Terima Kasih Untuk Kesempatan Mengenalmu, Ini Adalah Kado Terindah yang Tuhan Pernah Sampaikan Padaku.

Pagi ini, sebuah kiriman paket berada tepat di atas meja kerjaku

Pagi ini, sebuah kiriman paket berada tepat di atas meja kerjaku. Sebuah bungkusan terbuat dari kulit binatang berwarna coklat muda memaksa untuk segera dibuka. Setelah kutimang-timang isinya dan menerka-nerka siapa pengirimnya, aku bergegas membukanya. Namun, di saat yang bersamaan pula sebuah telepon dari Atasan memintaku untuk segera menemuinya. Akhirnya kuletakkan kembali bungkusan coklat muda itu dan ku simpan di dalam laci.

Advertisement

Hari ini sama seperti hari-hari sebelumnya, setelah menyelesaikan pekerjaan aku bergegas kembali ke apartemen untuk beristirahat. Kutenteng sebuah tas berwarna biru dongker berisi laptop dan beberapa lembar berkas marketing.

Aku nyalakan mesin mobilku dan mulai memutar musik favoritku. Tepat sebelum menginjak pedal gas, handphoneku bergetar dan menampilkan sebuah pesan dari teman lamaku. Ku buka pesan itu dan ku balas dengan beberapa kalimat. Setelahnya ku arahkan mobilku menuju apartemen di daerah Margonda, sebuah kawasan pemukiman padat penduduk.

Jarak kantor menuju apartemen ± 25 km dengan waktu tempuh maksimal 2 jam. Kuparkirkan mobilku pada sebuah basement dan segera menuju kamarku di lantai 8. Malam ini langit terlihat lebih cerah dari biasanya dan waktu yang tepat untuk sejenak bersantai di spot favoritku bersama segelas minuman hangat.

Advertisement

Sang rembulan pun terlihat lebih cantik dari balkon apartemenku. Sejenak bersantai menikmati malam hingga tiba-tiba sebuah panggilan telepon membuyarkan lamunanku. Begitu menatap layar, aku dibuat terpaku olehnya.

Kuberanikan diri menekan tombol hijau dan sebuah suara terdengar dari seberang. “Halo, apa ini Bella. Kau masih mengingatku bukan?” “Tentu saja, ada apa gerangan kau tiba-tiba menelponku”. Sejak menit itu, kami kembali terlibat percakapan yang asik dan menyenangkan seperti tahun-tahun sebelumnya, saat jarak dan status bukan menjadi penghalang kebahagiaan di antara kami.

Advertisement

Seolah percakapan tadi membawaku pada sebuah pertemuan di mana kami saling mengenal, saling bertegur sapa, dan berbagi suka duka. Lima tahun sudah aku memendam perasaan ini padamu. Perasaan yang tak pernah mampu aku sampaikan dan tak pernah terwakilkan oleh waktu. Aku mengagumimu, mencintai setiap jengkal persahabatan yang kami ukir bersama.

Mengharapkan kau juga memiliki hal yang sama dengan apa yang aku rasakan. Namun sayangnya, itu hanya sebuah ilusi belaka karna pada akhirnya kau lebih memilih hidup bersamanya. Meninggalkanku yang hingga detik ini hanya diam membisu, memendam perasaan ini sendirian.

Seandainya aku mampu memutar waktu, tepat di malam perpisahan itu, malam dimana kami saling berpelukan untuk terakhir kalinya. Saat dimana waktu begitu baik dan menciptakan jarak di antara kami. Aku takkan menyia-nyiakan kesempatan untuk berterus terang padamu, tentang apa yang ada dalam benak dan jiwaku, tentang apa yang aku harapkan atas persahabatan ini, dan tentang rasa kekagumanku padamu selama ini.

Namun, barangkali memang belum saatnya untuk bersatu. Aku memperoleh pekerjaan di Jakarta dan kau mendapat beasiswa di Malaysia.

Sejak saat itu pula kesibukan menjadi sahabat baru dan penghalang di antara kami. Dua tahun lamanya kau menghilang dari hati dan pikiranku. Dua tahun pula aku mulai mengisi kekosongan hati, merelakan kepergianmu, dan sejauh ini aku berhasil. Aku berhasil melawan masa lalu bersamamu dan mengikis rasa kekaguman itu. Hingga akhirnya sebuah panggilan darimu tadi kembali menjerumuskanku pada kenangan itu.

Telepon kututup dan bergegas pergi ke kamar mandi untuk menenangkan hati. Menghidupkan shower dan pemanas air lalu berendam di dalam bathtup. Kupejamkan mata dan kunikmati guyuran air panas yang masuk ke dalam pori-pori tubuhku. Setelah setengah jam berendam aku mulai mengeringkan tubuh dan bersiap untuk tidur. Berharap hal-hal yang terjadi barusan hanya sebuah ilusi yang akan segera berlalu seperti hujan di penghujung siang.

Pagi ini aku ada meeting dengan klien di luar kota. Beruntunglah, setidaknya ini menjadi alasanku untuk tidak memikirkan kejadian-kejadian semalam. Perjalanan kali ini terasa membosankan karena pesawat yang aku tumpangi mengalami keterlambatan akibat cuaca buruk. Sambil berusaha memasang headphone, tiba-tiba sebuah suara terdengar memanggil-manggil namaku.

Kuarahkan pandanganku pada sumber suara dan betapa terkejutnya aku oleh kehadiran sahabatku, Naya. Kami sudah bersahabat sejak SMP hingga kuliah. Sebelum akhirnya kami juga sama-sama berpisah karena Naya bekerja di Makassar. Seperti layaknya orang yang tidak pernah berjumpa, kami berdua juga meluapkan kerinduan itu di depan umum. Setelah bercerita panjang lebar dan mengakhiri pertemuan singkat itu dengan berfoto, aku bergegas menuju pesawat.

Dua hari setelah pertemuanku dengan Klien di Surabaya, aku kembali ke kantor dan tidak sengaja membuka laci. Betapa herannya aku karena lupa membuka bungkusan berwarna coklat muda yang aku tinggalkan selama tiga hari.

Akhirnya kubuka bungkusan itu dan aku temukan sebuah undangan pernikahan beserta benda favoritku, sebuah novel. Perlahan kubuka undangan itu dan dibuat membisu olehnya. Sebuah nama bertuliskan “Baskoro dan Naya Wedding” membuyarkan lamunan bahwa aku tidak sedang bermimpi.

Ya, itu adalah undangan pernikahan dari seseorang yang tak pernah mampu aku miliki. Yang pada akhirnya akan merangkai mimpi bersama sahabat terbaikku, Naya. Seakan semua hal yang terjadi belakangan ini membangunkanku dari tidur panjang dan mimpi indah. Mendesakku untuk menerima kenyataan bahwa seseorang yang aku kagumi dan cintai akan menjadi kekasih hati sahabatku.

Hancur sudah perasaan ini, datang membawa mimpi dan harapan, lalu pergi berteman rindu, hingga akhirnya datang kembali hanya untuk meninggalkan luka. Kini hidup harus terus berjalan, tak peduli seberapa besar rasa yang pernah aku pendam padamu, seyakin itu aku akan dirimu, dan sekuat itu pula takdir memisahkan.

Aku percaya bahagiamu menjadi bahagiaku, semestamu akan tetap menjadi semestaku, dan doaku akan selalu menyertai kepergianmu. Terima kasih untuk kesempatan mengenalmu, ini adalah kado terindah yang Tuhan pernah sampaikan padaku. Ragamu takkan pernah menjadi milikku, tapi hatiku akan tetap memilihmu dalam diam. #BertepukSebelahTangan

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat film thailand. Mudah bergaul tapi lebih nyaman menyendiri.

CLOSE