Selain Ijazah dan Gelar, untuk Mendapat Pekerjaan Kamu juga Perlu Menyiapkan Mental dan Sifat Pantang Menyerah

Kerja keras dan pantang menyerah juga penting~

Suatu hari saat naik bus Transjakarta tujuan Kalideres – Pulo Gadung ada sebuah obrolan inspiratif yang mendorong aku untuk menuangkan dalam tulisan ini. Pagi itu saat hendak berangkat kerumah saudara, aku naik bus Transjakarta karena sudah agak siangan dan jadi bus tidak terlalu penuh.

Advertisement

Duduk disebelahku seorang seorang cewek dengan kemeja putih dan celana bahan hitam, seperti pengalaman-pengalaman kebiasaan naik bus ini jarang terjadi komuikasi antar penumpang. Hal yang paling sering terjadi dialog adalah ucapan, permisi, maaf dan teguran atau permohonan petugas bus agar memberikan kursi bagi lansia atau ibu hamil.

Tapi beda kali ini, tiba-tiba cewek tadi tanya padaku tentang tujuanku kemana, setelah aku jawab dan terjadilah obrolan sana sini yang akhirnya dapat aku simpulkan bahwa dia datang dari luar kota dan ke Jakarta hendak mencari/melamar pekerjaan.

Inti dari obrolan kami adalah dia banyak mengeluh karena sudah hampir tiga bulan dia di Jakarta dan belum dapat pekerjaan yang dia impikan. Padahal menurutnya dia adalah seorang sarjana ekonomi lulusan perguruan tinggi negeri dan mempunyai nilai yang cukup memuaskan.

Advertisement

Dari pengalaman di atas dan jika kita mau banyak baca berita kita akan banyak menemukan berita tentang meningkatnya pengangguran yang berasal dari orang-orang terdidik, sebut saja pengangguran terdidik.

Hal ini membuktikan bahwa gelar bukan karcis masuk ke gerbang kesuksesan hidup, tapi hemat saya ada hal lain yang mampu mendorong sesorang untuk sukses yaitu sikap mental dan keberanian untuk mengambil keputusan serta siap bekerja keras untuk mencapai cita-cita hidup.

Advertisement

Kita ambil contoh kasus mengapa bagi sebagian orang yang hanya mendapatkan pendidikan setingkat SMA atau lebih rendah, bila ada lowongan pekerjaan akan langsung diambil. Tapi lulusan sarjana kadang masih banyak memilih pekerjaan yang distandarkan harus selevel dengan gelar sarjananya terlebih jika bicara tentang gaji. Sehingga mengabaikan berbagai kesempatan untuk bekerja, karena dinilai tidak sesuai dengan harkat sarjana yang dimiliki.  

Bisa jadi itu semua karena sejak dari kecil banyak orang tua mendidik anak anak mereka, seakan menjadi sarjana adalah tujuan satu satunya yang harus dicapai agar bisa menjadi sukses. Apalagi jika dikaitkan dengan kesuksesan dalam hal mendapatkan pekerjaan, posisi yang mentereng dan gaji yang besar.

Dari dulu kita selalu ditanamkan jiwa untuk menjadi seorang pekerja jadi fokus utama adalah gelar yang banyak bahkan banyak yang menempuh jalur tidak benar dalam mendapatkannya. Kita tidak dipersiapkan untuk menghadapi realita hidup yang sesungguhnya, sehingga terciptalah sebuah cara berpikir yang keliru yakni menggantungkan nasib pada selembar ijazah.

Bermimpi bahwa dengan menyandang gelar Sarjana maka jalan untuk meraih kesuksesan sudah di depan mata. Namun ketika berhadapan dengan kenyataan hidup yang bertolak belakang, menjadi kecewa dan frustasi, karena menemukan kenyataan pahit, bahwa gelar sarjana ternyata tidak se-sakti seperti yang dibayangkan

Jika kita mau berkaca pada negara lain misalnya Australia, menurut berbagai cerita teman yang pernah tinggal disana di Australia sejak masih duduk di SMA anak anak sudah dibiasakan untuk kerja paruh waktu. Bukan karena orang tua mereka tidak mampu,melainkan untuk mempersiapkan anak anak menjadi sarjana yang siap pakai begitu lulus sarjana.

Mereka bekerja di toko roti, di mall atau di restoran siap saji dengan gaji berkisar antara 8 -12 dolar per jam, mereka menyisihkan waktu untuk bekerja paruh waktu walau cuma 3 hingga 4 jam. Hal itu terbukti mampu menyiapkan mental mereka untuk menghadapi realita hidup yang tidak selamanya sama dengan teori-teori di bangku kampus.

Jika kita kenal dengan Merry Riana seorang motivator penulis buku yang sukses dalam sebuah filmnya pernah digambarkan bagaimana perjuangan dan kegigihannya untuk meraih sukses di Singapura saat masih kuliah di sana.

Dia harus jualan polis asuransi di jalanan bahkan suatu ketika harus berurusan dengan pihak berwajib. Ia harus rela kerja paruh waktu jadi cleaning service disebuah tempat wisata hingga akhirnya semua jerih payahnya bisa membuat dia menjadi seperti saat ini, bahkan kadang kita tidak pernah tau dia seorang lulusan apa.

Mulai saat ini kita perlu untuk mengubah sikap mental bahwa gelar sarjana bukanlah segala galanya. Titel yang disandang hanyalah bagian kecil dari jalan untuk meraih kesuksesan seperti quote :" knowledge is the way to your success".

Titel bukanlah sebuah garansi bahwa kita pasti sukses karena sukses tidaknya seseorang tergantung kepada sikap mentalnya. Untuk mengubah sikap mental perlu diawali dengan mengubah cara berpikir. Siapa lagi yang dapat mengubah cara berpikir kita, kalau bukan diri sendiri?

Dimulai dengan mengubah cara berpikir kita, maka serta merta sikap mental akan berubah. Perubahan sikap mental,akan mengubah tindakan dan perilaku kita, maka hidup akan berubah. 

Kalau kita yakin bahwa kita bisa sukses dan mau bekerja keras tanpa gengsi gengsian maka sukses akan menjadi milik kita. Tetapi bilamana orang yakin bahwa ditakdirkan sebagai kuli, maka kelak ia akan menjadi kuli, seperti apa yang diyakininya. Seperti kata seorang ustadz bahwa keyakinan akan kebesaran Tuhan yang ada pada diri kita adalah sebuah kunci kesuksesan kita, karena Tuhan seperti prasangka umatnya.

Sambil termenung memikirkan curhatan cewek di bus Transjakarta waktu itu ada beberapa kesimpulan yang bisa kita jadikan intisari dari tulisan ini yaitu perjalanan hidup seseorang adalah penuh misteri. 

Sikap utama yang harus kita miliki adalah kekuatan mental dan cara berfikir yang baik, tidak pernah menyerah dan punya keyakinan kuat akan kebesaran Tuhan. Jangan pernah memberhalakan Tuhan dan kebesarannya apalagi dengan sebuah Ijazah. Sebuah renungan untuk diri pribadi dan semoga bermanfaat bagi pembaca budiman.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE