Sebuah Tanya Pada Hujan yang Tak Kunjung Reda

Tatkala sang Oranye menyapa di ufuk timur dengan hangatnya, sepasang kekasih berjalan menuju indahnya dirgantara. Ditemani oleh sahabat setianya, backpacker hijau tua dipunggungnya. Langkah demi langkah beriringan senada menikmati asrinya ciptaan sang Maha Kuasa. Pesona sejuknya pepohonan liar mengelilinginya dengan senyum merekah.

Advertisement

Keindahan yang sayang bila dilewatkan dengan mata terbuka. Terdengar burung-burung bernyanyi bersahutan dengan merdunya. Tiba-tiba saja gemericik air bergerombolan menyerbu sepasang kekasih dan backpacker itu tanpa tanya. Tak kuasa menahan goncangannya, menepilah ia di gubuk tepi pohon cemara.

Menggigil tak berdaya di ujung kasih yang tertunda. Di tengah-tengah petualangan yang terhenti oleh gemuruh luapan sang angkasa. Apalah aku yang hanya bersama ciptaanNya di alam yang sementara. Oh, mengapa engkau tak mengerti apa yang ku rasa?

Izinkanlah aku menikmati pesona fatamorgana di puncak kawah. Mengarungi setiap rona pemandangan untuk lebih lama.

Advertisement

Langit putih pun menyelubungi semesta dengan senangnya. Segerombolan awan mulai berarak menyebar. Tak kuasa menahan gejolak yang mengakar di ujung rasa. Putuslah sudah harapan yang sudah terbangun ketika fajar menyapa.

“Apakah ini hanya tipuan semata tuk merontokkan asaku?”

Advertisement

“Atau malah inilah yang terjadi sebenarnya?”

Tidak.

Ambisiku tetap akan menyala walau rintangan menerpa. Aku hanya ingin perjuanganku tak sia-sia. Badai pun mulai mengepakkan sayapnya. Inilah awal dari malapetaka. Tapi niat awalku tak akan goyah. Ku paksakan tetap melaju walau hujan tak ingin bersahabat dengan pintaku.

Nafas tersengal-sengal melawan arus yang semakin merajalela. Semangat tetap membara di ujung tonggak angkara.

Curamnya alur yang mengikuti di batas angan yang menghantui. Terus maju dengan bekal usaha dan do’a. Tetap beranggapan sang pelangi akan menjemputnya dengan warna-warni ceria.

Sedikit tapak kaki yang harus dikerahkan untuk sampai di batas surga dunia. Tiba-tiba salah satu dari sepasag kekasih itu lepas dan menghilang di sema-semak belantara. Apalah dayaku yang hanya ada di bawah. Walau tanpanya kegigihanku tak kan pupus ditelan angka.

Akhirnya, sampai juga di ujung pelampiasan kobaran amukan masa. Gejolak hati tak mungkin bisa menghilang sedia kala. Teringat ia yang sekarang entah di mana. Apa ia sudah menemukan rumah idamannya? Yang berarti bebas tanpa ada yang memakainya. Berjuta tetesan hujan ang menjadi saksinya. Aku bagai kapas yang siap terkena api yang menyala. Hilang di dalam sunyinya sukma.

Aku akan terus merindukanmu wahai sepatu tercinta..

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Hobiku adalah menulis, membaca novel, berenang, dan desain

6 Comments

  1. Novie Peace berkata:

    Subhanallah.. Karya yang Indah. Sangat menginsprirasi. Bagi pecinta sastra, Fardu untuk membaca nya. �

  2. Heni Rahmayanti berkata:

    Alhamdulillah, terima kasih, ukhty sholihah 🙂
    Ayo ngirim karya juga
    #semangatmenulis

CLOSE