Sebuah Cerita Pendek tentang Cinta yang Harus Berlapang Dada

“Namanya siapa? Manis euy.” Tanyaku.

Entah hari apa, aku lupa. Waktu itu sedang rapat anggota Osis. Kami, selaku anggota Osis, membahas banyak masalah, meskipun sisanya, tidak membahas apa-apa, kecuali mensyukuri keadaan bahwa akhirnya kami dapat mengadakan rapat bersama siswi putri, setelah berkali-kali menyakinkan Kepala Kesiswaan Sekolah dengan sekali saja mengabaikan peraturan asrama; antara siswa dan siswi, dilarang melakukan kegiatan bersama.

“Yang mana?” Kata Alan, temanku. Dia ini, paling banyak tahu nama-nama siswi putri. Semacam pencari informasi paling akurat demi jika ada teman-temannya yang ingin mendekati siswi sini, paling bener biasanya tanya-tanya ke dia. Dia tahu banyak hal tentang putri. Tahu doang, ngedeketinnya mah nggak pernah berani.

“Itu,” kataku, lagi. Menunjuk satu siswi. Di antara meja-meja yang dibuat melingkar kayak lagi rapat-rapat anggota DPR ibukota, dia sedang duduk di sebrang, diapit dua temannya. Dia sedang menulis entah. Mungkin bosan karena rapat tiba-tiba berhenti, mungkin juga karena gabut nggak ada teman yang bisa diajak bicara.

“Oh. Nisa. Kenapa?”

“Nggak apa-apa. Manis, ya, dia?”

“Iya. Mau ngejar?”

“Mau.”

“Ya udah, sana.”

“Bagi info atuh, Lan. Dia sukanya apa, yang gak disuka apa, kayak gitu-gitu. Kan, kamu jago nyari gituan.”

“Dia?”

“Iya, goblok ah kamu mah. Cepet!”

“Dia suka drama Korea. Pokoknya Korea-an, dia suka. Sama dia juga suka Travelling, kebanting lah sama kamu yang kalo keluar, paling jauh ke warung depan.”

“Bangsat u. Terus, terus?”

“Jangan banyak ngegombalin dia.”

“Eh? Kenapa, gitu?”

“Dia banyak yang suka. Orang-orang yang suka dia, kebanyakan ngegombalin dia. Duh, gimana, ya, gampangannya mah dia kayak yang kebal digombalin. Gitu. Niatnya ngebuat dia terbang, jatohnya malah eneg.”

“Kok kamu tau soal ini?”

“Hahaha. Tau lah. Temenku banyak yang nanya ke aku soal nama dia, terus banyak temenku pada cerita, mereka pada gagal pas masih PDKT. Gara-gara dianya eneg duluan. Gitu. Oiya, aslinya mah, aku juga suka dia tau.”

“Eh?”

“Iya, udah dari lama. Tapi aku nggak berani ngedeket. Takut kalah saing euy. ”

“Ya udah, buat aku aja, ya.”

“Sok lah sana.”

——

Dua bulan setelahnya, aku dan Nisa berhasil akrab. Aku banyak mencari tahu tentang drama Korea, demi membuat obrolan kita menjadi yang dia suka. Belum sempat aja ngajak Nisa keluar bareng, karena waktu itu, belum nemu waktu yang pas, yang sekiranya kita sama-sama bisa.

Tapi di luar itu semua, setelah dipikir-pikir, kayaknya sudah pas waktu buat nembak dia. Sudah lama juga waktu kebuang demi ngedeketin dia. Jadi, demi menjadikannya pacar dan demi tidak melanggar peraturan asrama yang bilang antara siswa putra-putri dilarang melakukan kegiatan bersama, akhirnya kuputuskan untuk menelpon dia dan memberitahu maksud,

“Nis,” kataku, berusaha to the point yang aslinya waktu itu diselingi basa-basi bentar.

“Kalo aku bilang aku cinta kamu, kamu percaya nggak?”

“Eh, maksudnya?” Kata dia.

“Aku mau kamu jadi pacarku. Aku, nembak kamu. Mau?”

“Duh, gimana, ya?” Suaranya gelisah.

“Gimana?”

“Jangan marah, ya?”

“Apa?”

“Ngg.., aku, udah punya pacar.”

ANJRIT!

“Loh, kok aku nggak pernah tahu?” Kataku, berusah tenang waktu itu, padahal asli, lutut udah berasa kosong kayak mitos orang-orang yang sering nyabun.

“Kamu, ‘kan nggak pernah nanya.”

“Siapa?”

“Apanya?”

“Pacar kamu?”

“Alan.”

ALLAH, ETA BATUR AING!

“Alan?”

“Iya, Alan.”

Aku tutup sepihak telponnya. Aku diam. Lalu tiba-tiba pengen ngomong sesuatu. Bajingan!

Habis itu, aku telpon lagi Nisa.

“Eh, maaf. Tadi kepencet,” kataku berbohong.

“Iya, nggak apa-apa.”

“Aku boleh nanya?”

“Apa?”

“Alan, nembaknya kapan? Di mana?”

“Kemarin.”

“Kemarin? Kemarin banget?”

“Iya. Dia ngajak ketemuan aku di konser Sheila on 7, pas udah mulai dan pas lagi nyanyi-nyanyi, dia nembak aja gitu. Speechless.”

“Kemarin? Konser? Kamu, suka Sheila on 7?”

“Suka, banget. Malahan, aku lebih suka Sheila on 7 dibanding ke-Korea-an yang tempo hari kita obrolin.”

Aku tutup sepihak telponnya. Lagi. Aku diam. Alan nggak pernah ngasih tau kalo Nisa suka Sheila on 7 tiap aku nanya apa-apa ke dia, Alan juga nggak ngasih tau kalo dia ikut ngedeketin Nisa. Tiba-tiba aku pengen ngomong sesuatu. Bajingan!

—–
Tiba-tiba ada sms masuk. Dari Nisa.

“From: Nisa

Maafin aku, ya. Kalau boleh jujur, aslinya aku udah mulai suka sama kamu. Sampai kemudian, kemarin, Alan ngajak ketemuan. Ngajak nonton konser. Band idola aku pula, idola Alan juga. Dan pada saat itu, kamu justru hilang seharian.”

Hilang seharian, katanya. Nisa nggak tahu, di saat yang sama, di saat dia bilang aku hilang, dari asrama kita, aku dan Alan pergi sama-sama ke suatu tempat demi menonton idola kita.

Sampai kemudian di tempat tujuan, Alan pisah denganku dan berkata dia ingin menemui seseorang, entah siapa. Di saat yang sama, setelah Alan pisah denganku di sana, aku menonton idolaku sendirian, dan Alan, pergi menemui seseorang. Dan setelahnya, semua terjadi di luar kendali.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini