SYAFIRA – Lanskap Rindu

Lanskap Rindu

SYAFIRA

Lanskap Rindu

Secara sederhana, rindu adalah proses teringatnya pikiran akan suatu hal yang dipengaruhi oleh perasaan yang ditimbulkan oleh hati sehingga seringkali melahirkan hasrat atau keinginan untuk dapat melakukan, berada, atau bahkan mengulangi sesuatu yang erat kaitanya dengan benda (baik hidup maupun mati), kejadian, waktu, dan suatu tempat tertentu di masa lampau.

Rindu sangat erat kaitannya dengan kenangan. Ia lahir sebagai akibat dari proses mengingatnya otak terhadap suatu kenangan tertentu yang dianggap memiliki suatu kesan tersendiri bagi si pemilik otak. Tentu saja ingatan yang dimaksudkan di sini berbeda dengan cara mengingat terhadap ilmu pasti: 7×7, 1+3, dan seterusnya, karena pada kasus ini telah ada campur tangan dari hati di dalam prosesnya.

Ada banyak sekali pengertian rindu. Tak perlu memusingkan perbedaan atas ini-itu dalam rangkaian kalimat yang mewakili penjelasan atas makna rindu. Cukuplah kita manusia yang memiliki hati ini agar dapat merasakan rindu. Biasanya kebanyakan orang akan merindukan suatu kenangan baik. Sangat jarang atau bahkan tidak ada di dunia ini, orang yang merindukan suatu kenangan buruk.

Misalkan seseorang yang merindukan masa kecilnya, tentu saja mereka akan merindukan saat-saat di mana mereka merasa bahagia bermain bersama teman masa kecilnya, disayang dan dimanja oleh keluarga dan orang sekitar, tidak memikirkan masalah yang berat, dan lain sebagainya. Barangkali akan ada orang yang merindukan masa kecilnya karena memiliki kenangan berkelahi dengan teman. Hal ini tidak bisa dikatakan suatu kenangan buruk. Jika memang dia ingin mengulanginya, pada dasarnya dia merasa bahagia saat mengenang kejadian tersebut, terlepas dari pandangan kita sebagai pengamat bahwa “perkelahian” itu tidak baik.

Rindu selalu menjadi bagian dari kisah percintaan. Ia adalah serat-serat penyusun kulit cinta. Ia memang bukan ruh dari suatu cinta, namun keberadaannya adalah sebagai pelindung ruh. Dalam jalinan cinta, banyak sekali jenis warna-warni rindu yang ada di dalamnya. Salah satu macamnya adalah jenis rindu yang tercipta di antara dua titik jarak, entah kedua titik itu masih berada pada langit dan bumi yang sama ataukah berbeda.

Mungkin terdengar jahat, namun rindu itu hampir-hampir seperti penyakit yang harus diobati atau bisa jadi juga dibiarkan (bagi orang yang menganggap rindu itu bukan penyakit ganas).

“Apakah obat rindu itu selalu pertemuan, Fir?” tanya seorang pria yang duduk di sebelah Syafira.

“ Tidak!” jawab Syafira.

Syafira dan pria itu sedang duduk berdua di atas amben (kursi panjang yang etrbuat dari bamboo). Amben itu berukuran sekitar 1×2 m, dan tinggi kaki-kakinya sekitar 0.5 m. Mereka berdua duduk di bawah pohon beringin yang ada di antara jalan dan petak sawah. Mereka berdua menghadap ke arah sawah pada sudut pandang -45 derajat dengan pandangan mata lurus sebagai titik 0 derajatnya, dan sesekali menatap mentari sore pada sudut pandang 5-10 derajat.

“Terus, bagaimana mengobati rindu?”

“Memangnya apa yang kau rindukan?” Tanya Syafira sejenak memandang wajah pria itu, lalu kembali memandang pucuk-pucuk padi yang ada dihadapannya.

“Senyumnya,” suar pria itu terdengar sedikit mengecil.

“Cukup lihat fotonya, jika memang hanya senyum yang kau rindukan dari seseorang itu. Namun, jika kau tidak puas dengan itu dan bermaksud ingin menjumpaiya secara langsung untuk melihat senyumnya, maka sebenarnya rindumu itu memiliki serat maksud. Jika hal itu benar, sebaiknya gunakan juga akalmu untuk mengetahui keadaannya.

Jika ini tentang cinta, dia telah dimiliki maka jangan ganggu dia. Jika dia masih sendiri, maka silakan saja. Dan jika ini bukan tentang cinta, juga silakan saja kau menemuinya,” kedua bibir Syafira hanya berkata-kata, matanya sama sekali tak memandang ke arah wajah si pria.

“Ini tentang cinta. Baiklah, aku pastiin dulu posisinya. Syafira, kamu pembaca hati dan pikiran yang paling jenius!” ucap pria itu.

Pria itu menumpukan kedua tangannya pada amben, mengangkat sedikit tubuhnya, lalu mendorongkan tubuhnya sendiri ke pematang sawah yang ada di depannya, sekitar 10 cm dari bagian kaki amben yang dekat dengan sawah. Pria itu pamit dan pergi meninggalkan Syafira.

Banyak orang yang merindukan seseorang yang ia cintai karena suatu perpisahan, entah untuk selamanya atau dalam waktu tertentu sehingga tidak dapat bertemu. Tak sedikit yang mengatakan bahwa obat rindu adalah pertemuan. Mungkin benar, tapi mungkin juga bisa salah. Sebenarnya, obat rindu itu ada pada diri orang yang sedang merindu itu sendiri.

Ada rindu yang menuntut pertemuan, namun ada pula rindu yang memang nikmat untuk dirasakan meski tanpa adanya pertemuan. Contoh sederhananya adalah merindukan kehangatan hari-hari bersama orang yang sudah meninggal. Tidak mungkin untuk kembali bertemu dengannya, terlebih mengulanginya kejadian-kejadian bersamanya, kan? Obat rindu itu tidak selalu pertemuan. Terkadang proses dalam merindu itu adalah obat dari rindu itu sendiri.

“Dasar! Masih saja merindukan angin!” gumam Syafira sambil melihat bagian tubuh belakang pria yang sedang berlalu menjauhi tempat semula mereka menatap senja.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Suka ketak-ketik Novel: Gulita (Asmara dan-) dan Jika Cinta- (proses) Antalogi Puisi, fiksimini, dan Cerpen; Jerinjit Asa-, Kartini-ku, Bianglala, Hampir mati. (Cp, email: alimuftiiiii@gmail.com (i-nya 5) line: alimufti1 instagram: alimufti1 )