Sebuah Perjuangan Demi Satu Buah Bangku Perguruan Tinggi Negeri

Semua manusia pasti akan mengalami kegagalan. Sesukses apapun orang itu, pasti dia pernah mengalami kegagalan. Kegagalan bukanlah akhir segalanya, namun kegagalan itu adalah awal dari kesuksesan.

Seperti yang aku alami saat ini. Aku Riri, seorang calon mahasiswi berumur hampir 19 tahun. Iya, seharusnya saat ini aku sudah menyandang gelar mahasiswi semester 3, namun kenyataanya berseberangan. Saat ini, aku belum menyandang status apapun. Aku pengangguran 😀

Tapi, jangan salah sangka lho. Aku memang belum menjadi seorang mahasiswi, tapi aku sedang dalam proses menggapai gelar tersebut, Sepertinya aku harus menceritakan perjalananku selama satu tahun ini, semoga ceritaku tidak membosankan ya 😀

Berawal dari tahun 2015, iya tahun lalu. Aku mengikuti seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) daftar melalui sekolah. Awalnya, aku tidak begitu tertarik untuk mengikuti seleksi tersebut, tapi karena ada banyak faktor yang membuat semangatku muncul, akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti seleksi tersebut.

Aku sepakat dengan temanku, untuk mendaftar di satu wilayah yang sama, namun dikampus yang berbeda. Kita berdua sudah merasa sangat yakin bisa lolos di seleksi ini, melihat nilai raport kita yang tidak begitu rendah, ah sudahlah, saat ini aku sangat menyesal pernah menjadi orang sombong. Aku baru sadar bahwa Allah tidak suka dengan orang yang berwatak sombong, maafkan aku Ya Allah.

Hari yang ditunggupun tiba, aku sudah merasa sangat percaya bahwa aku dan temanku bisa lolos dikampus yang kita inginkan masing-masing. Dan saat aku membuka pengumuman tersebut, jauh dari ekspektasiku, ternyata aku tidak lolos, aku sangat kecewa saat itu. Aku merasa ini sangat tidak adil, aku merasa sudah semaksimal mungkin berusaha. Dan yang lebih membuatku sedih, ternyata temanku lolos disalah satu PTN yang dia daftar. Rasa sedihku bertambah berkali-kali lipat. Aku harus berpisah dengan sahabatku yang selalu bersama denganku selama 6 tahun, tidak pernah berpisah dan pada akhirnya harus berpisah, antara Jakarta dan Bandung.

Tidak apa-apa, aku tidak boleh egois. Toh, Jakarta-Bandung bukan jarak yang jauh, akhirnya akupun merelakan sahabatku itu menuntut ilmu di Bandung. Bukankah seorang sahabat harus mendukung satu sama lain dalam hal apapun?

Usahaku belum berhenti sampai disitu, akhirnya aku memutuskan untuk mendaftar di salah satu kampus swasta di solo. Awalnya aku berfikir bahwa aku bisa lolos dikampus tersebut, mengingat kampus tersebut adalah kampus swasta, dan rata-rata orang yang mendaftar swasta bisa dengan mudah lolos. Ternyata tidak, lagi-lagi aku tidak lolos.

Mungkin, disinilah pucak keputus asaanku. Aku merasa menjadi orang paling bodoh. Bagaimana tidak? Untuk daftar PTS saja, aku masih saja gagal. Aku malu, merasa minder, dan sempat tidak ingin melanjutkan kuliah karena takut gagal dalam test lagi. Namun aku berfikir, aku akan jadi apa jika tidak melanjutkan kuliah? Aku masih memiliki orangtua yang harus aku buat bangga, dan adik laki-laki yang harus aku beri panutan, sekali lagi, aku bangkit dari keputus asaan.

Aku mengikuti seleksi mandiri disalah satu PTN lagi.Kali ini, aku sudah pasrah dengan apapun hasilnya. Aku tidak ingin lagi berharap lebih, yang jika hasilnya tidak sesuai dengan harapan hanya menghasilkan rasa kecewa. Aku pergi dari Jakarta menuju daerah asal PTN tersebut seorang diri. Dengan tekad yang kuat, aku memberanikan diri untuk mengikuti test itu sendiri tanpa ibu dan ayah yang mendampingi. Walaupun begitu, aku bersyukur memiliki ayah dan ibu yang selalu mendukung apapun cita-citaku. Terimakasih Allah, engkau telah menitipkanku kepada orang yang tepat.

Namun, lagi-lagi kegagalan itu kembali aku alami. Delapan kali kegagalan aku rasakan, namun tidak ada satupun yang berhasil membuatku putus asa. Bahkan, aku semakin semangat untuk bisa menggapai cita-citaku. Karena ibu, ayah dan adikku yang selalu mendukungku, semangatku tidak pernah padam sedikitpun. Sampai pada akhirnya, aku tetap memilih untuk tetap usaha demi mendapatkan satu buah kursi di perguruan tinggi negeri yang aku impikan. Semoga tahun 2016 ini adalah rezekiku, aku percaya semua sudah allah atur sedemikian indahnya, Aku sangat percaya itu.

Dalam doa disetiap shalatku, aku selalu berdoa, agar aku bisa diberi umur panjang untuk bisa membanggakan kedua orangtuaku dan menjadi panutan yang baik untuk adik laki-lakiku. Melihat mereka selalu memberikanku senyuman yang membuat semangatku semakin kuat, semoga Allah tidak bosan melihatku terus berjuang sampai saat ini.

Dalam hidup, hanya ada dua pilihan.

Merdeka atau mati?

Sukses atau gagal?

Mencoba atau menyerah?

Orang yang mudah menyerah hanya pengecut yang tidak berani menghadapi tantangan.

Man jadda wa jadda

Percayalah, usaha tidak akan mengkhianati hasil.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang anak perempuan ayah yang bercita-cita menjadi penulis