Senja Ini Mengingatkanku Padamu

Senja ini masih mengingatkan aku padamu. Aku dan kamu, saat itu hanya berjalan beriringan mencari titik terbaik untuk memotret senja saat itu. Saat itu, kita hanya menikmati kesunyian yang kita ciptakan karena kesibukan kita dengan kamera masing-masing, tapi, aku nyaman. Bahkan, sunyi itu menciptakan kenyamanan dalam diriku untuk tetap berada di dekatmu, tetap mengamatimu dalam diam.

Sejujurnya aku rindu, kamu yang pelan-pelan menghilang. Aku masih mengingatnya, bahkan ketika aku berusaha melupakan hal itu. Kamu, saat itu, masih dengan tersenyum puas melihat hasil memotret kita berdua, bertanya, "Kamu, mau ya sering-sering temenin aku cari-cari spot buat motret?"

Hei, bahkan sebelum kamu bertanya seperti itu aku akan menjawab, "Iya!" dengan antusias. Akhirnya, akupun mengangguk sambil tersenyum senang. Senja seperti sedang berpihak padaku.

Itu sudah lama. Waktu berlari begitu cepat meninggalkan aku yang kelelahan mengejarnya dan kamu mulai menikmati kegiatanmu yang baru, bekerja dengan team yang sudah kamu bentuk dan aku hanya sekedar mendampingimu. Aku mulai terbiasa, saat itu, sampai akhirnya seseorang itu datang, seseorang yang sebelumnya telah meninggalkan bekas dalam hatimu, yang pernah hadir dalam hari-harimu. Aku bisa apa? Hanya tersenyum kecut ketika melihat kalian berinteraksi. Aku bisa apa? Aku hanya seseorang yang kamu pinta untuk berada di sisimu tanpa pernah ada kata 'sayang' darimu. Aku apa bagimu?

Alunan lagu In Case dari Demi Lovato mengalun pelan dari earphone yang aku pakai.

In case
You don't find what you're looking for
In case
You're missing what you had before
In case
You change your mind, I'll be waiting here
In case
You just want to come home

Aku masih disini, menikmati senja sambil sedikit berharap kamu datang. Aku masih disini, berjaga-jaga saat kamu tiba-tiba membutuhkan aku atau mungkin tersadar bahwa aku telah lebih dulu memperjuangkanmu tanpa kamu sadari.

Saat itu, kamu berkata dengan lirih, "Rasa itu datang lagi, Ratih. Entah aku harus bagaimana. Menurutmu aku harus bagaimana?" Saat itu, sengatan sinar Matahari tak lagi kupedulikan, aku hanya bisa tersenyum masam berusaha tegar mendengar kalimat itu. Kamu bertanya apa yang harus kamu lakukan. Aku bahkan tak tahu harus aku apakan hati ini, Radith!

Saat itu, aku dengan perasaan tertusuk berkata, "Kamu yakin mau kembali padanya? Setelah kalian berpisah karena alasan ketidakcocokan lagi?" Aku tahu itu terlihat licik, tapi aku masih berharap kamu akan tersadar. Setidaknya tersadar bahwa ada yang terluka.

Tak lama setelah itu, aku mendengar gossipgossip yang mengatakan kalian semakin dekat, ya walaupun kamu belum mengutarakan perasaanmu padanya. Setidaknya itu sedikit melegakan diriku, lucu.

Aku sadar, aku berada di bawah bayangnya jadi, aku memutuskan untuk pelan-pelan menjauh. Sebelum aku terjatuh semakin dalam pada rasa ini. Aku pun pamit padamu, dengan alasan ingin mengerjakan project di kampus dengan dosen pembimbingku. Aku tidak bohong, walaupun sebenarnya sesibuk apapun, aku akan berusaha tetap menemanimu saat kamu memintaku -seperti saat itu, sebelum aku berpamitan.

Saat itu, kamu terlihat heran. Mengapa tiba-tiba? Begitu katamu. Aku hanya tak mengatakan sebelumnya , Radith, karena aku tetap ingin bersamamu bahkan disela-sela kesibukanku yang padat. Aku bimbang saat itu, haruskah aku katakan sejujurnya padamu. Sebelum aku semakin jarang melihatmu.

Akhirnya, aku memutuskan untuk mengatakannya, semuanya. padamu. Aku katakan bagaimana rasa itu mulai ada, bagaimana aku tetap meng-iyakan semua ajakanmu walau aku sibuk dengan project-ku.

"Makanya, aku memutuskan untuk lebih menyibukkan pada projectku dan meninggalkan kegiatan ini, Radith. Lagipula, sekarang kamu memilihnya, lagi. Kamu pasti mengerti mengapa aku tak bisa lagi meng-iyakan ajakanmu untuk ikut denganmu. Mengertilah… Setidaknya biarkan aku menata hatiku sampai aku bisa meng-iyakan ajakanmu yang sebenarnya mengasyikan ini." jelasku saat itu. Dan aku ingat, kamu hanya terdiam menatapku. Aku merasakan tatapan itu walau aku tertunduk menahan air mata yang mulai mengaburkan pandanganku. Aku berjalan menjauh, meninggalkan senja yang redup saat itu.

Itu sudah lama ya, Radith. Sudah setahun yang lalu dan aku masih mengingatmu. Aku bahkan tak percaya betapa hebatnya kemampuanku membiarkan rasa ini tetap ada.

Bintang-gemintang mulai bermunculan, sadarkan lamunanku saat ini. Aku bangkit dan mulai berjalan menyusuri bibir pantai. Debur ombak menemani langkahku dan jejak-jejak sandalku di atas pasir. Pantai ini, tempat saat kamu mengatakan kalimat itu. "Kamu, mau ya sering-sering temenin aku cari-cari spot buat motret?"

"Mau sampai kapan kamu berusaha menata hatimu, Ratih?" sebuah suara menyebut namaku, lirih. Aku berdiri terpaku, menahan diri untuk tidak menoleh. Aku mengenalinya, tidak mungkin aku tak mengenalinya. Suara yang setahun ini kuhindari namun, kurindukan.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku, Ratih. Mau sampai kapan? Kamu pernah bilang, kamu bisa menerima ajakanku mencari senja saat kamu sudah menata hatimu. Sampai kapan, Ratih?" suara itu semakin mendekat. Aku menoleh padanya, wajah yang sudah lama kurindukan, saat ini berada di belakangku.

Kamu disana, Radith. Bahkan, aku tak mempercayainya. Kamu disana dengan wajah murungmu dan terdiam menunggu jawabanku. Hangat tiba-tiba menjalar dalam diriku. Aku gelagapan dan berusaha menjawab, "Ra… Radith, kok? kenapa bisa sampai disini?"

Kamu tersenyum melihat kekikukanku. Kamu menceritakan bahwa kegiatanmu mengejar senja itu di pantai ini dan kamu melihatku duduk diam menatap ombak. Asal kamu tahu, Radith, aku melamun dan satu jam lebih lamunanku itu teringat akan dirimu!

Aku bertanya, "Kamu sama si dia?" dan kamu tertawa, "Dia siapa? Yang dulu? Tidak, setelah kamu menceritakan semuanya saat itu, aku sadar satu hal. Aku butuh kamu. Dan ternyata memang si dia itu tak sepenuhnya yang aku butuhkan. Lagian, dia menghilang lagi tuh. Yang ada, aku malah kehilangan kamu, Ratih. Hebat kamu bisa benar-benar susah dihubungi setahun ini. Huh!"

Tak ada yang bisa kulakukan selain tersenyum mendengarnya dan kamu menyodorkan lembaran foto padaku. Foto senja saat itu, saat pertama kali kamu memintaku untuk menemaninya dengan sebuah tulisan di belakangnya 'Aku Sayang Kamu'. Kali ini, aku mengangguk tanpa kamu pinta.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

penikmat kopi, buku dan puisi, jatuh cinta pada pantai juga senja