[CERPEN] Senjaku Berselimut Sendu

Kisah oma Larasati di masa senjanya yang membuatmu berpikir lagi apa yang sudah kamu perjuangan untuk membalas kasih sayang orang tuamu?

Dengan sentuhan yang lembut , Dinda telaten menyisir rambut putih keabuan oma Sati. Sesekali oma tersenyum sendu menatap pantulan wajah Dinda dari cermin di hadapannya. Setelah rambut oma tersanggul rapi , Dinda mendorong kursi roda oma menuju taman di halaman depan. "Oma tunggu di sini sebentar ya , Dinda siapin makanan oma dulu di dapur." Oma mengangguk pelan. Tatapan oma lurus memandang pagar yang tak jauh darinya. Pikirannya terus menerawang jauh hingga matanya berkaca kaca tanpa disadari. Sentuhan halus di pundaknya membuat lamunan oma buyar seketika. Dinda kembali dengan semangkok bubur di tangannya.Dinda sudah paham bahwa oma paling suka menghabiskan makan siangnya ditaman sambil memandang ke arah pagar yang menjadi pintu masuk , seolah ada yang ditunggu kedatangannya oleh beliau.

Advertisement

 

                                                                                     ***

Usia oma Sati bulan Agustus nanti genap 82 tahun. Sudah hampir lima tahun ini beliau dirawat oleh gadis muda yang santun berparas manis , Dinda namanya. Ibu kandung Dinda sudah meninggal sejak ia masih SMP. Menjaga dan merawat Oma Sati , di rasa Dinda seperti merawat ibu kandungnya sendiri. Tak jarang Dinda mengobrol dengan oma sambil memijat lembut tangan dan kaki beliau. Oma pun terkadang membelai kepala Dinda dengan penuh kasih sayang layaknya buah hatinya sendiri. " Din , seandainya anak-anak oma sesayang ini sama oma. Oma sampai lupa kapan terakhir kali mereka datang berkunjung." Mata oma mulai berkaca-kaca. Perlahan namun pasti tetesan air mata merembes dari sudut mata oma yang mengendur. Rambutnya sudah beruban , tatapan matanya sayu sendu dengan senyuman tipis di bibir yang keriput karena faktor usia. Mendengar curahan hati oma , Dinda hanya tersenyum menenangkan sambil menggenggam tangan oma yang sedikit bergetar. Hari-hari oma Sati lalui dengan obrolan bersama Dinda , meskipun tak jarang beliau juga berinteraksi dengan penghuni lain di panti yang jumlahnya tak banyak. Sebagian lansia  terpaksa di rawat di panti jompo ini karena sebatang kara , tapi ada juga beberapa yang hanya di titipkan anak atau keluarganya. Ya , dititipkan. Jadi ada masanya entah itu seminggu , dua minggu atau sebulan sekali sanak keluarga akan datang sekedar menjenguk mengajak berbincang atau membawakan keperluan dan makanan kesukaan si orang tua. Oma lebih memilih berdiam di kamar sambil mengelus foto mendiang suaminya yang terbingkai rapi dalam figura . Bukan karena risih dengan riuh tawa pengunjung , Oma lebih menghindari terbawa perasaan sedih yang mendalam. Kalau sudah seperti ini , Dinda lah orang yang paling paham dan menemani oma di dalam kamar. Semenjak suaminya meninggal sepuluh tahun yang lalu karena sakit jantung , seketika dunia oma Sati luruh. Dua anak laki-lakinya yang sudah berkeluarga mulai jarang datang ke rumah sekedar makan bersama. Kondisi oma pun sudah tak seprima dulu. Beliau beberapa kali mengompol dicelana tanpa disadari , berjalan pun sudah tak seluwes dahulu hingga akhirnya oma terjatuh di kamar mandi dan menjadikan kakinya lumpuh. Daripada merawat ibunya dirumah masing-masing , kedua anak oma lebih memilih memperkerjakan suster. Tapi itu tak berlangsung lama karena kondisi finansial  mereka tak sestabil saat sang ayah masi hidup. Mengirim oma Sati ke panti jompo pun menjadi jalan yang akhirnya disepakati. Awalnya ini tak terlalu berat bagi oma karena seminggu sekali mereka datang berkunjung. Namun lama kelamaan frekuensinya berkunjungnya semakin jarang hingga sebulan sekali. Kesibukan dan jarak menjadi alasan. Oma Sati mencoba memakluminya hingga sudah tiga tahun ini anak-anaknya absen mengunjunginya. Sejak kakinya lumpuh , oma sadar kalau dirinya mulai menjadi beban bagi kedua anaknya. Tapi oma tidak pernah membayangkan anak-anak yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang justru tega membuangnya di panti jompo. Bukan cuma satu atau dua kali oma menelepon anak-anaknya , tapi yang di dapat justru jawaban kalau mereka sudah pindah keluar kota. 

Advertisement

                                                                                  ***

Situasi pagi ini tak setenang biasa , teman satu kamar oma akhirnya menghembuskan nafas terakhir setelah bertahun tahun asma yang dideritanya terus memburuk. Eyang Uti sapaanya , sudah menempati panti sebelum oma datang. Eyang Uti sebatang kara semenjak anak semata wayangnya meninggal dalam kecelakaan motor. Jasad eyang pun dimandikan pengurus dan beberapa ibu ibu hingga siap diantarkan ke peristirahatan terakhirnya yang tak jauh dari panti. Pemandangan seperti ini mulai membangunkan hayalan Oma Sati. Hal ini nantinya akan oma hadapi bila waktunya tiba. Hati oma hanya bisa menangis pilu , anak-anak yang menjadi harapannya untuk menjadi teman melalui masa senja justru menelantarkannya. Tak ada yang bisa dilakukan oma  selain menunggu. Menunggu keajaiban anak-anaknya datang menjemputnya pulang atau menunggu satu hal yang pasti. Menunggu ajal datang dan mempersatukannya dengan suami yang sudah berpulang lebih awal. 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

CLOSE