[CERPEN] Tentang Kita yang Masih Bertanya-tanya

Semua yang terjadi adalah takdir.

Suasana sore hari di ibu kota kental dengan kemacetan dan lalu lalang manusia yang baru pulang dari bekerja. Tidak terasa sudah hampir lima tahun aku bekerja di salah satu kantor penerbitan di ibu kota. Aku tinggal sendiri di ibu kota. Kedua orang tua ku sudah cukup lama meninggal. Dan sekarang aku sudah memiliki kehidupan yang bisa dikatakan lebih dari cukup untuk menghidupi diriku sendiri.

Advertisement

Setahun yang lalu aku bertemu dengan seorang perempuan yang merupakan pegawai baru di kantorku. Meskipun dia berbeda divisi denganku, aku cukup sering bertemu karena kami bekerja dalam satu lantai. Perkenalan tak terduga terjadi saat suatu sore aku melihatnya berbicara akan pulang dengan naik ojek online. 

Namun tampaknya dia dan pengemudi sedang dalam pembicaraan mengenai permintaan untuk singgah di masjid terdekat dalam perjalanan pulang. Sedangkan kondisi jalanan sedang macet dan waktu maghrib tinggal lima menit lagi. Kemudian entah dorongan darimana aku mencoba menghampirinya dan menawarkan tumpangan untuk ke masjid terdekat.

Sejak kejadian itu aku dan Aliyah menjadi teman yang sering berdiskusi tentang berbagai hal. Kami sering ke masjid bersama setelah pulang kantor. Sebenarnya aku sering menawarkan untuk mengantarnya pulang ke rumahnya, tapi dia selalu menolak karena tidak mau merepotkanku. Padahal aku tidak merasa direpotkan sama sekali.

Advertisement

Menurutku, Aliyah adalah perempuan yang mandiri. Dia hidup sendiri di ibu kota untuk bekerja, sedangkan keluarganya tinggal jauh dari ibu kota. Dan selama kami berteman aku terkesan dengan sifatnya yang humbel dan rendah hati. Dia adalah perempuan yang taat beribadah dan memiliki kecantikan luar dan dalam. Hampir setahun aku mengenalnya membuatku semakin tertarik kepadanya. Jujur aku sering berdoa agar takdir jodohku adalah Aliyah.

Hingga suatu hari aku memantapkan hati untuk berbicara kepada Aliyah tentang perasaanku. Suatu senja di bulan suci Ramadhan, seperti biasanya aku dan Aliyah keluar kantor untuk sholat maghrib. Dan kebetulan ada agenda rutinan buka bersama se-kantor di sebuah rumah makan yang letaknya cukup dekat dengan kantor. Rekan-rekan kerjaku sudah banyak yang menuju tempat acara. Sedang aku dan Aliyah izin untuk sholat maghrib dulu di masjid biasanya. 

Advertisement

Meskipun di rumah makan tersebut menyediakan ruangan untuk sholat, tapi ruangan tersebut digunakan oleh laki-laki dan perempuan bersamaan tanpa sekat. Karena aku tidak ingin membuat Aliyah merasa tidak nyaman aku menawarkan untuk sholat dulu di masjid biasanya. Dan Aliyah menyetujuinya.

Setelah sholat maghrib aku dan Aliyah segera menuju tempat acara. Acara berlangsung selama hampir satu jam. Usai acara Aliyah menawarkan untuk kembali ke masjid biasanya untuk mengikuti sholat tarawih berjamaah. sejujurnya aku jarang ikut sholat tarawih berjamaah. hanya ketika ada niat untuk sholat tarawih sekaligus badan tidak merasa lelah. Dan Aliyah juga pernah kuceritakan hal ini. Entah kenapa akhirnya aku megiyakan ajakannya.

Ketika sholat tarawih berjamaah, entah kenapa aku terus berpikir tentang Aliyah. Sebentar lagi cuti hari raya tiba dan Aliyah akan pulang ke daerahnya untuk bertemu keluarganya. Aki tiba-tiba berpikir untuk mengatakan apa yang sudah cukup lama aku rasakan. Setelah sholat tarawih berjamaah selesai, aku mengajaknya masuk ke mobil. Tapi aku membuka kaca mobil setangah. Dan aku memutuskan untuk berbicara kepadanya.

“Al, minggu depan sudah cuti hari raya. Kamu mau pulang?”

“iya kak. Ibu sudah menanyakan terus kapan aku Pulang”

“sebelum kamu pulang aku mau ngomong sama kamu”

“ngomong apa kak?”

“Sejujurnya aku senang bisa berteman denganmu. Aku banyak kemajuan dalam hal ibadah. Terima kasih banyak Al. Kamu juga orangnya baik. Aku beruntung bisa jadi salah satu temanmu selama di sini. Kalau kamu pulang minggu depan sampaikan salamku untuk ibu dan keluargamu ya. Tolong sampaikan juga.. aku berniat untuk melamar kamu. Maaf sebelumnya jika aku terkesan tidak sopan. Aku merasa sudah mengenalmu dengan baik dan bagiku kamu perempuan istimewa yang selalu aku doakan menjadi takdir jodohku. Aku menyampaikan kepadamu secara langsung bukan untuk meminta jawabanmu sekarang. Aku ingin memberimu waktu berpikir dan berdiskusi dengan keluargamu. Aku hanya berharap kamu bisa menerima niat baikku ini”

Aku menyampaikan apa yang aku rasakan dalam kalimat panjang. Setelah mengucapkannya aku merasa cukup lega. Kulirik Aliyah sebentar. Aku melihatnya hanya menunduk dan menautkan kesepuluh jari-jarinya.

Setelah hening kurang lebih dua menit, Aliyah mulai menjawab perkataanku.

“akan kusampaikan salam dan niat kakak kepada keluargaku. Sebelumnya terima kasih sudah menilaiku dengan baik, meskipun pada dasarnya aku belum sebaik itu. aku juga senang bisa berteman dengan kakak yang selalu baik kepadaku”

“Terima kasih banyak Al. Aku antar pulang ya? Ini sudah malam”

Aku menawarkan karena memang sekarang sudah menjelang malam. biasanya dia selalu bersikeras untuk pulang sendiri.

“iya kak. Terima kasih”

Akhirnya aku mengantar Aliyah pulang. Keesokan harinya aku bersyukur bahwa hubunganku dengan Aliyah tidak canggung gara-gara ucapanku semalam. Kami masih menjalani rutinitas di kantor dan pergi ke masjid bersama untuk sholat maghrib. Sampai liburan dalam rangka cuti hari raya tiba, aku mengantar Aliyah menuju stasiun Pasar Senen. Aku hanya berpesan agar dia hati-hati di jalan dan semoga selamat sampai tujuan.

Hari selanjutnya, aku hanya bisa menunggu. Menunggu hari raya dengan membersihkan rumah dan pergi ke makam kedua orang tuaku, menunggu selesai masa liburan cuti bersama, dan menunggu kepastian dari Aliyah.

Liburan dalam rangka cuti bersama hari raya telah usai. Kantor telah aktif kembali dan para pegawai kembali melakukan tugas-tugasnya. Hal tersebut juga terjadi kepadaku dan Aliyah. Aku berpapasan dengannya ketika menuju dapur kantor untuk membuat kopi. Kami hanya saling melempar senyum. Dalam hati aku berdoa semoga segera ada jawaban darinya.

Akhirnya jam kantor telah selesai. Setelah selesai sholat maghrib, Aliyah menyerahkan sebuah goodie bag kepadaku. Katanya oleh-oleh khas dari daerahnya. Akupun izin untuk membukanya langsung, dan dia mengiyakan. Setelah kubuka isinya adalah sarung, kopi bubuk khas daerah, dan beberapa makanan ringan. Aku tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Namun aku menangkap ada amplop putih terletak di dalam kotak sarung. Sebelum kubuka, dia berkata.

“jangan dibuka sekarang ya kak. Bukanya nanti pas di rumah aja. Isinya jawaban dari apa yang mas minta sebelum lebaran. Kakak juga dapat salam dari keluargaku”

Tiba-tiba aku menjadi gugup.

“oh.. oke. Terima kasih Al”

“iya kak. Semoga, entah apapun isinya nanti.. aku berharap kakak bisa menerima semuanya. Kalau ada yang perlu ditanyakan, tanya langsung aja kak. Jangan lewat chat”

“oke oke. Mau kuantar pulang?”

“boleh. Terima kasih banyak kak”

Kami menuju rumahnya. Sesungguhnya dalam perjalanan aku merasa canggung. Tapi Aliyah berusaha mengalihkan kecanggungan dengan becerita tentang perjalanannya. Akupun menanggapinya dengan sesekali.

Sampai di rumah, aku memutuskan untuk bersih-bersih dulu. Sesungguhnya aku sedang mengalihkan rasa gugupku. Entah kenapa aku menjadi gugup. Antara optimis dan pesimis menjadi satu. Namun saat aku mengingat Aliyah, terlintas dipikiranku bahwa Aliyah adalah perempuan baik. Apapun jawabannya, pasti yang baik untukku dan untuknya.

Kak, sebelumnya mohon maaf lahir dan batin ya..

Aku adalah perempuan yang masih banyak kekurangan. Tapi terima kasih kakak sudah menerimaku apa adanya selama ini.

Aku sudah menyampaikan semuanya kepada ibu dan keluargaku. Tanpa mengurangi sedikitpun dan menambahi sedikitpun. Aku juga bercerita tentang apa yang aku ketahui tentang kakak. Semoga apa yang aku ceritakan tidak mengandung kekeliruan.

Orangtuaku sudah sholat istikharah, memohon petunjuk untuk jawaban atas niat baik kakak. Dan hasilnya adalah orangtuaku memohon maaf belum bisa menyambut baik niat kakak.

Aku hanyalah seorang anak perempuan yang telah dilahirkan dan dibesarkan oleh kedua orangtuaku dengan segala yang mereka miliki. Maka aku tidak pantas untuk melawan apa yang telah mereka putuskan. Karena bagiku, orangtua dan keluarga adalah segalanya.

Secara pribadi aku memohon maaf jika jawaban ini kurang dari harapan kakak. Aku berdoa agar aku dan kakak senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT. dan diberi keikhlasan untuk menjalani takdir-Nya.

Pada akhirnya, yang bisa mengetahui adalah Tuhan. Dan waktu berperan membantu menjawabnya. Segalanya.

Juga tentang kamu. Yang sering membuatku bertanya-tanya. Serta tentang kita. Yang selalu menjadi rahasia Tuhan.

Aku sudah selesai membacanya. Tiba-tiba aku merasa tersentuh. Aku kembali dibuat kagum oleh Aliyah. Meskipun dengan mudahnya isi surat tersebut adalah penolakan, tapi aku dengan lapang dada menerima keputusannya.

Aliyah adalah sosok perempuan yang mampu membuatku kagum berkali-kali. Kata-kata akhir di suratnya menegaskan kalau apa yang terjadi saat ini adalah takdir. Dan takdir selalu menjadi rahasia Tuhan. Aku tidak bisa menyalahkan takdir-Nya. Aku juga tidak bisa menyalahkan Aliyah dan keluarganya. Semua yang terjadi adalah takdir yang memang harus dijalani.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE