Rasaku Tak Pernah Hilang Kepadamu. Namun, Kini Saatnya Aku Harus Pergi


“Aku hanya bisa menyimpan dengan rapat perasaan ini. Akan ku biarkan rasa cinta ini seperti bangkai yang harus ku kubur dalam-dalam agar Anjing tak mampu mendengusnya. Akan ku biarkan cinta itu selamanya berada di dalam sana, tanpa harus memunculkan batang hidungnya. Itulah caraku mencintaimu. Mencintai dalam diam.”


Aku telah terlalu lama menyimpan rasa ini. Rasa cinta yang bukan seperti rasa cokelat atau pun keju tubruk. Cinta yang sudah begitu lama membuat hatiku beku dan membisu. Kini cinta itu sudah mulai merongrong jiwa dan ragaku. Engkau hadir selama empat tahun lamanya di hatiku, dan kini kita akan berpisah.

Saat pertama kali berjumpa. Di saat sikap, watak, dan wajah ini masih erat menempel kenangan masa-masa SMA, kamu dan diriku berjumpa dalam satu bingkai tempat yang dinamakan kampus. Tempat menuntut ilmu sekaligus seharusnya tempatku untuk menuntut cinta yang telah kau gantungkan kepadaku. Kau bersikap seolah mencintaiku, namun bibirmu beku dan membisu di saat ragaku meloncati bayangan ragamu.

Entah apakah imajinasiku saja yang terlalu liar membayangkan perasaanmu kepadaku. Apakah aku saja yang terlalu sok menebak isi hatimu kepadaku? mungkin saja iya. Aku hanya menebak-nebak perasaanmu kepadaku. Karena bisa saja semua hal yang telah engkau lakukan selama ini kepadaku hanyalah hal yang biasa saja. Tak ada maksud cinta sedikit pun kepadaku.

Namun,

Mengapa selama ini sikapmu kepadaku begitu berbeda? Sikapmu terhadapku dan teman-teman lainnya sungguh berbeda. Tatapan begitu tajam di kala menatap wajahku, namun begitu datar ketika menatap wajah orang lain. Langkah kakimu kikuk di saat melihat bayangku dari arah kejauhan, namun kakimu seolah ingin meloncat jika berhadapan dengan teman-temanku yang lain.


Engkau beku di saat aku mendekat, namun menari di saat aku mulai pergi dan menjauh. Itulah alasan mengapa aku benar-benar yakin kalau dirimu sebenarnya menyimpan rasa kepadaku.


Namun,

Empat tahun ku mengamati perilakumu. Semua berjalan datar begitu saja. Sikapmu tetap sama. Perasaanku semakin membara terhadapmu. Ingin ku ucapkan kata-kata cinta itu kepadamu, tak masalah jika aku yang harus memulai. Namun, semakin hari sang waktu itu serasa tak merestui cinta kita. Engkau tetap sama dengan gaya yang membisu tanpa sikap dan reaksi. Dan diriku tetap sama dengan cara gengsi dan mempertahankan segala macam ego dan kesombonganku.

Maka biarkanlah saja. Mungkin kini saatnya untuk mulai merelakan. Engkau mungkin bukan manusia yang akan menjadi tulang rusukku. Engkau bukan manusia terpilih yang diciptakan Tuhan kepadaku. Walau hati ini berat untuk melepasmu, namun kini aku sudah tak berdaya melawan waktu. Jika memang harus menyesal, mari kita nikmati penyesalan itu bersama-sama. Engkau salah, aku pun juga bodoh.

Kini waktu itu sudah tiba. Kau masih ada di tempat itu. Aku pergi dulu sayang. Orangtuaku sudah menuntut mimpi lain dari diriku. Maafkan aku yang tak bisa menunggumu. Karena percuma juga menunggu dirimu yang belum tentu menyimpan rasa kepadaku. Jika memang antara aku dan dirimu hanya sebatas teman biasa dan tak akan pernah bisa lebih, maka biarkanlah aku pergi melanjutkan hidupku dengan tenang.


Kelak ketika ragaku telah menemukan pasangannya, janganlah engkau menghampiriku lagi, karena kehadiranmu hanya akan menggoyahkan imanku untuk mencintai raga yang baru itu.


Pergilah menjauh di saat ragaku telah menemukan yang baru. Lanjutkan hidupmu dengan yang baru pula. Kita mungkin tak bisa bersatu. Sejak empat tahun yang lalu, kini, dan juga masa depan nanti. Tuhan adalah penulis skenario terindah untuk hambanya. Maka kita lanjutkan saja hidup kita masing-masing tanpa harus membantah skenario yang sudah diciptakan Sang Kuasa.


Selamat tinggal wahai orang idaman. Salam dariku yang hingga kini belum bisa mencium pipi dan memeluk ragamu.


Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Financial Analyst and Novelist

119 Comments

  1. Dyanti berkata:

    Dhira Ayu Paramudhitta

  2. Dsya Dess berkata:

    bagus..hampir mirip kisahnya

  3. Priska Alviana berkata:

    Renata Oktita Sarie

  4. Septiani Dea berkata:

    orang yang kita cinta, kadang emang bukan orang yang pasti kita miliki, okay okay it’s time to say goodbye!

    Goodbye, Kafi!