[CERPEN] Sang Penunggu Jasad

Tidak ada yang berbahagia ketika kau mengumumkan pekerjaanmu sebagai penjaga malam kamar mayat.

Tidak ada yang berbahagia ketika kau mengumumkan pekerjaanmu sebagai penjaga malam kamar mayat.

Advertisement

Ibumu berseru-seru marah. Dia bilang lebih baik kau menjadi kuli panggul di pasar, setidaknya yang kau temui adalah manusia bernyawa. Lebih bagus lagi kalau kau kembali menjadi seorang atlet renang, mengingat betapa kau mencintai air seolah habitatmu di kolam.

Tapi kau tetap kukuh dengan pilihanmu. Kau tidak bisa menggadaikan proses menuju kedamaian yang pelan-pelan kau temukan di kamar mayat dengan apapun, bahkan jika yang meminta adalah Ibumu.

Kedamaian itu sudah lama sekali hilang dari hatimu. Tiada lagi harmoni yang kau dengar di tiap langkahmu. Udara seperti mencekikmu setiap kali kau menghirupnya, ironisnya adalah kau butuh. Semua yang ada di sekelilingmu seperti berusaha untuk menghancurkanmu perlahan. Kau tidak lagi tenang seperti dulu.

Advertisement

Tapi di ruang mayat itu, di malam hari, hanya dari pukul 21:00 hingga 07:00, kau bisa bernapas tanpa kesakitan. Aroma khas ruangan itu membantu paru-parumu lega. Keheningan di ruang itu adalah harmoni yang paling kau suka. Berdiam diri menatap jasad-jasad membuatmu tenang. Hingga kau mulai membayangkan dirimu menjadi seperti jasad itu.

Ah, bukankah menjadi jasad pasti damai?

Advertisement

Tapi tidak, tujuanmu menjadi penjaga malam bukan untuk memperoleh kedamaian seperti itu—terbujur kaku, tuli, dan bisu. Kau mendamba hal lain, kedamaian yang akan membuatmu mampu menjalani hari kemudian setelah berbulan-bulan membiarkan hari-hari membakar habis dirimu1.

Kau mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang bersarang di kepalamu.

Apakah yang ditinggalkan itu lebih sedih dari yang meninggalkan?

Apakah jasad yang kesepian dan kedinginan lebih menyedihkan dari manusia yang masih mampu mengingat kenangan?

Kau ingin tahu itu. Kau berpikir barangkali kalau kau tahu jawabannya, kau akan mampu kembali menjalani hari-harimu. Kau ingin tahu jawabannya melalui malam-malam penjagaan.

Karena itu, kau bercengkrama dengan jasad dalam diam; menunggu jawaban tiba.

***

Ada yang salah dengan pria itu.

Dari yang Agus ketahui, pria itu adalah seorang atlet renang. Tapi pria itu mengundurkan diri dua bulan lalu dan memutuskan menjadi penjaga malam kamar mayat bersama dirinya.

Hal yang sangat tidak wajar sebab siapalah yang ingin jadi penjaga malam kamar mayat. Dirinya saja, kalau bukan karena tuntutan ekonomi, tak akan mau. Tapi pria itu dengan sukarela menjalani pekerjaan ini, padahal dia bisa mendapatkan banyak uang dari pekerjaannya sebagai atlet.

Agus ingin sekali bertanya tentang alasan pria itu, tapi ia selalu gagal. Sebab, jujur saja Agus takut. Tidak pernah sebelumnya ia menemukan seorang pria yang matanya begitu sayu. Tubuhnya kekar namun seperti tak ada tenaga di setiap langkahnya. Hingga hari ini, dia belum pernah mendengar sekalipun pria itu berbicara panjang selain ‘iya’ dan ‘tidak’. Jadi, bagaimana mungkin ia sanggup bertanya?

Jujur saja, Agus takut sebab pria itu menatap jasad-jasad lekat, dalam diam, hingga pagi menjelang. Jadi, bagaimana mungkin ia sanggup bertanya pada pria yang kelihatan lebih senang kepada jasad daripada manusia?

Karena Agus takut, akhirnya dia hampir tidak pernah benar-benar menghabiskan waktu berdua dengan pria itu. Dia lebih memilih menunggu di luar ruangan, menikmati secangkir kopi hitam atau merokok. Untuk membunuh bosan, ia setiap hari meminjam koran dari satpam penjaga gerbang belakang untuk dibaca.

Untuk hari ini, Agus meminjam tiga koran dari satpam, ia berharap salah satunya berisi teka-teki silang. Penuh antusias Agus membuka lembar demi lembar, membaca berita demi berita, opini demi opini, hingga ia tiba pada halaman berita yang membuatnya menahan napas.

Satu Lagi Korban Kapal Tenggelam yang Akhirnya Ditemukan.

Proses pencarian korban Kapal Pelesir menuju Pulau Selatan yang tenggelam dua bulan lalu (09/10) telah dihentikan setelah satu bulan proses pencarian. Namun hari ini ditemukan jasad seorang perempuan terdampar di sebuah pulau nelayan tak jauh dari lokasi kapal tenggelam.

Telah diidentifikasi, perempuan tersebut adalah TS, salah seorang penumpang Kapal Pelesir yang bertujuan ke Pulau Selatan untuk berlibur bersama suami. Sang suami sendiri dikabarkan selamat dari kejadian naas yang memakan banyak korban ini.

Agus menghentikan bacaannya walau artikel berita tersebut masih panjang. Ia mengusap keningnya yang mendadak berkeringat ketika melihat foto sepasang suami-istri di artikel tersebut. Ia tidak mengenal sang istri di foto itu, tapi ia sangat mengenal sang suami.

Agus menghela napas. Kini ia tahu alasan di balik tingkah aneh pria tersebut.

Pria itu hanya sedang menunggu kekasihnya pulang.

***

Apakah yang ditinggalkan itu lebih sedih dari yang meninggalkan?

Apakah jasad yang kesepian dan kedinginan lebih menyedihkan dari manusia yang masih mampu mengingat kenangan?

Jawaban atas pertanyaanmu itu sepertinya akan kau temukan hari ini. Ketika pukul 21:00 kau membuka pintu kamar mayat dan menemukan satu jasad baru; aku.

Sekonyong-konyong kau menangis lalu menghambur memeluk jasadku.

“Akhirnya kau ditemukan, sayangku. Akhirnya kita bertemu.”

Kau terisak karena aku tidak menjawabmu. Aku terbujur kaku, tuli, dan bisu. Kau tidak melepaskan pelukanmu padaku meski selama pelukan itu, kau merasa udara kembali mencekikmu seperti dulu.

Dan seperti ada ilham dari mana, tiba-tiba kau mendengar jawaban-jawaban itu.

Apakah yang ditinggalkan itu lebih sedih dari yang meninggalkan?

Keduanya merasakan kesedihan yang sama, sayangku.

Apakah jasad yang kesepian dan kedinginan lebih menyedihkan dari manusia yang masih mampu mengingat kenangan?

Keduanya menyedihkan. Kau dan aku. Bedanya, penderitaanku usai seiring hilangnya ingatanku. Sementara kau dan kenanganmu adalah derita tak berkesudahan, kecuali kau sanggup membuat kenangan baru. Yang indah. Yang tanpa aku.

Dan jawaban itu justru tidak membuatmu damai. Kau salah. Jawaban itu bukan jawaban atas kedamaian yang kautunggu. Kini kau semakin sulit berdamai dengan kehilangan. Rasa tenang yang sempat kau rasakan kemarin seketika lenyap.

Lalu kau menatap lagi mataku yang terpejam dan mulai membayangkan menjadi jasad seperti diriku.

Ah, bukankah menjadi jasad pasti damai?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Menaruh minat tinggi pada bidang kesusastraan dan jurnalisme.

CLOSE