Perjuangan Sembuh dari Kebiasaan Nonton Film Biru. Jangan Mulai Kalau Tak Mau Terjerat Candu!

Cara berhenti menonton pornografi

"Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca Hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim."

Advertisement

Semua berawal dari rasa penasaran saya. Saat itu saya sedang ingin tahu banyak hal. Ketika diberikan sesuatu saya akan mencari tahu tentang sesuatu itu, tanpa terkecuali. Bermain game online adalah hobi saya pada saat usia saya sekitar 9 tahun. Laptop yang saya gunakan bukanlah milik saya pada saat itu. Saya pun harus memenuhi batasan dalam peraturan bermain yang pada saat itu hanya diperbolehkan bermain selama 2 jam sehari jika hari libur. Karena saya seorang anak kecil yang cerdik, saya memanfaatkan waktu untuk bermain jika pemilik laptop sedang berada di luar rumah.


Suatu hari, ketika saya sudah bosan bermain. Saya usil membuka-buka file di laptop tersebut.


Sedikit tidak sopan memang, tapi itu hanya untuk melepas penat sesudah bermain game. Tidak sengaja saya menemukan file yang menarik perhatian saya. Sesuatu yang menarik itu disebabkan isi file tersebut dipenuhi dengan video-video. Semakin menarik isi file tersebut membuat saya ingin membuka salah satu videonya.

Advertisement

Setelah menonton satu video, jantung saya berdegup kencang. Membuat saya ingin membuka video yang lain lagi karena penasaran dibuatnya. Selain itu, saya juga ingin menutup diri dari orang-orang di sekitar saya, yang pada saat itu ada nenek saya. Rasanya ingin melihat video-video ini tanpa gangguan orang lain. Pada saat saya melihat video-video tersebut saya juga memilah video yang sekiranya menarik. Setelah hari itu, saya tidak menonton video-video tersebut. File video itu pun tidak ditemukan lagi.

Berlalu 3 tahun kemudian.

Advertisement

Rasa 'ingin' yang sama menghampiri lagi. Saya pikir dunia ini sudah canggih, saya bisa dapatkan apa pun yang saya inginkan. Terlebih saya sudah diperbolehkan menggunakan handphone secara pribadi. Berhari-hari saya memendam keinginan saya. Hingga suatu saat saya ingin sekali melihat hal ‘seperti itu’. Waktu itu saya ingin mengetahui suatu kata yang terdengar asing bagi saya, ternyata kata yang saya cari di google tersebut berbau ‘itu’. Terjerumuslah saya pada hal-hal ‘seperti itu’ dalam bentuk gambar. Sampai akhirnya keinginan untuk melihat lagi tidak tertahankan. Saya akhirnya melihat lagi video 'itu' di salah satu laman internet. 

Di tahun selanjutnya.

Saya merasa biasa dengan hal "itu". Tontonan dan gambar-gambar yang dapat saya akses di laman internet menjadi bahan pengantar tidur untuk saya. Karena hal-hal seperti menonton tak akan jauh hubungannya dengan masturbasi. Maka, hal itu kerap kali saya lakukan terkadang di bawah kesadaran saya sendiri. Selain itu, terkadang hormon saya yang sedang meningkat menjelang menstruasi membuat keinginan melihat "itu" semakin besar. Bahkan karena merasa beban masalah yang diderita terlalu berat maka menonton video tersebut merupakan bentuk pelarian saya untuk "bersenang-senang".

Begitulah dosa yang mampu saya ungkapkan kepada kalian para pembaca. Bukan, bukan untuk iba atau untuk dikomentari Halah, itu sudah biasa! Penderitaan ini mengakibatkan saya kurang fokus dalam menekuni pelajaran di sekolah. Selain itu, saya juga kurang bisa menekuni sesuatu secara konsisten. Bahkan, kebiasaan saya mengaji pun semakin lama semakin memudar. Walaupun kehidupan saya di sekolah nampak biasa-biasa saja, saya bisa bergaul, saya bisa berorganisasi, bercanda layaknya teman-teman yang lain.

Jenjang 3 tahun yang terlewat sebelum kejadian kedua kalinya merupakan masa-masa saya menduduki bangku Sekolah Menengah. Pada saat itu kenginan untuk melihat "itu" tidak terbesit sama sekali. Di mana pada saat itu saya sangat menekuni banyak hal. Dengan dukungan guru-guru dan orang-orang di sekitar, seperti keluarga dan teman. Di awal SMA, karena saya merasa seperti tidak mendapatkan dukungan dari siapa pun. Maka, keinginan seperti "itu" muncul dan benar-benar mengganggu saya.

Beberapa kali saya mencari solusi di laman internet berkali-kali pula saya gagal untuk bertobat dari dosa tersebut. Bahkan sampai sekarang keinginan itu ada, namun bisa saya redam dengan cukup baik.


Bukan main kecanduan hal semacam ini benar-benar menjatuhkan mental di dalam diri seseorang.


Hal terpenting untuk mencegahnya adalah kepada keluarga dan guru-guru pengajar saya meminta tolong untuk memberikan dukungan pada remaja, seperti anak atau anak didik. Diambil dari pengalaman di atas. Dukungan yang dilakukan benar-benar membantu untuk menuntun kepada capaian mimpi dan minat anak. Dukungan dapat dilakukan dengan banyak cara. Bahkan hanya dengan mengacungkan jempol dan tersenyum ketika anak sedang belajar atau berusaha, hal itu sangat berarti.

Selain itu, dukungan juga dapat diberikan menanyakan kabar sekolah, kesulitan belajar, atau bahkan berteman ketika anak sudah pulang dari sekolah. Dengan keramahan dan penuh perhatian, anak akan benar-benar merasa bahwa dirinya dalam dukungan yang  penuh. Sehingga perilaku menyimpang dari pengalaman di atas dapat di atas dengan baik.  

Pesan untuk yang sedang "menderita" hal yang sama dengan pengalaman saya. Semangat untuk mencari dukungan sebanyak-banyaknya dan jangan menghakimi diri sendiri. Coba lihat cermin dan perbanyaklah membaca kata-kata motivasi. Selain itu, coba bertahan sebisa mungkin dengan tidur tanpa handphone, ketika masuk waktu tidur jangan lagi membuka media sosial atau apa pun. Jika sudah cukup mampu mengatasi keinginan yang sangat besar dengan menahannya, maka perbanyaklah membaca Kitab Suci dan juga perdalam makna di setiap katanya. Sehingga merasa bahwa Tuhan benar-benar ada di samping kita dan mendukung apa pun kebaikan yang sedang atau akan kita lakukan.

Sulit tapi  mungkin, mungkin belum sekarang. Semoga besok sudah berhasil.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE