Sebuah Jalan Terjal Unrequited Love

Kau menghilang. Aku kebingungan tiada banding. Di mana lagi harus kutumpahkan perasaan ini?

Entah harus kumulai dari mana, ingin sekali rasanya aku berbisik ditelingamu tentang drama menggelikan yang telah kulakoni selama ini hingga bisa sampai pada titik ini; titik di mana aku cukup narsis untuk memuseumkan setiap skenarionya dalam beberapa deretan kalimat yang tak pernah kau sangka.

Advertisement

Tenang saja, aku tak akan menyebut namamu dalam tulisan ini. Aku hanya sedang mencoba menguatkan diriku sendiri sambil berharap ada sayap-sayap kokoh lainnya yang bisa membawaku terbang dari dunia yang tak sengaja kau ciptakan untukku. Dunia tipuan.

Aku selalu penasaran tentang bagaimana kau melewati harimu, bagaimana perasaanmu, dan bagaimana kau mengisi waktumu. Aku adalah orang yang percaya akan kemampuan universal consciousness (pikiran alam semesta), sederhananya, pikiran kita bisa saja terhubung. Aku selalu berdoa pada Tuhan semoga kau juga bisa merasakan sedikit saja sengatan-sengatan yang berlalu-lalang dengan kurang ajarnya menggangu hariku. Eh, tapi apakah Tuhan mau mengabulkan doa yang tidak berfaedah seperti itu?

Hah, apa kabarmu?

Advertisement

Tampaknya kau bahagia sekali. Aku iri, tapi ah sudahlah. Lagi pula kau pastinya tak akan peduli tentang apa yang kupikirkan. Bukankah dari awal kamu yang tiba-tiba nongol tanpa permisi dan memaksa masuk dalam buku dongeng yang sedang kususun dengan sangat hati-hati? Di saat aku sedang berupaya memastikan setiap paragrafnya tersusun rapi kau malah datang membombardir dan membuatnya porak poranda.

Aku membuat kesalahan dengan mempersilakanmu masuk dalam hidupku. Setelah itu kau, ah kau pergi begitu saja tanpa pamit, dengan brengseknya kau menulis kata tamat ditengah-tengah cerita yang mengambang. Yah, persis seperti drama Korea yang selalu kunonton. Meninggalkan penikmatnya dengan perasaan tak cukup, tak terbalas.

Advertisement

Kau menghilang. Aku kebingungan tiada banding. Dimana lagi harus kutumpahkan perasaan ini? Perasaan yang bahkan teman-temanku mencibiriku karena mereka anggap aku kurang professional dalam mengelola persoalan merah jambu. Tentu saja aku membuat semacam pembelaan.

"Dalam hal jatuh cinta wanita pintar pun bisa mendadak jadi goblok." Tapi tahukah kau, aku tak merasa goblok-goblok amat setelah kau memasang bendera dan lampu merah, aku jadi semakin gencar mencari clue, mencari setiap kemungkinan yang mungkin saja bisa mengantarkanku kepadamu. Sedikit dipaksakan memang. Tapi the last but not least, aku seolah mendapat pencerahan kalau justru disaat bobrok seperti inilah aku bisa menemukan the best version of myself. Yah, kau kira aku bisa menulis hal seperti ini ketika aku sedang bahagia? Tidak.

Yaps, meski sejujurnya, aku malah sering memutar playlist menye-menye dan berselancar di google searching "How to know that someone loves you" atau "How to forget someone that you love." Sebelumnya aku tak pernah tau kalau masih tersisa bagian dari diriku yang menolak untuk jadi dewasa. Aku terbangun di pagi hari dan mulai mengisi kepalaku dengan pertanyaan bagaimana cara mendaur ulang perasaan-perasaan sialan ini menjadi lebih produktif, menjadi lebih terhormat. You know what? Sepertinya ini tidaklah terlalu buruk, mungkin Tuhan menjadikanmu sebagai tokoh yang bisa menghentakku, menyadarkanku bahwa ternyata masih ada kegilaan yang tersisa dalam hati dan pikiranku. Makanya, aku harus segera bergegas mencari kewarasanku yang tercecer entah dimana.

Baiklah aku tak akan menyangkal tentang banyaknya air mata yang berdenting. Nyatanya aku memang tak bisa sok tegar ketika aku dengan penuh kepercayaan menjatuhkan diri dari ketinggian dan ternyata kau tak disana untuk menangkapku. Awalnya aku menertawakan diriku sendiri, dengan luka-luka seperti ini sanggupkah aku membangun dunia dongengku lagi? Kamu jahat, dan aku menangisi kepergian orang yang jahat? It’s not worth it at all.

Well yeah, aku mungkin adalah orang yang paling beruntung dalam kisah unrequited love ini. Mulai dari aku yang berani membuka hati. Aku yang cukup dermawan mengorbankan perasaan dan waktu untuk memikirkanmu ketika kau sedang sibuk dengan tontonan piala dunia bersama teman-temanmu.

Aku yang siap 45 menatap layar ponsel menunggu notifikasi chat darimu. Aku yang bahkan menyisipkan namamu di antara doa dan sujud panjangku. Ah, tak masalah bagiku, lagi pula aku tak bisa menganggap ini sebuah kesia-siaan karena memang tak ada kata rugi untuk sebuah perjalanan yang telah kita tempuh.

Terima kasih untukmu yang telah datang, lalu pergi. Kini saatnya untukku juga mengambil langkah dan mengubah haluan. Jika kau tak mencintaiku, aku tak mungkin bisa bahagia denganmu. Tanpamu, bahagiaku cukup kok.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE