Pedih dan Peliknya Sejarah Pembuatan Gedung Lawang Sewu. Bikin Merinding Tapi Penasaran!

Lawang Sewu

Indonesia telah dijajah oleh Belanda selama ratusan tahun. Saking lamanya, Belanda membangun berbagai infrastruktur dengan model Eropa di Indonesia sebagai gedung pemerintah. Gedung-gedung tersebut masih ada hingga saat ini, berdiri dengan kokoh akibat perawatan yang terus dilakukan karena aset gedung tersebut sebagai tujuan wisata.

Salah satu gedung peninggalan tersebut adalah Lawang Sewu, sebuah bangunan di daerah Semarang yang disebut “Gedung Seribu Pintu.” Sebutan Gedung Seribu Pintu dibuat dikarenakan jendela-jendela yang tinggi dan lebar, sehingga banyak yang menganggap jendela tersebut sebagai pintu. Walaupun hanya memiliki dua lantai, bangunan ini sangat luas dan megah, sehingga menjadi salah satu objek wisata favorit di Semarang.


Lawang Sewu dibuka pada tahun 1907 sebagai kantor pusat Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS.


Banyak warga sekitar yang beranggapan bahwa terdapat ribuan makhluk gaib, terutama pada bagian sumur tua, pintu utama, lorong-lorong, lorong penjara, ruang utama, serta ruang penyiksaan. Makhluk gaib yang tidak jarang disebut-disebut menghuni Lawang Sewu adalah kuntilanak, genderuwo, hantu berwujud para tentara Belanda, serdadu Jepang, dan hantu wanita Belanda. Tidak mengagetkan, lokasi yang dikatakan paling banyak penampakan adalah lorong penjara dan ruang penyiksaan. Walaupun kebenaran cerita tersebut masih dipertanyakan, sejarah di balik Lawang Sewu merupakan kisah yang tragis dan sedih.

Sebelum mendalami sejarah Lawang Sewu, kita harus mengetahui apa itu Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij. NIS adalah perusahaan kereta api Hindia Belanda yang awalnya terletak di Stasiun Semarang NIS. Seiring berkembangnya NIS, petugas teknis dan administrasi terus bertambah, sehingga kantor yang terletak di Stasiun Semarang Gudang terlalu sempit untuk memadai banyaknya personil.

Selain itu, fasilitas kantor awal mereka mulai tidak terawat karena lokasinya yang dekat rawa, sehingga banyak sekali masalah yang berkaitan dengan kebersihan dan kesehatan. Maka dari itu, dibangunlah Lawang Sewu. Pembangunan Lawang Sewu dimulai pada tahun 1904 oleh Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J Ouendag, arsitek dari Amsterdam. Proses perancangan dilakukan di Belanda, kemudian gambar rancangan dibawa ke Semarang. Akibat strukturnya yang sangat besar dan luas, pembangunan baru selesai pada tahun 1907.

Pada masa penjajahan Belanda, Lawang Sewu hanya digunakan sebagai kantor pusat administrasi NIS. Namun, sejak kedatangan Jepang di Indonesia, fungsi bangunan tersebut berubah. Nama Lawang Sewu tidak lepas dari sebuah perang antara masyarakat Indonesia dan tentara Jepang, yaitu Pertempuran Lima Hari. Pasukan Jepang sampai di Pulau Jawa pada 1 Maret 1942. Walaupun mereka jelas ingin mengambil alih kekuasaan Indonesia, tentara Belanda sama sekali tidak melakukan perlawanan akibat kondisi mereka pada Perang Dunia II. Belanda pun resmi memberikan kekuasaan atas Indonesia, pada saat itu Hindia Belanda, kepada Jepang pada 8 Maret 1942.

Sejak kedudukan Jepang, fungsi Lawang Sewu yang awalnya sama sekali tidak merugikan Indonesia berubah. Semarang adalah kota penting untuk mengambil sumber daya alam dari pedalaman Jawa Tengah menuju pelabuhan, maka dari itu Semarang menjadi salah katu kota yang langsung diambil oleh Jepang. Lawang Sewu pun berubah menjadi tempat pengawasan angkatan darat Jepang, dan sebuah penjara serta tempat penyiksaan masyarakat Indonesia.

Awalnya, ruang bawah tanah Lawang Sewu yang hanya setinggi dua meter dipenuhi air. Ketika Jepang mengambil alih, air tersebut dikurangi untuk menambahkan penjara jongkok dalam petak-petak yang berukuran 2×3 meter. Petak-petak tersebut masih ada ketika zaman Belanda, namun Jepang menambahkan besi-besi untuk dijadikan penjara. Selain menggunakan struktur yang sudah ada, Jepang juga menambahkan penjara berdiri berukuran 1×1 meter dalam ruang bawah tanah tersebut. Penjara-penjara yang dibangun Jepang dapat menampung lima hingga enam orang dewasa dalam tempat yang sangat kecil dan menyiksa, karena mereka sama sekali tidak bisa berpindah-pindah.


Perubahan Lawang Sewu menjadi gedung yang diselimuti kisah seram berlanjut ketika Jepang menambahkan meja-meja untuk memenggal kepala tahanan di ruang bawah tanah yang sama serta lubang pembuangan yang menghubungkan ruangan tersebut dengan halaman belakang gedung untuk membuang jenazah-jenazah yang tewas perlahan di penjara ataupun tewas akibat eksekusi. Selain itu, Jepang juga menambahkan ruang penyiksaan untuk mendapatkan informasi secara paksa dari para tahanan.


Penguasaan Jepang atas Lawang Sewu bertahan hingga tahun 1945. Sejak Presiden Soekarno mengucapkan proklamasi dan Indonesia menganggap dirinya sebagai merdeka, Lawang Sewu berubah menjadi kantor Djawatan Kereta Api Republik Indonesia. Namun, pada tahun 1946, bangunan tersebut diambil alih kembali oleh Belanda sebagai markas tentara Belanda. Karena, walaupun Indonesia telah mengucapkan proklamasi, Indonesia masih belum diakui sebagai negara. Setelah Indonesia diakui sebagai negara pada tahun 1949, Lawang Sewu pun dijadikan Kodam IV Diponegoro.

Butuh butuh waktu yang lama sebelum Lawang Sewu resmi dibuka untuk umum. Pada tahun 1994, gedung ini masih digunakan untuk kepentingan kereta api. Baru pada tahun 2009 restorasi dilakukan pada bangunan tersebut. Restorasi dilakukan cukup lama, karena peresmian Lawang Sewu baru dilakukan pada bulan Juli 2011, ketika gedung itu resmi dibuka untuk umum.


Lawang Sewu adalah satu dari ribuan bangunan yang kaya akan sejarah di Indonesia. Gedung-gedung bersejarah adalah peringatan nyata akan perjuangan bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan.


Maka dari itu, sangatlah penting bagi kita, sebagai bangsa Indonesia, untuk menjaga bangunan bersejarah tersebut. Bangunan-bangunan seperti Lawang Sewu adalah lambang jati diri masyarakat Indonesia. Apa jadinya jati diri kita nanti jika bangunan-bangunan tersebut hilang karena tidak terawat?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini