#PuisiHipwee; Biarkan Aku Menjadi Gila dan Kematian

Kini matahari enggan tersenyum tampak kelabu

Biarkan Aku Menjadi Gila

Dan aku telah gila,

Aku gila karena mencintaimu,

Aku gila karena merindukanmu,

Aku gila menatap ruangan kosong tanpa senyumanmu.

Jika engkau tidak ingin diriku menggeliat seperti cacing kepanasan,

Tak bernapas, tak merasakan, tak melihat seorang kekasih yang kunanti,

Maka datanglah hari ini menusuk-nusuk jantungku berdebaran,

Tiada kata tetapi!

Kekasihku mengapa membuat puisi? Yang kubutuhkan adalah bentuk nyata,

Wajahmu, rupamu dan kedua tangan-tangan kecilmu. Membelai jiwaku dalam kesedihan!

Sungguh, engkau berkata mengutuk ratusan purnama!

Bukan itu sayangku, bukan itu. Kau adalah pengecut mencintai kesendirian.

Apa? Kenapa berkata seperti itu? Padahal aku sangat rindu seperti orang gila.

Kata-katamu selalu sama, "Dalam kesendirian aku berkarya, puisi adalah pengalihan."

Sudahlah hentikan, aku kesulitan, aku lelah terlalu lama.

Mencintai seorang kekasih tanpa kehadirannya di sisiku, tak ingin memudar perasaan.

Biarkan aku menjadi gila karena dirimu semata,

Ditemani asap rokok membumbung tinggi angkasa,

Kembali terbangun di pagi hari tanpa kehadirannya,

Kekasihku, mencintaimu adalah luka!

Mengalir deras dalam darah-darahku! Lorong-lorong kegelapan temani,

Terkadang tubuhku lelah berciuman dengan sebotol ciu, menanti mati!

Mati karena cinta dan air mata berjatuhan di pipi,

Kekasihku, yang selalu kunanti.

Membuatku gila dan membiarkanku menjadi gila, puaskah dikau?

Maka engkau kunantikan, biarkan kita bersama!

Jakarta, 10 September 2017.

Kematian

Pada malam ini hatiku sungguh lelah,

Berulang kali membunuh setiap rasa yang terpendam,

Saat malam pekat mengayuh asmara mencari kasih,

Belaian demi belaian angin menggetarkan malam.

Haruskah terulang kembali?

Benih – benih tersimpan tercabut paksa,

Pandangan mata menyipit resahkan hati,

Tak berpikir sejenak? Kematian yang telah mereka cipta.

Kini matahari enggan tersenyum tampak kelabu,

Dan telah menguap perlahan ke angkasa,

Oh, asmara. Inikah yang kau berikan? Kurasakan pilu.

Belahan jiwa menjauh sunyi merintih dalam setiap doa.

Apakah itu cinta? Kedua insan menyatu romansa,

Berdekapan menyatu enggan berpisah raga,

Ketika tersenyum pilu dalam setiap tanda tanya,

Ah, itukah kematian? Layakkah kami bersama?

Jakarta, 23 Maret 2016

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini