Review Novel Halaman Acak: Masalah Hidup yang Dibungkus Apik dalam 'Acaknya' Kehidupan

Review Novel Halaman Acak

Setelah mendapatkan kebaikan Tuhan tadi, aku berjanji akan terus melakukan kebaikan sebisaku karena aku tidak akan pernah tahu siapa yang akan setia bersamaku dalam masa payahku. –Sore, hal. 57

Advertisement

Mengawali review ini dengan kutipan yang bawa-bawa Tuhan memang terkesan berat. Mungkin kamu juga bakal mengira kalau novel ini akan bercerita tentang turning point seseorang dalam menemukan Tuhannya. Namun justru sebaliknya. Novel ini bercerita secara ringan tentang kehidupan Sore, seorang perempuan dengan kehidupan paling random yang pernah saya baca. Saking randomnya, pemilihan judul ‘Halaman Acak’ menurut saya udah pas. Bahkan rasanya memang nggak ada judul lain yang bisa mewakili hidup Sore yang gloomy-gloomy sedap ini.

Kesederhanaan tokoh, diksi, dan benang merah yang dibungkus rapi

Novel ini dipenuhi dengan kesederhanaan, baik tokoh, diksi, maupun benang merah yang diam-diam ditanamkan penulis. Nggak seperti tokoh dalam novel lain yang hidup di ibukota, satu buah merk terkenal pun tak dibubuhkan penulis dalam novel ini. Secara kan tokoh Sore ini udah memiliki jabatan yang lumayan tinggi setinggi manager perusahaan, bok!. Satu-satunya barang bermerk yang sering (banget!) dibahasa penulis adalah mobil Toyota Fortuner, yang digambarkan sebagai hasil jerih payah Sore selama 4 tahun mburuh di ibukota.

Soal diksi yang digunakan penulis, juga sederhana. Buat saya nggak perlu mikir dua kali dan berhenti sebentar untuk mencari tahu maknanya di kamus online. Pun dengan beberapa baris kalimat Bahasa Inggris yang disisipkan. Terlalu sederhana malah untuk diucapkan Sore dan lingkaran pertemanannya ?

Advertisement

Ini nih yang bikin saya geleng kepala. Penulis pintar banget menyisipkan benang merah antara satu cerita dengan cerita lainnya lewat kerandoman hidup seorang Sore. Sebab benang merah ini lagi-lagi sederhana, yaitu permasalahan-permasalahan hidup yang biasanya diremehkan orang apalagi untuk sekelas orang Jakarta. Saya ambil contoh cekcok rumah tangga yang terjadi di tengah keramaian dalam cerita berjudul 'Pembunuh Bayaran'. Biasanya orang males banget kan untuk masuk dalam lingkaran baru yang mengganggu aka cekcok rumah tangga ini? Nah Sore justru memiliki pikiran yang entah sok heroik atau memang ingin berbaik hati saja, sehingga ia merangsek masuk dan mendamaikan pertengkaran berdarah ibu tiri dan anak ini.

Tokoh, diksi, dan benang merah yang sederhana ini sempat membuat keriaan membaca di halaman-halaman awal saya hampir habis. Namun saya diselamatkan oleh rasa ingin tahu akan hubungan Sore dengan Rio. Ya gimana nggak penasaran, kalau hubungan keduanya ini hanya digambarkan lewat percakapan telepon dan itu greget banget! Gimana nggak greget kalau Rio selalu mencoba romantis tapi Sore malah sedikit cuek? Cuy ini nggak kebalik nih? Bukankah yang biasanya cuek itu cowoknya?

Advertisement

Beberapa hal menarik yang perlu sedikit dibenahi

Ah akhirnya sampai juga saya membahas soal hal-hal yang perlu sedikit dibenahi dalam novel ini. Sedikit saja kok, soalnya ada yang keberadaannya cukup menganggu logika pembaca (paling tidak saya hehe)

Pertama, penggambaran tokoh Bi Imas. Penulis menjelaskan kalau Bi Imas 'baru' 3 tahun menetap di Jakarta. Namun dalam dialognya Bi Imas telah bertransformasi menjadi Betawi tulen. Apalagi dengan tambahan kata "…pan…" seperti yang ada di halaman 13.

Kedua, ada beberapa hal yang menjadi tanda tanya saya sampai akhir cerita. Yang pertama terjadi di halaman 45 paragraf awal. Di sana tertulis "Meski hanya beberapa jam saja, kupikir tidur ini cukup meski secara kesehatan tidur 45 menit dalam sehari itu tidak baik." Pun kembali terjadi di halaman 163 di dua paragraf terakhir. Di sana tertulis dua nama yang berbeda (Kasim dan Kosim) padahal masih membahas seorang OB yang sama di kantor Sore.

Ketiga, ah maafkan saya yang bawel soal typo ya! Soalnya kenikmatan membaca memang sering terganggu dengan adanya typo ini. Pun dengan novel ini yang di dalamnya masih ada sedikit typo. But overall its totally fine! Nggak terlalu banyak soalnya~

Ini nih bagian yang paling saya suka. Bahas cover novelnya!

Saat baru pertama kali melihat covernya saya bertanya-tanya. Kok gloomy banget sih? Kenapa sederhana banget ya? Kebawa sendu gitu deh pas melihat tumpukan buku dan segelas teh di atasnya. Dan hey! Ternyata memang pas untuk menggambarkan kisah Sore yang gloomy-gloomy sedap itu.

Last but not least, novel ini cocok untuk kamu yang ingin membaca sesuatu yang ringan tapi nggak murahan. Apalagi buat kamu yang sering nggak tahu lagi mau ngapain padahal jam tidur masih lama atau lagi nunggu dia jemput buat jalan berdua. Cia~

Sebagai penutup dan biar kamu makin penasaran sama seberapa acaknya hidup Sore, nih saya kasih kutipan paling juara:

Dunia tidak pernah kehilangan orang baik. Orang jujur, mungkin. –hal. 86

Informasi buku

Judul: Halaman Acak

Penulis: Via Mardiana

Tahun Terbit: 2018

Penerbit: Ellunar Publisher

Editor: Kania Nabila Fajrianti

ISBN: 978-602-5778-97-1

Jumlah halaman: 175

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement
Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Not that millennial in digital era.

CLOSE