Selamat Datang di Karnavalku

"Apa sudah benar-benar terlambat?" tanyamu. "Apa kesalahanku begitu besar sehingga kau tak bisa memberi maaf? Memberiku kesempatan untuk memperbaikinya demi kita berdua?" Tak ada jawaban yang bisa kuberikan selain "ya. Mari akhiri semua ini sekarang juga." "Bahkan tak ada peluang untuk kita kembali ke saat semula, ketika kau dan aku hanya teman biasa?" "Kali ini, tidak," jawabku. Tak akan pernah kesempatan untuk kembali pada masa-masa itu. Aku tahu kata-kata ini sangat terdengar klise, tapi ini tentang aku bukan dirimu.

Advertisement

Pintu karnavalku harus dibuka malam ini. Jadi, lupakan semuanya tentang aku. Tentang kita. Akhir kisah yang kita miliki terlalu mengejutkanku. Melukaiku teramat parah. Saat kau meneleponku lagi tengah malam ini, di hari yang seharusnya menjadi perayaan tahun kelima kita bersama, kuputuskan untuk memulai karnavalku. Karnaval pembebasan atas segala perasaanku padamu. Malam-malam sebelumnya, cemburu menguasai tubuhku membakar apa pun yang kusentuh.

Mari lepaskan apa pun yang menghalangi langkah kita masing-masing. Setelah memutuskan untuk mengakhiri perjalanan bersama bermalam-malam yang lalu, seharusnya tak perlu lagi ada pembicaraan semacam ini. Mempertanyakan adakah peluang untuk menyusun kembali yang telah menjadi puing-puing. Mengembalikannya utuh. Tapi aku berterima kasih padamu. Karena pertanyaan-pertanyaanmu barusan, tekad untuk memulai karnavalku semakin bulat.

Aku bukan pasangan yang baik. Aku tahu itu. Banyak pengorbanan yang kau lakukan demi diriku dan hubungan kita. Pendidikanmu, pilihan demi pilihanmu, selera musikmu, bahkan egomu sendiri kau penggal demi diriku. Kau pun menjaga pandangan keluargamu dari kelakuan burukku, menutupinya sedemikian rupa. Dan setengah dari itu pun tak akan mampu aku membalas. Namun, mengundang orang ketiga sama sekali bukan hal yang bisa kutoleransi. Kau tahu, sejak awal kita sudah membahas itu.

Advertisement

"Aku membutuhkannya demi mencuri lagi perhatianmu yang sudah berlari terlalu jauh dariku," aku dirimu. Kata temanku, kau butuh diberi sedikit pelajaran agar tahu bahwa aku pantas diperjuangkan.

Kau memang pantas diperjuangkan, Ay. Tapi cara yang kau pilih atas dasar nasihat temanmu itu sama sekali bukan hal yang —setidaknya bagiku— pantas untuk kau menuntut pemaklumanku. Tapi aku menerima pelajaran darimu. Lain waktu, dengan pasanganku yang berikutnya, tak akan kulepas pandangan darinya agar tak perlu ada orang ketiga yang dilibatkan dalam apa yang kami miliki.

Advertisement

Karenamu, aku sadar, perhatian itu berada di urutan teratas dalam setiap hubungan. Menjaga komunikasi baik langsung ataupun tak langsung itu penting. Ibarat pondasi pada sebuah bangunan. Prioritas utama. Namun, setelah tak lagi denganmu, aku lagi-lagi menyadari, kenyamanan berada di atas segala-galanya. Aku belajar bahwa jika tak lagi nyaman maka hal-hal selain itu akan menjari kabur dan tak jelas kenampakannya. Setelah kita berakhir, aku menyadari jika menjanjikan kenyamanan dalam sebuah hubungan adalah hal yang utama. Tapi menjaga kenyamanan itu untuk tetap bertahan setelah berjalan sekian lama adalah persoalan yang berbeda.

Malam ini begitu terang. Dengan dirimu yang terisak di telingaku, aku seperti tertahan di gerbang saat akan memasuki dunia yang berbeda. Perasaan bersalah membuncah tak tertahankan, membebani langkah demi langkah yang kutapak. Malam inilah waktunya. Tak akan lagi kutunda karnavalku. Aku harus terus melangkah. Aku harus menjadi cahaya terang dan menari. Membiarkan rasa sedih dan murka karenamu luruh seperti mimpi. Prosesiku harus sempurna malam ini.

Aku masih di tempatku semula. Berbaring di ranjangku dan tangismu menggema di telingaku tapi terasa begitu jauh. Kuharap aku yang dulu sudah kembali datang. Diriku yang segar dan menarik. Malam tengah bersiap untuk beranjak pergi. Kita pernah begitu bahagia dengan kisah yang dulu indah. Tak akan ada yang menjadi sebaik dirimu. Kau dan aku saling membahagiakan, tapi sekarang itu akan menjadi kenangan.

Selamat datang di karnavalku, bisikku samar. Ketika ini dimulai, itu berarti aku telah meninggalkanmu. Menyudahi segala niat buruk untuk membalasmu dengan perbuatan yang justru akan menyakitimu dan diriku sendiri, membuat kebusukan keadaan kita berdua semakin parah. Tak usah cemas, sudahi tangismu. Ini akan menjadi malam yang sama seperti sebelumnya, hanya saja kita tak lagi perlu saling mengasihi satu sama lain.

Tidak akan ada permusuhan, janjiku padamu.

Sudah hentikan tangismu itu, aku memohon dengan sepenuh hati. Malam akan berlalu dan aku tak ingin membuatmu menderita lebih lama lagi. Setelah semua ini, aku akan menjadi abang bagimu, memenuhi keinginan orangtuamu yang tetap membentang tangan lebar-lebar dan di tengah keluarga besar kalian yang hangat.

Setelah ini, kau harus memberikan kesempatan pada hatimu untuk berhenti berduka. Tak kukatakan itu akan mudah, tapi kau harus mencoba. Pada saatnya nanti, kau harus memulai karnavalmu sendiri. Seperti yang tengah aku lakukan saat ini. Pastikan dirimu untuk memantaskan diri demi menyambut seseorang yang mungkin akan jauh lebih baik daripada aku. Belajarlah untuk tak sekadar menawarkan kenyamanan saja tapi menjaganya bersama-sama. Pastikan lelakimu kelak tidak lalai seperti aku waktu kita berdua dulu. Pastikan dia tak akan meninggalkanmu, seperti yang akan kulakukan setelah ini.

Dan aku akan melatih diriku untuk tidak perlu takut sendiri sampai benar-benar dapat menemukan kenyamanan yang ditawarkan perempuan yang lain. Karena, kini bagiku rasa nyaman saat bersama seseorang dan menjaganya berdua hingga kapan pun adalah sesuatu yang teramat penting. Jangan pernah beranggapan jika aku melalui kehancuran hubungan kita berdua dengan riang gembira atau tanpa kesulitan sama sekali. Karena sejujurnya aku merasa tidak akan mudah melepaskan diri dari bayang-bayangmu. Untuk saat ini, mungkin munafik kalau kubilang aku baik-baik saja. Tapi aku yakin semuanya akan menjadi baik setelah kutuntaskan karnaval ini. Kau pun begitu.

Patah hati tak akan pernah menjadi mudah bagi siapa pun, tapi akan lebih baik jika kau memberanikan diri untuk menghadapinya. Bukan menghindari dan memilih meringkuk di dalam hubungan yang sama sekali tidak lagi menawarkan kenyamanan. Dengan harapan semuanya akan baik-baik saja seiring waktu. Tidak, tidak akan ada yang baik-baik saja dengan hubungan yang rusak parah, yang sudah tidak lagi memungkinkan untuk diperbaiki. Menghindar hanya akan menjadikannya bom waktu yang dapat meledak kapan pun juga bahkan sebelum kau menyadari tanda-tandanya dan mempersiapkan diri.

Selamat datang di malam yang menakjubkan. Malam di mana akhirnya aku berhasil menaklukan mimpi buruk yang selama ini menghantui. Menghantam si patah yang menghentak-hentak di atas hatiku, tepat di tengah-tengah memarnya yang masih berdenyut nyeri. Menendang pergi jeri yang menari diiringi musik berirama duka, yang berdentam-dentam hingga ke pusat segala nadi. Segala milikku adalah untukmu pada mulanya. Tapi itu sudah menjadi masa lalu, jadi lupakan tentang aku.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Part-time teacher, part-time writer, fulltime daydreamer.

CLOSE