Persahabatan itu Ada, Jika Kamu Mempercayainya

Kamu berpikir bahwa kita tak bisa bersaudara karena tak ada hubungan darah. Kamu juga berpikir bahwa tak ada orang lain yang bisa bertahan disisimu layaknya keluarga. Kamu tak mempercayai bahwa persahabatan itu ada.

Padahal aku menganggapmu sahabatku, saudara yang kupilih. Aku tak peduli meski di matamu aku hanyalah teman biasa. Aku tetap memanggilmu sahabatku, sekalipun kamu tak mempercayai persahabatan itu ada.

“Aku percaya persahabatan itu ada. Karena aku merasakan kenyamanan yang sama seperti saat aku bersama keluargaku di sisimu.”

Karena aku percaya persahabatan itu ada, sebab itulah aku menemukannya.

Aku menemukanmu, orang asing yang mau menjadi penopangku. Meski dimatamu segala kebaikanmu hanya bentuk balas budi padaku, dimataku tetaplah itu berbeda. Aku percaya, kamu terus-menerus disisiku karena rasa nyaman yang sama. Kamu hanya menampiknya karena terlalu keras kepala.

Kamu bilang, aku bisa pergi kapan saja. Kamu bilang, suatu hari nanti kita akan bertengkar dan berpisah. Sebab itulah kamu tak ingin menyebut hubungan kita persahabatan. Kamu terlalu takut berharap.

Sahabatku, ketahuilah. Pergi bukan berarti tak pernah ada. Bukan hanya sahabat, keluarga pun bisa pergi kapan saja, bukan? Jika seseorang pernah menjadi sahabatmu kemudian ia meninggalkanmu, bukan berarti ia mengkhianatimu. Bukan berarti kamu salah menganggapnya sahabatmu. Bagaimanapun, ia pernah ada dan menjadikanmu saudara. Kepergiannya pastilah ada alasan. Kamu tak bisa menampik ikatan yang pernah kalian rajut bersama. Begitupun kita, sahabatku. Sekalipun nanti keadaan membawaku pergi, bukan berarti aku berpura-pura menjadi sahabatmu selama ini. Sahabat bisa ada di sisimu sepanjang waktu yang ia mampu, tapi ia tak bisa berjanji untuk selamanya ada.

“Kamu hanya perlu membuka mata dan melihat ketulusan yang ada. Jangan menyia-nyiakan kebersamaan kita.”

Kita bisa saja bertengkar, beradu pendapat, karena kita berbeda. Tapi bukan berarti perbedaan kita tak bisa diserasikan. Kita hanya perlu menyesuaikan. Kita hanya perlu saling mengerti keadaan dan tidak memaksakan kepentingan. Belajarlah terbuka, belajarlah percaya, dan kita lewati segalanya sama-sama.

Menurutmu, kenapa Tuhan menciptakan pertemuan dan membiarkan kita berkenalan? Tuhan tak pernah menciptakan waktu yang sia-sia. Kebersamaan kita pastilah ada artinya, kebersamaan yang kumaknai sebagai persahabatan.

Menurutmu, kenapa Tuhan melepaskan kita sendiri di kerumunan orang asing? Agar kita menemukan keluarga lain, yang bisa kita pegangi saat pintu rumah kita tertutup. Agar kita bisa menemukan tempat berlindung lain, saat dinding rumah kita retak. Agar kita bisa menemukan pegangan lain, saat keluarga kita tak bisa diandalkan. Agar kita bisa menemukan tempat bersandar, saat orangtua membuat kita menangis.

“Apa kamu masih menampik persahabatan? Berpikir sempit justru membuat duniamu sulit.”

Kamu hanya perlu membuka mata. Berhenti membentengi dirimu berlebihan. Kita memang dilahirkan sendiri, tapi Tuhan tak membiarkan kita hidup sendirian. Jika keluargamu tak lagi ada, sahabatlah yang menjadi rumah kedua. Sahabatlah yang menopangmu meski tak sekokoh tangan ayah dan tak sehangat pelukan ibu.

Aku akan menjadi sapu tangan yang menampung gerimis di wajahmu. Aku akan menjadi roda yang menemani petualanganmu. Aku akan menjadi kertas yang menyimpan semua rahasiamu. Kamu hanya perlu mempercayaiku, untuk saat ini, saat dimana kita bersama. Kamu hanya perlu membalas rangkulanku, untuk saat ini, saat dimana kebersamaan kita masih nyata.

“Dengan segala keterbatasan yang kupunya, aku berusaha membuktikan padamu bahwa persahabatan itu ada.”

Mungkin akan ada hari dimana aku membuatmu kecewa. Mungkin akan ada hari dimana aku pergi dan lupa. Mungkin akan ada hari dimana aku lari dan menghilang. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan, bukan? Tapi kita tak perlu mengkhawatirkan apa yang belum terjadi. Kita hanya perlu menikmati waktu yang ada, saling mempercayai dan bergantung untuk sekarang.

Jika kamu terus memikirkan pengkhianatan temanmu di masa lalu dan mengkhawatirkan kepergianku di masa yang akan datang, bagaimana bisa kita menikmati waktu sekarang? Terlalu banyak memikirkan kemungkinan hanya menutup semakin banyak ruang.

Untuk saat ini, yakinlah persahabatan itu ada. Jika kamu masih enggan mempercayainya, tak apa. Biar kulanjutkan persahabatan sepihak ini, karena aku sudah terbiasa. Aku sudah terbiasa menyayangi sahabat yang hanya menganggapku teman. Aku sudah terbiasa dengan rasa sepihak, anggapan searah, dan semacamnya. Aku tak memaksa siapapun membalas rasa sayangku.

Kamu tetap sahabatku, di mataku dan di hatiku.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Author Amatir Ig: @puisimei