Toleransi Sebagai Umat Beragama

Kenangan Ramadanku: Toleransi sebagai Umat Non-muslim

Beberapa daerah di Indonesia mayoritas penduduknya adalah Non-muslim. Salah satunya di Bali yang mayoritas penduduknya beragama Hindu. Di Bali setiap jam 6 sore ada Puja Tri Sandya melalui pengeras suara di Pura dan beberapa menit kemudian azan Magrib berkumandang melalui pengeras suara di Masjid. Bahkan tidak jarang dijumpai tempat ibadah agama yang berbeda terletak berdampingan. Seperti Pusat Pribadatan Puja Mandala di Nusa Dua di mana tempat ibadah lima agama yang terletak dalam satu kompleks.

Bagi yang pacaran beda agama bisa ibadah bareng di sini

Sebagai umat non-muslim aku juga ikut merasakan istimewanya bulan Ramadan. Kenangan Ramadanku terasa berbeda sejak memiliki teman kos yang beragama Islam. Dan kenangan yang paling terasa adalah rasa toleransi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) toleransi berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.

Di bulan Ramadan ini banyak pengetahuan baru yang aku dapakan. Salah satunya perbedaan antara wajib dan sunah. Ketika mau puasa wajib sahur terlebih dahulu. Oh maaf. Bukan wajib karena sahur itu hukumnya sunah. Jadi tidak dilakukan pun tak apa tapi alangkah baiknya dilakukan. Yang penting niatnya. Begitulah penjelasan dari teman muslimku saat aku memintanya untuk tidak melaksanakan sahur.

Setelahh alarm di handphone-nya berbunyi dia cuci muka lalu memasak makanan untuk sahur. Sebagai teman non muslim yang baik aku ikut membantu menemaninya bangun tapi hanya membuka mata dan berusaha tidur lagi sambil meikmati bau masakan yang menggoda. Kenapa aku tidak membantu? Kata dia sih “nggak usah repot-repot”.

“Kenapa nggak beli aja?” tanyaku yang mulai tergoda dengan bau masakanya. “jam segini mana ada warung yang buka” "Oke, bener juga ya" jawabku sambil ikut makan sahur.

Memasuki akhir bulan Ramadan dia tidak memasak lagi karena ternyata warung sebelah udah buka dari jam 3 pagi. Dia udah mulai malas. Bangunya mepet imsak. Begitu bangun langsung makan. Dan aku udah nggak ikut sahur lagi.

Melatih skill makan sambil merem

Setelah sahur tidak lupa aku mengucapan selamat menunaikan ibadah tidur lagi setelah solat subuh.

Siang hari matahari memancarkan sinar dengan teriknya. Ditambah lagi flu dan batuk merupakan kombinasi yang pas untuk membatalkan puasa. Di saat-saat kayak gini rasa toleransi paling diuji. Sebisa mungkin aku usahakan untuk tidak makan dan minum di depan dia yang sedang menjalankan ibadah puasa. Kata dia kalau sedang puasa usahakan hanya dia dan Tuhan yang tahu. Orang kalau ditanya lagi puasa atau tidak pasti jawabnya insyaalah. Maksudnya insyaalah iya atau insyaalah tidak?

Sebagai teman non muslim yang baik melihat teman yang sedang kehausan aku nawarin minum

Ada juga kasus warung makan yang dilarang berjualan saat bulan ramadan. Katanya dapat mengoyahkan iman yang sedang berpuasa. Kalau begitu, umat non muslim yang tidak menjalankan ibadah puasa mau makan siang di mana? Ada juga aturan warung makan boleh buka tapi dititupi gorden atau warung tetep buka tapi nggak boleh makan di tempat. Di Bali sih nggak ada aturan kayak gitu. Warung Makan tetep buka kecuali menang yang punya warung ingin tutup. Kalo warungnya tutup kan jadi rugi nggak ada tambahan pemasukan buat lebaran nanti.

#KenanganRamadanku yang paling aku suka yaitu banyak yang jadi penjual takjil dadakan di sepanjang jalan. Ada kolak pisang, kolak ubi, es buah, es campur dan berbagai macam gorengan. Dari hari pertama sampai terakhir aku gilir beli takjilnya Misalnya hari ini beli es buah besoknya beli es campur. Tapi beli gorenganya setiap hari. Kata temanku yang puasa siapa yang semangat beli takjil siapa.

Setelah seharian puasa ini nih yang paling ditunnggu-tunggu. Yaitu Azan Magrib. Kalau untuk buka puasa dia nggak masak lagi katanya males terus takut kebablasan nyicipin masakannya sampai satu piring. Di bali buka puasanya jam 6 sore. Dan aku udah laper dari jam 5. Masa mau makan di depan dia yang lagi puasa. Jadi aku juga ikut nungguin Azan Magrib. Nanti sekalian bukber (buka berdua). Sebelum buka puasa harus baca doa buka puasa dulu. Aku sering bercandain dia dengan “ayo aku aja yang mimpin doanya”. Aku sampai hapal doanya gara-gara keseringan nonton di TV.

Kalo gak ikut puasa boleh ikut bukber kan?

Begitulah kenangan ramadanku sebagai umat non muslim yang memiliki teman muslim. Ramadan bukan hanya tentang menahan haus dan lapar. Tapi juga mengajarkan banyak hal dan memberikan kenangan yang tak terlupakan.

Bukan hargailah yang berpuasa ataupun hargailah yang tidak puasa.

Namun Kita harus saling menghargai

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Tinggal di Bali sejak lahir. Sangat introvert. Takut sama kucing. Kuliah di jurusan Kimia Universitas Udayana dan bukan pembuat bom.

3 Comments

  1. Lisa berkata:

    hahahaa sama seperti aku dikosan 😀