Rumah Koran, Lentera Pendidikan Indonesia

Satu-satunya bekal yang bisa diwariskan kepada generasi Indonesia berikutnya hanyalah pendidikan.

Satu-satunya bekal yang bisa diwariskan kepada generasi Indonesia berikutnya hanyalah pendidikan.

Advertisement

Desa Kanreapia, sebuah desa yang indah di dataran tinggi Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Desa pertanian yang tanahnya subur, penduduknya pun makmur. Tapi sayang, dari 4.733 jumlah penduduk, 1.500 lebih di antaranya tidak tamat SD, 252 orang masih buta aksara. Kenyataan yang begitu menyesakkan dada. Di tengah gegap gempita kemajuan teknologi dan kemudahan akses informasi, masih ada anak-anak yang bahkan tidak bisa mengeja namanya sendiri.

Jamaluddin Daeng Abu, pemuda setempat, melihat kenyataan itu dan memutuskan untuk bertindak. Ia sendiri pernah putus sekolah, tertatih-tatih melanjutkan pendidikan hingga berhasil menyandang gelar S2 di bidang manajemen. Setelah menyelesaikan kuliah, ia tidak sibuk meniti karier atau merantau ke ibukota. Jamaluddin justru kembali ke desanya sendiri dengan satu misi: menghapuskan buta aksara.

Advertisement

Bermula dari Kandang Bebek

Niat Jamaluddin bukannya tanpa hambatan. Untuk membuat sekolah formal, jelas belum mungkin. Maka ia meminta izin kepada orang tuanya agar bisa menggunakan kandang bebek yang memang sudah tidak terpakai. Kandang dibersihkan, lembaran-lembaran koran ditempel untuk sekadar menutupi dinding-dinding kayunya yang sudah lapuk.

Advertisement

Saat itu, tahun 2011, sebuah rumah baca lahir di Desa Kanreapia

Mendongkrak Minat Baca dengan Koran

Pada masa-masa awal berdiri, cukup sulit bagi Jamaluddin untuk mengajak masyarakat di sekitarnya belajar membaca, terutama anak-anak.

"Anak-anak di sini kebanyakan kelas 2 SD sudah putus sekolah dan memilih untuk bekerja. Ada juga yang baru 13 tahun tapi sudah dinikahkan oleh orang tuanya," kata Jamaluddin dalam salah satu wawancara dengan SATU Indonesia Awards yang digagas Astra.

Namun, siapa sangka bahwa koran-koran yang ditempel di dinding kandang justru menjadi daya tarik tersendiri. Gambar-gambar di dalamnya menarik perhatian sehingga anak-anak pun penasaran untuk mengetahui cerita lebih lanjut dari gambar yang mereka lihat. Dan satu-satunya jalan hanyalah dengan belajar membaca.

"Di sini juga disediakan buku-buku. Tapi karena minat bacanya masih rendah, buku menjadi benda yang asing. Koran lebih menarik karena beritanya beragam dan disertai gambar. Koran-koran di dinding itu diganti secara berkala. Kantor desa dan camat berlangganan koran, hanya sekali dibaca lalu disimpan, maka kami memanfaatkan itu dan mengambil koran dari sana," ungkap Jamaluddin kepada Radio Idola.

Sejak tahu 2014, Rumah Baca Kanreapia berganti nama menjadi "Rumah Koran", sampai hari ini.

Belajar Membaca Tak Hanya untuk Anak-Anak

Menurut Jamaluddin, para petani di sana kebanyakan memiliki ponsel untuk berkomunikasi. Namun, karena masih banyak yang buta aksara, ketika memasukkan nomor kontak mereka tidak menggunakan nama melainkan angka atau kode. Yang diandalkan hanya ingatan, kode mana untuk orang yang mana. Salah sambung ketika menelepon karena lupa kode adalah hal lumrah di sana, lucu sekaligus miris.

Jamaluddin Ketika Mengajar – Sumber: www.satu-indonesia.com

Ketika minat untuk belajar semakin meningkat, kegiatan mengajar dibagi tiga bagian:

  1. Untuk anak-anak petani: Senin-Sabtu di sore hari. Minggu digunakan untuk sekolah alam.
  2. Pemuda petani: jadwalnya tidak pasti.
  3. Petani tua: jadwalnya tidak pasti.

Setiap hari, dari pagi sampai malam, selalu ada kegiatan di Rumah Koran. Entah itu kegiatan belajar membaca dan menulis atau sekadar berdiskusi tentang pertanian dan hal-hal apa saja yang bisa mereka tingkatkan.

Dalam perkembangannya, Jamaluddin tidak bergerak sendiri. Ia juga dibantu oleh tim pengajar lainnya. Empat orang untuk kelas mengaji di sore hari, 9 orang yang mengawal kegiatan sekolah alam pada hari Minggu. Tak ada satu pun dari mereka yang menerima gaji.

Rumah Koran, Lentera Pendidikan

Usaha Jamaluddin dan kawan-kawannya membuahkan hasil. Sekarang, 75% penduduk Desa Kanreapia bebas buta aksara. Anak-anak melanjutkan pendidikan ke sekolah formal, ada pula yang melanjutkan kuliah. Para pemuda dan orang tuanya lebih termotivasi untuk meningkatkan kualitas tanah pertanian mereka karena sudah lebih melek informasi.

Sumbangsih Jamaluddin dan para relawan Rumah Koran membawa mereka menjadi salah satu penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2017. Kini, Rumah Koran bukan hanya menjadi sebuah rumah baca, tapi lentera bagi masyarakat di sekitarnya. Lentera untuk pendidikan Indonesia.

Namun, Jamaluddin bukan anak muda Indonesia pertama yang berprestasi dan menginspirasi dan jelas tidak akan jadi yang terakhir. Berikutnya, bisa saja kamu.

Salam,
`eL

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE