang yang telah menunggu disana. Di bawah pohon kersen, ditemani dengan sepiring gado – gado dan es kelapa muda. Wajahnya yang sendu segera tersenyum menyambut kedatanganku. Manis, tak terlupakan.

Advertisement

“Sudah siap mengantarku besok?” tanyanya sembari tersenyum.

Hanya anggukan yang kuberikan. Entahlah, sesak dada ini setiap akan melepasnya. Tak terasa mataku berair saat melihat secarik tiket tujuan ke tanah seberang.

“Kali ini aku pulang naik kapal lagi. Mungkin sampainya bisa tiga hari. Kamu bisa kan menahan rindu? hehe. Begitu sampai, pasti langsung aku telepon.”

Advertisement

Mungkin hal semacam ini telah terasa biasa olehnya, namun tidak bagiku. Aku benci setiap kali kita bertemu, namun untuk memulai perpisahan yang baru. Berat hati ini melepasnya, meskipun telah puluhan kali aku melakukan ini. Seakan ini adalah pertemuan terakhir.

***

Advertisement

Ku tatap jam tanganku, sudah menunjukan pukul tiga sore. Segera ku hubungi mas Andi. Katanya minta diantar, tapi kenapa belum kelihatan? Bukankah sudah jelas di tiket keberangkatan kapal jam lima sore. Ah, kebiasaan. Nampaknya kebiasaan terlambat sudah mendarah daging dalam hidupnya. Dari jauh kulihat dirinya, postur tubuh yang ideal, berkulit hitam manis, dengan memakai jaket pemberianku.

“Jadi mau pulang tidak mas? Ini udah jam berapa coba? Kalau tertinggal kapalnya bagaimana?”

Percuma, marahku pun hanya ditanggapi dengan senyuman.

***

Dengan langkah tergesa kami segera meninggalkan tempat parkir menuju tempat pemberangkatan penumpang menuju Sampit. Tidak hentinya air mata ini menetes, membayangkan beratnya berjauhan dalam waktu yang lama. Genggaman erat tangan mas Andi pun nyatanya tak mampu menguatkanku. Malah semakin menjadi tatkala kami sampai di pos pemeriksaan tiket, air mataku tak terbendung lagi. Terlebih saat beberapa kali petugas menyerukan bahwa KM Karimata jurusan Sampit telah siap berangkat. Kami hampir terlambat. Selamat jalan sayang, semoga engkau sehat di tanah seberang.

Dengan langkah gontai aku mulai melangkah meninggalkan pelabuhan. Ku pacu sepeda motorku lebih cepat dari sebelumya. Ingin segera ku sampai di rumah, merebahkan raga dan jiwa yang lelah.

***

Selesai mandi dan menjalankan kewajiban kepada sang Ilahi, aku mulai mengecek handphone ku. Ah, kulihat ada pesan darinya.

Terimakasih sayang. Doakan aku cepat kembali. Semoga di tahun depan kita telah sah menjadi sepasang suami istri. Sehingga kita tidak akan berjauhan lagi seperti ini. Sambut aku nanti di pelabuhan ini tahun depan. I love you.”

Lagi-lagi airmata ini menetes tanpa diminta. Hati terasa perih seakan teriris. Akan sampai kapankah keadaan ini berakhir Gusti? Sampai kapankah aku harus menunggu untuk dapat bersama tanpa perpisahan?

Disaat seperti ini, pemikiran gilaku seakan muncul kembali. Andai dulu aku tak memilihnya, pasti sekarang aku telah menikah. Andai dulu aku terima pinangan laki-laki lain, setidaknya saat ini aku tidak akan merasakan perihnya perpisahan, meskipun hanya sementara. Ya, aku sangat membenci perpisahan. Seberapa pun singkat waktunya. Belum cukupkah dari perpisahan orang tua ku yang telah meninggalkan luka, yang bahkan hingga saat ini tak ketahui kemana ku harus mencari mereka. Mengapa kini Kau berikan perpisahan kembali padaku? Tidak. Aku tidak boleh punya pemikiran seperti ini. Kami akan segera bertemu. Melanjutkan segala kisah yang telah kita rajut selama ini. Mas Andi hanya pergi sementara, itupun untuk bekerja demi biaya pernikahan kami di tahun depan. Tak terasa mata ini semkain berat, membuatku terlelap untuk sejenak melupakan penatnya dunia.

***

Pagi yang cerah ku sambut dengan semangat baru. Senyum penuh keyakian ku pancarkan pagi ini. Ku harapkan belahan jiwaku pun melakukan hal yang sama. Seperti biasa, aku menjalani rutinitasku dengan bekerja. Sejak semalam hingga pagi ini, belum kudapat kabar dari mas Andi. Hm, pasti sudah ditengah laut, mana ada jaringan untuk menghubungiku. Tapi, sudahlah. Toh semua akan berjalan seperti biasanya, lusa pasti dia akan menelponku, mengatakan jika ia sudah sampai dengan selamat, dan yang pasti sudah memiiki rindu yang menggebu untuk segera ingin bertemu. Hihi, mas Andi memang memiliki kelucuan tersediri. Itulah sebabnya, kenapa akhirnya aku memilihnya, berharap dia akan menjadi pelabuhan cinta terakhirku, setelah beberapa kali ku alami perpisahan yang menyayat hati.

Tatapan matanya yang teduh, tutur katanya yang lembut dan sikapnya yang selalu menghormatiku, membuatku mantap menerima lamarannya. Kini, aku hanya butuh bersabar, menunggu satu tahun lagi untuk bisa memiliki mas Andi sepenuhnya.

***

Tiba-tiba bahuku ditepuk dengan keras, membuyarkan segala keindahan yang sedang aku pikirkan. Sontak aku membalikkan badan, aku melihat wajah teman dekatku, Mita, pucat dan gugup. Belum sempat aku bertanya, dia dengan cepat menunjukkan headline berita online padaku. KAPAL KARIMATA TENGGELAM, SELURUH PENUMPANG HILANG. Seketika kepalaku terasa berat, penglihatan ini menjadi gelap, dan hening…

***

Mas Andi, kini telah dua tahun berlalu. Namun hati ini belum juga beranjak darimu. Hingga saat ini aku masih selalu menunggu. Aku akan menyambutmu dengan penuh cinta di pelabuhan ini, seperti pesanmu waktu itu. Meneruskan cerita cinta kita yang belum sempat selesai. Namun semua telah terjadi. Kini kita telah terpisah. Tak akan pernah bertemu dan bersatu. Mas Andi pergi membawa kenangan dan harapan, melebur di lautan. Melepaskan semua rindu yang telah lama menunggu. Aku akan selalu menunggumu, atau mungkin sebenarnya engkaulah yang telah menungguku, di keabadian.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

seorang perempuan biasa yang ingin selalu belajar

CLOSE