Persepsi-persepsi Menikah yang Tidak Semudah Sangkaanmu

Menikah itu antara pria dan wanita, dua orang yang membentuk perusahaannya sendiri untuk keberlangsungan hidupnya.

Bukan soal pembenaran perihal kedua insan yang saling mengadu kasih dengan asma cinta.

Tidak cukup soal itu, lalu? Investasi material yang harus diutamakan?

Tidak juga, materi hanya sebagai pelengkap hidup untuk membangun sebuah istana secara perspektif, pendidikan dan kebutuhan sekunder dalam bahtera pernikahan.

Menikah itu antara pria dan wanita, dua orang yang membentuk perusahaannya sendiri untuk keberlangsungan hidupnya.

Hal yang sangat dibutuhkan mengenai persepsi-persepsi dasar dari dua pola pikir yang harus disatukan, ideologi keduanya perlu terpadu dengan mengesampingkan ego. Kenapa? Jika sebuah perusahaan yang dibina tidak mampu menyelaraskan daya pikirnya untuk mengembangkan dan mendapatkan keuntungan maka akan mudah gulung tikar karena pencapaian egonya yang diutamakan, begitu pula dengan menikah. Perlu afirmasi pasti dari keduanya.

Untuk itu, menikah bukan hanya soal cinta dan materi. Akan tetapi dibutuhkan pola pikir bijak dan dewasa, keduanya harus bisa berdiskusi, saling mendorong, membangun dan mengembangkan kebahagiaan pernikahannya. Kinerja otoriter dalam sebuah pernikahan hanyak akan menimbulkan kekacauan.

Lalu bagaimana dengan bijak dan dewasa di sini? Tentunya keduanya tidak harus saling ketergantungan. Misal, seorang suami menyerahkan pekerjaan rumahnya pada istri ketika istri sakit maka segala sesuatunya tidak akan berjalan dengan lancar. Atau seorang istri bergantung pada suami untuk mengelola keuangan maka ketika usaha/pekerjaannya sudah tidak bisa dilanjutkan tidak akan ada yang bisa menggantikan dan akan berakhir dengan kebangkrutan.

Jadi menikah itu harus dengan orang yang tepat tidak ketergantungan bisa diajak diskusi untuk memecahkan masalah bukan malah memperkeruh masalah. Katanya menikah itu harus bisa saling mengalah, menurunkan ego, saling mengerti. Saling mengalah yang bagaimana? Menurunkan ego yang seperti apa? Saling mengerti sejauh mana? Bukan, permasalahan yang terjadi tidak sesederhana itu.

Asalkan pola pikir keduanya mampu membentuk ruang komunikasi dengan baik maka akan mudah menyelesaikan masalah tidak dengan intonasi tinggi, tidak dengan amarah yang memuncak, tidak dengan menunggu pasangan mengalah. Tetapi dengan berdiskusi duduk bersama sambil meminum kopi dan mencari jalan keluar dengan santai namun relevan.

Bukankah pernikahan itu membutuhkan cinta? Cinta  akan mudah dibangun dengan apa? Dengan perilaku baik, memahami bukan mengerti. Memahami berarti mengetahui segala sesuatunya dengan baik lebih dari sekedar mengerti tetapi dengan penuh pengetahuan lebih jauh. saling mengasihi tetapi tidak dengan terlalu memanjakan karena memanjakan berlebih akan berdampak buruk pada tingkah laku yang selalu ketergantungan, terutama saling mendoakan. Karena doa adalah sebaik-baiknya cinta yang tulus

Dan satu hal lagi yang sangat besar perihal menikah, yaitu senyuman. Tersenyum ialah nilai yang sangat mahal dengan harga yang murah. Mahal karena tidak semua orang mampu tersenyum atau memberikan senyuman atau membangun senyuman pada orang yang dikasihinya. Murah karena tersenyum itu gratis hanya saja banyak orang yang melupakan bahwa tersenyum dan senyuman mampu mengubah segalanya menjadi lebih indah dan lebih baik.

Maka dari itu sebelum menikah harus paham dari segala aspek tersebut terutama investasi kebahagiaan yang saling diciptakan. Karena jika kita mencari kebahagiaan tidak akan pernah dimiliki haknya jika bergantung pada seseorang.

Bukan soal pembenaran perihal kedua insan yang saling mengadu kasih dengan asma cinta.

Tidak cukup soal itu, lalu? Investasi material yang harus diutamakan?

Tidak juga, materi hanya sebagai pelengkap hidup untuk membangun sebuah istana secara perspektif, pendidikan dan kebutuhan sekunder dalam bahtera pernikahan.

Menikah itu antara pria dan wanita, dua orang yang membentuk perusahaannya sendiri untuk keberlangsungan hidupnya.

Hal yang sangat dibutuhkan mengenai persepsi-persepsi dasar dari dua pola pikir yang harus disatukan, ideologi keduanya perlu terpadu dengan mengesampingkan ego. Kenapa? Jika sebuah perusahaan yang dibina tidak mampu menyelaraskan daya pikirnya untuk mengembangkan dan mendapatkan keuntungan maka akan mudah gulung tikar karena pencapaian egonya yang diutamakan, begitu pula dengan menikah. Perlu afirmasi pasti dari keduanya.

Untuk itu, menikah bukan hanya soal cinta dan materi. Akan tetapi dibutuhkan pola pikir bijak dan dewasa, keduanya harus bisa berdiskusi, saling mendorong, membangun dan mengembangkan kebahagiaan pernikahannya. Kinerja otoriter dalam sebuah pernikahan hanyak akan menimbulkan kekacauan.

Lalu bagaimana dengan bijak dan dewasa di sini? Tentunya keduanya tidak harus saling ketergantungan. Misal, seorang suami menyerahkan pekerjaan rumahnya pada istri ketika istri sakit maka segala sesuatunya tidak akan berjalan dengan lancar. Atau seorang istri bergantung pada suami untuk mengelola keuangan maka ketika usaha/pekerjaannya sudah tidak bisa dilanjutkan tidak akan ada yang bisa menggantikan dan akan berakhir dengan kebangkrutan.

Jadi menikah itu harus dengan orang yang tepat tidak ketergantungan bisa diajak diskusi untuk memecahkan masalah bukan malah memperkeruh masalah. Katanya menikah itu harus bisa saling mengalah, menurunkan ego, saling mengerti. Saling mengalah yang bagaimana? Menurunkan ego yang seperti apa? Saling mengerti sejauh mana? Bukan, permasalahan yang terjadi tidak sesederhana itu. Asalkan pola pikir keduanya mampu membentuk ruang komunikasi dengan baik maka akan mudah menyelesaikan masalah tidak dengan intonasi tinggi, tidak dengan amarah yang memuncak, tidak dengan menunggu pasangan mengalah. Tetapi dengan berdiskusi duduk bersama sambil meminum kopi dan mencari jalan keluar dengan santai namun relevan.

Bukankah pernikahan itu membutuhkan cinta? Cinta  akan mudah dibangun dengan apa? Dengan perilaku baik, memahami bukan mengerti. Memahami berarti mengetahui segala sesuatunya dengan baik lebih dari sekedar mengerti tetapi dengan penuh pengetahuan lebih jauh. saling mengasihi tetapi tidak dengan terlalu memanjakan karena memanjakan berlebih akan berdampak buruk pada tingkah laku yang selalu ketergantungan, terutama saling mendoakan. Karena doa adalah sebaik-baiknya cinta yang tulus

Dan satu hal lagi yang sangat besar perihal menikah, yaitu senyuman. Tersenyum ialah nilai yang sangat mahal dengan harga yang murah. Mahal karena tidak semua orang mampu tersenyum atau memberikan senyuman atau membangun senyuman pada orang yang dikasihinya. Murah karena tersenyum itu gratis hanya saja banyak orang yang melupakan bahwa tersenyum dan senyuman mampu mengubah segalanya menjadi lebih indah dan lebih baik.

Maka dari itu sebelum menikah harus paham dari segala aspek tersebut terutama investasi kebahagiaan yang saling diciptakan. Karena jika kita mencari kebahagiaan tidak akan pernah dimiliki haknya jika bergantung pada seseorang.

 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

seseorang yang tiada